Sumber: merdeka.com

Kebakaran Hutan di Indonesia
Oleh: Rina Anggraeni

Indonesia merupakan negara yang diapit oleh 2 samudera dan 2 benua. Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, Benua Asia dan Benua Australia. Dengan berada pada garis khatulistiwa sehingga menjadikan Indonesia negara tropis. Dikarenakan itu banyaknya hutan menjadi hal lumrah untuk Indonesia. Sayangnya di Indonesia sendiri justru malah menjadikannya ladang komersial yaitu menjadikannya para pengusaha mendapatkan keuntungan atas lahan para rakyat tersebut. Di musim kemarau merupakan masa dimana kewaspaan akan hutan mudah terbakar menjadi lebih rentan. Dikarenakan daun-daun yang menjadikan hutan mudah terbakar.  Kepala Pusat Metereologi Publik BMKG Mulyono Rahadi Prabowo mengatakan, BMKG memang ingin memberikan informasi dengan cara yang mudah dipahami masyarakat. Salah satunya menyebarkannya melalui media sosial dalam bentuk infografik dalam mengatasi permasalahan yang ada. Harapannya masyarakat lebuh mudah memahami informasi yang kami sampaikan dari tampilan yang interaktif, dan menginformasikan tindakan apa saja yang dilakukan jika terjadi kebakaran hutan. Kebakaran hutan dan lahan berdampak pada rusaknya ekosistem dan musnahnya flora dan fauna yang tumbuh dan hidup di hutan. Asap yang ditimbulkan juga menjadi polusi udara yang dapat menyebabkan penyakit pada saluran pernafasan seperti Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA), asma, penyakit paru obstruktif kronik. Selain itu, asap bisa mengganggu jarak pandang, terutama untuk transportasi penerbangan.

Dalam lingkup ilmu kehutanan ada sedikit perbedaan istilah antara pembakaran hutan dan kebakaran hutan. Pembakaran hutan identik dengan kejadian yang disengaja pada satu lokasi tertentu secara terkendali. Gunanya untuk membuka lahan, meremajakan hutan, atau mengendalikan hama. Sedangkan kebakaran hutan lebih pada kejadian tidak disengaja atau dapat juga terjadi secara alamiah. Pada tahun 2003, Departemen Kehutanan membentuk Manggala Agni, yakni pasukan khusus untuk menangani permasalahan hutan. Dalam bahasa Sansekerta, Manggala memiliki arti Panglima dan Agni memiliki arti Api. Maka merupakan istilah unguk panglima api. Yang diharapkan dapat menangani maupun memadamkan api.

Daftar Pustaka
https://jurnalbumi.com/knol/kebakaran-hutan/
https://nasional.kompas.com/read/2018/08/25/14340331/kebakaran-hutan-dan-lahan-apa-dampak-dan-upaya-pencegahannya


Banyaknya Korban Akibat Kebakaran Hutan
Oleh: Lady Marsyandha

Hutan merupakan paru-paru dunia sebagaimana yang kita ketahui di Indonesia kita memiliki banyak  hutan. Pada tahun 2019 ini banyak sekali diberitakan tentang  kebakaran hutan yang terjadi di Kalimantan dan Riau, kebakaran hutan di lahan gambut ini terus menerus terjadi mulai dari awal tahun ini sampai bulan oktober. Kebakran hutan terjadi akibat pembukaan lahan dari beberapa oknum demi kepentingannya sendiri. Dari ke egoisan itu timbul lah dampak yang merugikan masyarakat.

Banyak sekali dampak yang terjadi akibat kebakaran hutan ini. Asap yang dikeluarkan dari kebakaran hutan pun sangat menganggu, masyarakat tidak dapat bekerja atau belajar dengan produktif. Mereka harus menggunakan masker jika berada di luar ruangan, jika tidak mereka akan kesulitan untuk bernapas. Masker pun hanya sebagai pengurang efek dari asap tapi tidak dapat menyembuhkan.  Dengan kebakaran hutan yang terjadi secara terus menerus tidak dapat lagi dihindarkan munculnya penyakit pernapasan.

Beberapa penyakit pernapasan yang terjadi akibat kebakaran hutan ini adalah ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut , asma, bronkitis dan lain-lain . Dengan jangka waktu yang lama ini semakin banyaknya korban dari kebakran ini . Dikutip dari okezone.com pada bulan februari 2019 warga sekitar paling banyak terserang penyakit ISPA, korban pun bias saja bertambah banyak karena adanya masyarakat yang tidak memeriksakan kesehatan diri mereka. Bahkan Gubernur Riau Syamsuar juga terkena ISPA.

Tidak hanya manusia yang menjadi korban dari kekejaman asap kebakaran hutan ini tapi orang utan pun juga. Beberapa dari mereka pun terkena penyakit ISPA sama seperti manusia. Orang utan ini juga diberikan perawatan selayaknya manusia, mereka diberi multivitamin, antibiotic, dan nebulizer. CEO Borneo Orangutan Survival Foundation BOSF Dr Jamartin Sihite berkata untuk national republika bahwa orang utan yang terkena ISPA terinfeksi ringan.

