LITERASI MEDIA: SOLUSI UNTUK MEMBERDAYAKAN KHALAYAK

Oleh: Shalsa Billa

 

Teknologi membuat kita tenggelam akan kecanggihannya dalam memudahkan aktivitas manusia. Dengan adanya teknologi segalanya bisa dilakukan dengan efisien dan efektif. Tak heran jika manusia terus berlomba – lomba untuk menciptakan teknologi baru. Ibarat heroin, teknologi pun bisa membuat manusia menjadi kecanduan. Hampir di setiap sudut kita temukan teknologi. Bahkan tanpa kita sadari teknologi pun sudah menjadi sumber daya yang tak terbatas. Selama 24 jam non stop, teknologi akan terus hidup dan berkembang. Seperti contohnya gadget atau gawai yang kini sudah menjadi barang kebutuhan pokok para generasi milenial. Setiap tahun perusahaan gadget bersaing mengeluarkan tipe terbarunya. Teknologi mudah diterima oleh masyarakat di seluruh dunia. Itulah mengapa kini alat – alat tradisional yang dikerjakan secara manual lama – kelamaan akan terkikis tergantikan oleh teknologi.

Segala aktivitas yang dilakukan di era digital ini tidak lepas dengan yang namanya internet, salah satu hasil dari perkembangan teknologi informasi. Apalagi semenjak diberlakukannya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang tercatat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 sebagai solusi pencegahan penyebaran COVID-19, maka mau tidak mau aktivitas yang bisanya offline berubah menjadi online. Sehingga terjadi peningkatan yang tajam terhadap penggunaan internet. Jaringan komputer yang dibentuk oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada tahun 1969 ini telah menyebabkan dunia semakin tak terbatas. Internet dapat diakses dengan mudah dimana pun dan kapan pun oleh siapa saja sebagai penyedia informasi.

Namun, kemudahan dalam mengakses informasi tak ada artinya jika tidak diimbangi dengan literasi media. Kemudahan itulah yang akan merangsang seseorang dalam menggunakan internet lebih kepada memuaskan kesenangan pribadinya bukan karena kebutuhan akan informasi tersebut. Akibatnya manusia seakan – akan sudah dicuci otaknya oleh media padahal seharusnya medialah yang menjadi hamba kita bukan sebaliknya kita yang menjadi hamba media.

Literasi media merupakan upaya pembelajaran bagi khalayak media sehingga menjadikan seseorang yang berdaya hidup di tengah sesaknya dunia media. Istilah pada pembelajaran bagi khalayak media berbeda – beda. Ada yang menyebutnya sebagai media education (Buckingham, 1990), paedagogy of media literacy (Toland-Frith, 1997), media studies (Federov, 2002) dan media literacy (Hobbs, 1998). Namun, perbedaan tersebut tidak menunjukkan pada perbedaan kegiatan yang signifikan. Hal ini bertujuan untuk membuat khalayak media memiliki kompetensi yang dinamakan melek media.

Menurut hasil penelitian dari platform manajemen media sosial HootSuite dan agensi marketing sosial We Are Social yang berjudul "Global Digital Reports 2020", menyatakan bahwa hampir 64% populasi di Indonesia sudah terhubung dengan jaringan internet atau sekitar 175,4 juta pengguna dari total penduduk yang berjumlah 272,1 juta jiwa. Riset yang dirilis pada bulan Januari 2020 menunjukkan bahwa ada peningkatan sekitar 17% atau 25 juta pengguna dari tahun sebelumnya. Selain itu, jumlah pengguna media sosial di Indonesia telah mencapai 160 juta atau 59% dari total populasi. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan media sosial di Indonesia meningkat 8,1% atau 12 juta pengguna dibandingkan tahun lalu.

Gambar 1. Indikator Pertumbuhan Digital Indonesia

Rata - rata penggunaan media sosial di Indonesia menembus waktu 3 jam 26 menit per hari. Angka tersebut di atas rata - rata global yang hanya mencapai 2 jam 24 menit per hari. Masih dengan riset yang sama, rata-rata penduduk di Indonesia memilik sekitar 10 akun media sosial per orang, baik pengguna aktif maupun tidak aktif. Sementara 65% pengguna media sosial di Indonesia memanfaatkan platform tersebut untuk bekerja.

