Opini
Aktualisasi Hak dan Kewajiban Warga Negara di Masa Pandemi Covid-19
Oleh: Muhammad Syirot Hidayat Khoironi
Sejak awal pemerintah pusat terkesan main-main dalam merespons Pandemi Covid-19. Hal ini terlihat dari beberapa pernyataan pejabat pemerintah mulai dari virus ini tidak akan datang ke Indonesia karena perizinannya sulit, corona mobil, susu kuda liar, si miskin yang menularkan penyakit, hingga yang terakhir perbedaan definisi mudik dan pulang kampung yang dianggap berbeda oleh presiden Jokowi. Dalam masa-masa darurat seperti ini juga diperparah dengan semakin ngawurnya kebijakan kebijakan yang diambil pemerintah pusat seperti mengeluarkan Perppu No 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Penanganan Sistem Keuangan untuk Pandemi Covid-19 yang mana dalam pasal 27 ayat 1 seluruh pembiayaan stabilitas keuangan negara yang dilakukan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan dan pengambil kebijakan merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara, dilanjutkan dengan ayat 2 yang seluruh pejabat yang berkaitan dengan pelaksanaan Perppu tersebut tidak dapat dituntut secara perdata dan pidana sesuai ketentuan perundang-undangan. Menurut Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun "pasal ini mengandung impunity dan bertentangan dengan undang-undang dasar karena terkesan tidak bisa digugat melalui peradilan tata usaha negara" pungkas melalui chanel Youtube pribadinya . Dalam hal ini pemerintah pusat belum memberikan antibodi kepada rakyat terhadap virus ini namun pemerintah pusat bahkan memberikan antibodi kepada pengambil kebijakan yang bisa menjadi celah untuk berbuat tindak korupsi, dalam UU Tipikor asas Lex specialis derogate lex generalis lah yang berlaku, dimana seseorang atau kelompok orang yang melakukan korupsi di masa bencana atau pandemic seperti ini bisa mendapat hukuman mati. Namun, dengan adanya Perppu ini terkesan memiliki kekebalan hukum karena seluruh pembiayaan bukan merupakan kerugian negara dan tidak dapat digugat baik perdata maupun pidana, sungguh miris bukan?.
Keadaan ini juga diperparah dengan semakin dibatasinya ruang-ruang demokrasi, menurut laman resmi tempo Kapolri Jenderal Idahm Aziz mengeluarkan surat telegram terkait penghinaan terhadap presiden dan pejabat negara dikala pandemi Covid-19 . Berita ini seakan memperburuk demokrasi kita di masa darurat seperti ini dimana seharusnya masyarakat dapat memperoleh informasi yang luas dan bebas berekspresi mengeluarkan gagasan baik lisan maupun tulisan. Sejalan dengan hal ini kemarin (23/04/20) Ravio Patra salah satu peneliti kebijakan publik mengalami pembungkaman bahkan kriminalisasi oleh aparatus negara dan akun WhatsAppnya diretas oleh akun tidak bertanggung jawab, dalam siarannya Tempo menyebutkan bahwa sebelumnya Ravio mengontak staffsus Billy Mambrasar terkait keterlibatan perusahaannya yang menjalankan proyek pemerintah tanpa pengadaan yang tepat .
Pada situasi darurat seperti ini tentu seluruh elemen masyarakat baik pemerintah maupun masyarakat sipil harus mengambil peranannya masing masing sebagai warga negara, karena dalam menangani pandemi seperti ini diperlukan kerja-kerja yang komperhensif dan multi layer, artinya antara pemerintah dan masyarakat harus saling mengambil peran, kita harus menggunakan masker, cuci tangan menggunakan sabun, dan jika tidak ada hal yang mendesak maka kita sebaiknya #dirumahaja, akan tetapi hal ini bisa dilakukan dari segi masyarakat, dari segi pemerintah? Tentu sebagai pemegang otoritas yang berkuasa pemerintah seharusnya bisa melakukan lebih dari apa yang dilakukan masyarakat demi melandaikan kurva peningkatan virus ini dengan cara-cara memberhentikan seluruh pembahasan omnibus law, mencabut perppu kontroversial, menyetop kriminalisasi aktivis, menghentikan proyek ibukota baru, dengan mengesampingkan itu semua dan mengutamakan utamakan keselamatan rakyat diatas segalanya.
Sebagai warga negara kita tidak hanya dituntut untuk melakukan kewajiban akan tetapi sebagai warga negara kita juga memiliki hak-hak yang dijamin dalam konstitusi. Dalam pandemi seperti ini sebetulnya pemerintah bisa saja mengeluarkan UU No 6 Tahun 2018 terkait Karantina Kesehatan, dimana didalamnya berisi anjuran dan hak-hak kita selama karantina berlangsung, pemerintah wajib menjamin kebutuhan pangan keluarga yang menjalankan karantina wilayah, bahkan hewan pun berhak dijamin oleh negara jika harga jualnya tidak sesuai dengan harga pasar.
Di akhir tulisan ini penulis ingin menegaskan bahwa pentingnya pemerintah pusat belajar dari kasus Century dan BLBI terkait kerugian negara yang yang dirampok agar tidak kecolongan di kemudian hari, sehingga membatalkan Perppu adalah sebuah keharusan dikala pandemi seperti ini dan fokus terhadap keselamatan rakyat, penulis ingin mengutip pernyataan Presiden Ghana yang mengatakan bahwa saya tahu membangkitkan kembali perekonomian, tapi saya tidak tahu membangkitkan kembali orang mati , Salus Populi Suprema Lex Esto.
Daftar pustaka
Kompas.com: Kasus Covid-19 di Indonesia Kini 7.775, bertambah 357 orang (Kamis, 23 April 2020)Youtube: Refly Harun, Awas !!! PERPPU (Perampokan Pundi Penyimpanan Uang)
Tempo.co: Idham Aziz Jawab Kritik soal Telegram Hina Presiden saat Corona (Rabu, 8 April 2020)
Tempo.co: Polisi Sebut Penangkapan Ravio Patra Karena Ujaran Kebencian (Kamis, 23 April 2020)
Kompas: Presiden Ghana Trending di Twitter, Netizen Puji Keputusan Soal Lockdown.
0 Komentar