Banyaknya dampak negative dari kebakaran hutan ini terutama untuk kesehatan seharusnya membuat masyarakat lebih sadar diri untuk tidak melakukan pembukaan lahan dengan pembakaran hutan lagi. Hal seperti ini terus menerus akan terjadi bila tidak adanya perubahan dari kejadian seperti ini. Marilah kita cegah hal seprti ini terulang lagi agar kedepannya kita bisa terus hidup dengan sehat dan bernapas lega.


Idon Tanjung, “8 Fakta Kebakaran Hutan dan Lahan di Riau dalam Sepekan”, Kompas, 11 Agustus 2019.
“37 Orang Utan Terkena ISPA Akibat Kabut Asap”, Republika, 18 September 2019.
Banda Haruddin Tanjung, “Korban Asap Kebakaran Hutan Riau Capai 2.717 Warga dan Terus Bertambah”, Okezone, 26 Februari 2019. 


Oksigen, Asasi Yang Utama (Esai Termenarik)
Oleh: Andiko Nanda

Kemarau menjadi kambing hitam para sapiens yang serakah tak senonoh pada harta dan legitimasi sebagai pengekspor sawit terbesar di dunia. Kemarau lagi-lagi menjadi kambing hitam disaat tiadanya hujan yang turun. Pikiran manusia saat ini hanya berkutat pada sang ‘kambing hitam’, manusia hanya berkutat pada rasa sesal akan kemarau yang teramat panjang, padahal sang ‘kambing hitam’ tidak bisa sama sekali disalahkan.

Perasaan tak bersalah selalu bersarang pada investor kelapa sawit, merekalah yang selalu tergila-gila membuka lahan, tapi dengan cara yang ‘sangat murah’.  Ya, sangat murah untuk membuka lahan dengan cara membakar, dengan dalil bahwa boleh membakar hanya sejauh 2 hektar. Jika boleh lancang mengatakan, mereka itu bodoh, sudah serakah bodoh pula. Lahan yang dibakar adalah lahan gambut, bukan hanya lahan mineral apalagi hanya semak belukar.

Ketika lahan gambut di barat dan tengah Indonesia dibakar, api pembakarannya bukan hanya di permukaan, melainkan sampai akar di bawah tanah. Para pemadam bersusah payah memadamkan titik api, namun ketika satu titik telah padam, muncullah titik api baru dengan jarak yang berjauhan, itulah yang menjadi musabab mengapa Indonesia seperti terkepung oleh asap.

Anehnya di negeri ini, ketika seseorang melanggar pasal karet, hukumannya teramat sangat berat. Lain halnya ketika koorporasi yang rutin mengambil hak untuk bernapas selalu tegak perizinannya, pengoperasiannya, jual-belinya, bahkan mendukung secara resmi bahwa negeri ini penghasil sawit terbesar. Dan sampai sekarang, tidak ada satupun masyarakat tahu nama koorporasi pembakar lahan,

Tentu kita tahu bahwa aparat kepolisian memunyai satgas khusus untuk mencegah dan mengadili pengebom. Negeri ini menyimpulkan bahwa hanya pengebomlah yang teroris, sementara pengambil oksigen secara langsung dan membuat masyarakat mati perlahan, tetap dengan gelar indahnya, INVESTOR! Huh. Mau diapakan lagi, inikan Republik Investor.

Seberapa bahayanya kah asap pembakaran hutan  yang menjadi kabut berkepanjangan  bagi masyarakat? Walaupun pahit dikatakan, negeri ini pun masih menganggap literally warganya adalah segenap penduduk pulau Jawa, jadi tidak ada sedikitpun bahaya yang menimpa warga negara di negeri tercinta ini.

Akan tetapi, tidak adil menganggap warga negara hanya di Jawa saja. Warga  Riau dan Kalimantan pun juga warga negara, meskipun urgensi untuk menolong mereka tidak segenting menyalakan kembali listrik di Jawa beberapa waktu lalu. Awalnya saya pikir luasnya geografis Indonesia tidak akan menjadi masalah lagi di tengah keterbukaan informasi, ternyata saya salah. Butuh waktu 3 bulan untuk media benar-benar meliput seluruhnya dan membuat sang presiden sendiri datang kesana.

Geografis benar-benar menjadi masalah. Dibuktikan prioritas pemerintah bukan pada mitigasi bencana ini, urgensi penyelesaian kasus yang ditangani pemerintah ialah isu yang dekat dengan istana! Saya pun juga bingung, kenapa penyelesaian pembakaran hutan dan lahan ini malah diadakannya debat para elit politik di televisi. Mau sampai kapan tidak ada tindakan represif dan koersif pada penjahat HAM ini?