Gambar 2. Perilaku Pengguna Media Sosial

Begitu mudahnya internet masuk ke Indonesia. Jika hal ini dibiarkan tanpa adanya pemahaman yang kritis akan kemampuan melek media, maka Indonesia akan menjadi budak media. Pengguna media sosial telah didominasi oleh kaum milenial. Apalagi dengan adanya bonus demografi, jika kaum milenial tidak menggunakannya secara bijak maka hal lain yang kita dapatkan hanyalah keburukan dari internet. Kini Indonesia telah dihadapkan pada fakta betapa banyaknya warga yang telah menjadi korban media. Banyak remaja yang memotret dirinya dalam keadaan nyaris tanpa busana. Lalu, gambar tersebut diunggah di media sosial, kemudian rasa sesal muncul belakangan setelah tahu bahwa fotonya tersebar di dunia maya. Begitu juga dengan public figure yang menangis saat tahu aib dirinya, baik asli maupun setting-an, dipublikasikan di dunia maya. Tak sedikit juga penjahat yang memakai identitas orang lain untuk melakukan kejahatannya. Hal ini disebabkan banyak dari mereka yang tidak tahu bahwa internet memiliki berbagai kemungkinan yang tidak kita bayangkan sebelumnya. Persebaran informasi melalui internet berlangsung sangat cepat dan hampir tidak bisa dihentikan.

Sama seperti pengguna internet yang meningkat dari tahun sebelumnya, media informasi lainnnya pun memperoleh dampaknya dari PSBB. Menurut hasil riset dari perusahaan penghitung audiensi televisi, Nielsen, menunjukkan bahwa pandemi COVID-19 memberikan pengaruh pada kenaikan konsumen dalam menonton televisi. Seperti yang tercatat dalam laporannya di bulan Mei 2020, terjadi peningkatan durasi menonton televisi di segmen kelas atas yaitu 14% dari masa normalnya atau meningkat rata – rata menjadi 5 jam 46 menit per hari. Survey yang mengambil sampel 11 kota besar di Indonesia ini memperlihatkan bahwa penonton menurut tingkat usianya didominasikan oleh program televisi kategori anak – anak dan remaja.

Literasi media sangat penting sebagai solusi untuk memberdayakan khalayak. Menurut Brow (2003) literasi media menjadi petunjuk baru dalam menjelajahi dunia media. Karena dalam pandangannya bila manusia tidak diberdayakan, maka akan menjadi korban media. Prinsip – prinsip dan anggapan yang melandasi perkembangan literasi media itulah yang bisa membawa kita pada keyakinan bahwa pendidikan untuk mencapai melek media memang perlu kita lakukan. Aktivitas yang membuat masyarakat menjadi melek media bukan hanya sekedar penekanan, bukan pula dimaksudkan untuk menentang kehadiran media sosial yang sudah menjadi bagian dari kehidupan kita tetapi ditujukan agar masyarakat terlindungi dari dampak negatif media massa.

Aspek terpenting dalam literasi media ialah perubahan cara pandang terhadap media massa. Bersamaan dengan pengawasan berupa sensor dan pembatasan usia khalayak media, melek media dinilai sebagai cara untuk mengurangi dampak negatif media massa. Namun, sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, sensor atau peninjauan negara terhadap isi media semakin sulit dilakukan. Apalagi setelah disadari bahwa media massa sebagian besar termasuk dari lembaga bisnis dimana sering kali mengejar keuntungan daripada memikirkan dampak yang diperoleh konsumen saat menontonnya. Pengelola media seolah lebih akuntabilitas pada pemilik yang memodali usaha media dibanding pada khalayak media massa. Sehingga diperlukan perencanaan aktivitas untuk mendidik khalayak media massa agar menjadi masyarakat yang melek media.

