Resensi buku Gagal Menjadi Manusia:
Gelap dan Jatuh
Oleh : Natalia Kristiani
Buku
terjemahan yang ditulis oleh Dazai Osamu sempat mencuri perhatian saya karena
banyak sekali yang membahas buku ini di twitter. Review-an dari para pembacanya
pun mengatakan buku ini sangat depresif, serta trigger warning yang disampaikan oleh para pembacanya seperti bunuh
diri, alkohol dan narkoba serta harus dibaca dalam kondisi mental yang sedang
baik, karena ditakutkan dengan membaca buku ini dalam keadaan tidak baik, akan
menimbulkan kesan yang tidak baik seperti jiwa yang hampa.
Bagi
saya sendiri, buku ini mempunyai kesan yang cukup mendalam. Terlebih buku ini
adalah buku depresif pertama yang saya baca. Meskipun begitu, buku ini membawa
kita untuk lebih merefleksikan diri dari segala yang telah terjadi di dalam
kehidupan kita. Selain itu, plot yang disuguhkan oleh
Osamu membawa kita untuk kesal kepada tokoh utama karena tokoh tersebut tidak
seperti manusia pada umumnya, meskipun ini buku terjemahan, tetapi masih bisa
dimengerti apa esensi yang ada dalam cerita. Tanpa membaca versi asli, kita
sudah bisa merasakan ceritanya.
Di
bagian pendahuluan yang ditulis oleh salah satu psikolog Indonesia yaitu Jiem
Hardian, membuat saya tertampar oleh
tulisannya, yang ditulinya adalah, bahwa kita perlu memberitahu bahwa kita
sedang tidak baik-baik saja, itulah yang membuat orang lain pun akan mengetahui
apa yang sedang kita rasakan. Menurut saya, ini sangat relate terhadap kondisi
saya maupun teman-teman yang sedang tidak bisa mengungkapkan perasaannya.
Ternyata yang ditulis di bagian ini akan menjadi pengantar dari cerita tokoh
ini.
“jika ada pertanyaan ‘apa kabar?’ ,
jawaban yang refleks muncul adalah ‘baik’ , seakan tidak ada jawaban selain
‘baik’ , seakan menyebutkan jawaban selain baik adalah kekeliruan. Padahal
kehidupan manusia terdiri dari beragam situasi …”
Cerita
tokoh utama seperti kutipan di atas, Ia
selalu menyembunyikan ketakutannya pada manusia yang lainnya dengan lawakan
yang Ia punya, Ia selalu menurut dengan apa yang dibilang orang lain
terhadapnya, Ia ingin manusia melihatnya bukan sebagai suatu entitas yang aneh
dan berbeda.
Memang,
tokoh utama ini dari awal sudah mempunyai masalah internal pada dirinya,
ditambah lingkungan tokoh utama, mulai dari Ia sering diperkosa oleh
pembantunya, orang tua-nya yang mempunyai ekspektasi yang tinggi terhadap si
tokoh yang akhirnya menambah permasalahan dalam hidupnya.
Pernahkah
di hidup kalian sama seperti tokoh utama di buku ini? tidak bisa mengungkapkan
perasaannya? pada saat ini, mulai-lah perlahan-lahan membangun komunikasi yang
baik terhadap orang sekitar, ungkapkan perasaan ketidaksukaan, rasa senang,
rasa cinta, dan perasaan apapun yang sedang kalian rasakan pada orang yang
kalian percaya. Dengan kalian mengungkapkan hal tersebut, kita bisa mengetahui
apa yang kalian rasakan. Jangan takut untuk bersuara, mungkin kalian berpikir
akan dihakimi ketika kalian mengungkapkan perasaan kalian, dengan perlahan tapi
pasti lama-kelamaan orang akan menyadari bahwa kita semua butuh dukungan, butuh
bantuan.
Tidak
semestinya kita larut dalam kesendirian yang akhirnya memutuskan untuk
menyakiti diri sendiri, hingga pada keputusan untuk bunuh diri.
Buku
ini adalah cerminan diri kita ketika sedang tidak baik-baik saja. Dan kita
diminta untuk tidak seperti kehidupan tokoh di buku ini.
0 Komentar