Investor dan para aktor lapangan sebagai penjahat HAM selalu tidak pernah jera. Tentu saja, kan, tidak ada pencabutan izin, pemenjaraan dan bahkan selalu dilindungi di balik media, mainstream maupun tidak. Saya berharap, untuk kali ini, penjara akan penuh bagi para investor korporasi pembakar hutan dan lahan. Ya, saya hanya bisa berharap.

Ibu-ibu mengalami trauma karena buah hatinya wafat saat tekena ISPA, anak-anak tertinggal pelajaran karena sekolah diliburkan, bandara ditutup, ekonomi lumpuh, jalur menuju dan keluar tidak bisa diakses, anak-anak generasi milllial menderita ISPA, belumkah cukup wahai penjahat HAM? Dan sekaranglah waktunya untuk para elemen masyarakat membantu, paling minimal dengan doa. Mengawal dan menyerukan penangkapan investor dan para aktor lapangan.

Pembakaran hutan dan lahan gambut di negeri ini tidak bisa dikatakan sebagai bencana alam, sama sekali tidak. Tidak akan ada yang mengakui bahwa kemaraulah yang bersalah. Investor dan aktor lapanganlah yang saat ini menjadi penajahat HAM karena menghabisi dan mengekang kebebebasan bernapas.

Saya mendukung penuh upaya represif dan koersif yang keras bagi para investor dan aktor lapangan, toh ini pun menjadi langkah awal preventif di kemudian hari. Dan saya mendesak pemerintah dan mendorong aktivis sosial dan lingkungan untuk bergerak seolah-olah kejaian ini terjadi di Jakarta.

Demikian essay ini saya tuliskan.


Polusi
Oleh: Muhammad Khalifah

Saat ini Indonesia sedang krisis udara bersih, udara yang dimaksud adalah sesuatu yang kita hirup saat kita sedang melakukan aktivitas sehari-hari. Terutama aktivitas di luar ruangan. Meskipun rata-rata masyarakat Indonesia rata-rata melakukan aktivitas di dalam ruangan. Tetapi, tidak bisa dipungkiri bahwa udara yang terdapat di luar, dapat memapar melalui celah/bagian kecil suatu ruangan. Menurut website airvisual.com rata-rata indeks kesehatan udara di Indonesia di atas angka 165. Ini tandanya Indonesia memerlukan udara yang bersih yang sehat untuk organ dalam tubuh manusia.

Salah satu faktor yang membuat indeks kesehatan udara di Indonesia memburuk dikarenakan banyaknya oknum di beberapa daerah yang melakukan pembakaran hutan besar-besaran. Atau, pembebasan lahan besar-besaran.

Maraknya pembakaran ini dimulai dari bulan Maret dimana beberapa daerah di pulau Kalimantan melakukan pembukaan lahan untuk perkebunan sawit. Hal ini berlanjut sampai pada bulan Agustus, beberapa daerah di Riau melakukan pembakaran hutan besar-besaran. Meskipun hanya dari beberapa daerah saja yang disorot karena kebakaran hutannya. Tapi, efek polusi yang ditimbulkan mampu merusak kebersihan udara hingga satu pulau. Menurut data, kebakaran hutan yang terjadi di Riau berdampak pada kualitas udara dan polusi yang ada di Jambi, Palembang, hingga Malaysia. Malaysiapun sempat ingin mengajukan gugatan dan ganti rugi atas udara di Malaysia yang tercemar. Begitupula dengan daerah-daerah di Kalimantan yang berdekatan langsung dengan provinsi yang udaranya tercemar.

Salah satu dampak yang paling bahaya dari udara yang tercemar adalah gangguan pernafasan atau biasa disebut ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) dimana ketika udara yang kotor dan tidak bersih menumpuk terus-menerus di dalam tubuh dan dihirup melalui lubang pernafasan (hidung) maka sistim pernafasan di dalam tubuh akan terganggu dan menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernafasan, salah satunya ISPA.

Dengan berbagai macam alasan yang ada untuk membebaskan lahan, tetap harus menggunakan cara yang masuk akal dan tidak menyalahi aturan. Apapun tujuan dari pembebasan lahan, tetap cara membakar lahan adalah cara yang salah. Karena polusi di Indonesia saat ini sudah tinggi, dan akan semakin tinggi jika kita tidak segera berbenah polusi lingkungan. Maka khawatir jika generasi mendatang akan menghirup udara lebih buruk dari saat ini.

Menurut saya pribadi, masyarakat harus paham terhadap dampak dan akibat yang akan muncul dari pembebasan lahan dengan cara pembakaran. Sehingga, mereka akan mencari cara lain untuk membebaskan lahan tanpa perlu mengorbankan udara yang saat ini kita hirup, dan mengorbankan kesehatan kita, dan anak cucu kita di masa mendatang. Mari rawat udara yang kita hirup bersama, agar anak cucu kita kelak mampu berkelana menelusuri indahnya Indonesia. 

0 Komentar