Kini sudah ada beberapa lembaga pendidikan di perguruan tinggi yang menjadikan literasi media sebagai mata kuliah di salah satu program studi. Misalnya di Universitas Negeri Yogyakarta yang telah menetapkan literasi media sebagai mata kuliah program studi (MKPS) Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial yang memiliki bobot sebanyak tiga SKS. Namun, untuk di jenjang sekolah baik dasar maupun menengah nyaris tidak ditemukan di mata pelajaran tertentu. Minimnya pengajaran literasi media membuat semakin pesatnya perkembangan media massa yang tidak diimbangi dengan pendidikan media. Padahal, sejak tahun 1960-an UNESCO menegaskan bahwa pentingya pendidikan media atau literasi media sebagai perisai dari dampak buruk media massa. Berbagai seminar atau forum nasional maupun internasional dilakukan untuk mengembangkan konsep – konsep literasi media, khususnya para generasi milenial yang sangat berpengaruh terhadap nasib bonus demografi di Indonesia kedepannya.

Literasi media yang merupakan bagian dari gerakan sosial tidak memerlukan banyak orang untuk menjadi pengontrol media massa. Cukup beberapa orang saja yang menjadi inisiator gerakan sementara lainnya memberikan stimulus agar masyarakat tertarik mengikutinya. Hal ini dikarenakan gerakan tersebut dibawakan oleh mereka yang melek media saja. Tanpa menjadi orang yang melek media, semua yang ditampilkan media massa akan diterima begitu saja dan dipandang sebagai hal yang lumrah. Berbeda dengan orang yang melek media, mereka akan berpikir lebih kritis dengan apa yang mereka lihat di media massa. Tak mudah untuk mereka menyebarluaskan info – info yang belum teruji faktanya.

Orang yang melek media akan menyadari, ada kalanya apa yang ditampilkan di media massa itu berbeda dengan apa yang masyarakat fikirkan, dan hal tersebut dilakukan dalam sudut pandang pembelajaran masyarakat yang sesuai dengan fungsi media sebagai informan. Bila terdapat penyimpangan antara kerangka nilai yang berlaku di masyarakat dengan tujuan media yang bukan untuk pembelajaran melainkan hanya mencari finansial, maka harus ada pemberontakan dari khalayak media. Jangan sampai nilai – nilai dan norma di masyarakat dikorbankan hanya demi keuntungan finansial.

Oleh karena itu, gerakan sosial seperti ini hendaknya diamati dalam kerangka kekeluargaan antara media massa dengan khalayak. Dengan ini akan terjadi interaksi satu sama lain. Keduanya saling berkomitmen untuk memperbaiki keadaan masing – masing demi kebaikan bersama dan bukan hanya demi keuntungan salah satu pihak. Namun, ditegaskan lagi gerakan ini bukan semata – mata untuk menyudutkan pihak media massa saja tetapi ditujukan agar media massa tetap berada pada peran dan fungsi yang semestinya.


Daftar Pustaka

Dipna Videlia Putsanra. 2020. https://tirto.id/arti-psbb-yang-dibuat-untuk-cegah-penyebaran-corona-di-indonesia-eMXT (diakses pada 27 Juni 2020)

Risky Wizka. 2019. https://inet.detik.com/cyberlife/d-4713807/sejarah-internet-dan-perkembangannya-hingga-kini (diakses pada 27 Juni 2019)

Yosal Irianta. 2017. Literasi Media : Apa, Mengapa, Bagaimana Edisi Revisi. Simbiosa Rekatama Media. Bandung

Simon Kemp. 2020. https://datareportal.com/reports/digital-2020-indonesia (diakses pada 28 Juni 2020)

Helmi Shemi. 2020. https://sulsel.idntimes.com/news/indonesia/helmi/psbb-dan-wabah-corona-membuat-masyarakat-lebih-sering-menonton-tv-regional-sulsel/3 (diakses pada 28 Juni 2020)

Admin. 2015. http://ilkom.fis.uny.ac.id/kurikulum (diakses pada 28 Juni 2020)

1 Komentar


  1. Poker online dengan presentase menang yang besar
    ayo segera bergabung bersama kami di AJOQQ :D
    WA : +855969190856

    BalasHapus