Hasil gambar untuk dua garis biru
Sumber Gambar : tirto.id
Oleh : Vivi Maulina


Film dalam kehidupan sosial masyarakat, bukan merupakan hal yang tabu dan selalu dapat dinikmati masyarakat, Film merupakan bentuk dari kebudayaan yang dihasilkan oleh masyarakat. melalui sebuah Film seseorang dapat mengekspresikan ide-idenya, tak jarang bahwa dalam sebuah Film memiliki makna tersendiri yang ingin disampaikan kepada khalayak umum. Dalam kajian sosiologi kebudayaan, dijelaskan bahwa Film merupakan bentuk dari kebudayaan yang diciptakan oleh masyarakat yang memiliki makna maupun pesan tersendiri yang ingin disampaikan. Film juga termasuk dalam kebudayaan populer atau sering disebut budaya populer, dimana sebuah kebudayaan populer adalah kebudayaan yang dirpoduksi secara komersial. Hal tersebut sama halnya sebuah Film dapat dikatakan sebagai budaya populer karena bentuk dari kebudyaan yang diproduksi secara komersial. (Barker, 2004, hal. 50)

Selain itu dalam sebuah kebudayaan ada makna maupun ideologi yang ingin disampaikan oleh penciptanya, begitu juga dengan sebuah Film yang dibuat tidak hanya demi kebutuhan komersialisasi, namun ada sebuah ideologi maupun upaya menyampaikan sebuah kekuasaan yang akan disampaikan, hal tesebut relevan dengan penjelasan oleh Louis Althusser bahwa sebuah bentuk kekuasaan dapat disampaikan melalui Ideological State Aparatus atau ISA, yang dimana salah satu cara menyampaikan ideologi tersebut dapat melalui institusi keluarga, sistem pendidikan, agama, media massa, dan juga kebudayaan. (Barker, 2004, hal. 61) Film merupakan produk kebudayaan, yang tak jarang pula melalui Film dapat dijadikan cara untuk menyampaikan ideologi yang ingin disampaikan, karena proses penyampainnya lebih mudah diterima oleh masyarakat.

Film Dua Garis Biru merupakan salah satu contoh bentuk kebudayaan yang ditujukan untuk menyampaikan sebuah ideologi dan juga penyampaikan makna, serta pengetahuan kepada masyarakat, mengenai kisah pergaulan remaja dan khususnya tertuju pada remaja di Indonesia, serta para orang tua. Film Dua Garis Biru garapan Gita S Noer ini mampu menuai banyak  kontroversi dalam masyakat. Film Dua Garis Biru merupakan Film yang befokus pada kehidupan remaja sedang duduk di bangku SMA.

Secara garis besar Film ini cukup berani dalam mengangkat isu sosial dalam masyarakat, salah satunya adalah hamil di luar nikah saat remaja ataupun saat masa sekolah. Film ini menggambarkan mengenai hubungan berpacaran dua orang siswa SMA yang berujung pada sebuah kehamilan dan berujung pada timbulnya masalah-masalah lain yang harus dihadapi seorang remaja serta Film ini juga mengambarkan situasi dunia pendidikan dalam menangani masalah tersebut dan juga keluarga dalam mengatasi pergaulan anaknya.

Film tesebut telah memaparkan dengan jelas kondisi pergaulan remaja Indonesia pada saat ini, menurut survei terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), tahun 2012 angka kehamilan remaja pada kelompok usia 15 –19 tahun mencapai 48 dari 1.000 kehamilan, lebih tinggi dibandingkan tahun 2010 sebesar 30 dari 1.000 kehamilan. (Billy Narasiang, 2015, hal. 23) Jumlah tersebut tidak lah sedikit dan sangat memprihatinkan, mungkin diantara jumlah tesebut ada salah satu kerabat, tetangga, atau bahkan pembaca sendiri yang termasuk dalam jumlah yang dipaparkan tersebut.  Kasus-kasus kehamilan anak diluar nikah dan pada masa sekolah dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya seperti yang digambarkan dalam Film Dua Garis Biru faktor yang paling utama yaitu, bebasnya anak dalam menjalankan hubungan berpacaran atau bermain dengan teman laki-lakinya.

Data kementrian kesehatan menunjukan bahwa proporsi terbesar berpacaran pertama kali pada usia 15-17 tahun sekitar 33% remaja perempuan dan 34,5% remaja laki-laki yang berusia 15-19 tahun mulai berpacaran pada saat mereka belum berusia 15 tahun. Pada usia tersebut kekhwatiran yang ditakutkan yaitu belum memilikinya keterampilan hidup yang dimiliki oleh remaja sehingga mereka beresiko melakukan pacaran yang tidak sehat, seperti hubungan seks pra nikah. (Depkes.co.id:Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja). Kementrian kesehatan juga memaparkan dalam surveinya alasan remaja melakukan hubungan seks diluar nikah karena rasa penasaran (57,7% pria) terjadi begitu saja (38% perempuan) dipaksa oleh pasangan (12,6%) perempuan.

Selain beberapa alasan tersebut, penyebab seorang remaja melakukan hubungan seks pra nikah ini dapat terjadi karena kurangnya kontrol lembaga keluarga kepada anak. Keluarga merupakan lembaga sosialisasi primer bagi anaknya, proses pembentukan jati diri seorang anak diawali dengan bagaimana lembaga keluarga mensosialisasikan nilai dan norma atau pedoman hidup kepada anaknya. Gertude Jaeger mengemukakan bahwa peran agen sosialisasi pada tahap awal adalah orang tua yang berperan sangat penting, sang anak pada masyarakat modern tergantung pada orang tua. (Sunarto, 2004, hal. 24) Dalam Film Dua Garis Biru, nampak bahwa dari lembaga keluarga tidak memberikan pengawasan yang penuh kepada anaknya, hal tersebut nampak pada scene dimana ketika remaja laki-laki berkunjung kerumah remaja perempuannya dan sampai masuk ke kamar gadis perempuan sampai pada akhirnya terjadi hal yang tidak seharusnya dilakukan. Pada saat itu keadaan rumah sepi dan tidak ada orang tua disana jadi anak merasa bebas melakukan apapun yang ia inginkan.

Pengawasan anak oleh lembaga keluarga sangat diperlukan, dalam usia-usia remaja SMA karena usia tersebut merupakan usia dimana anak sedang mencari jati dirinya dengan rasa penasaran yang tinggi, sehingga pengawasan sangat diperlukan. Keterbukaan dalam keluarga juga perlu dilakukan, waktu untuk saling berbincang satu sama lain antar anak dan orang tua dirasa penting untuk mengetahui keinginan satu sama lain, baik anak maupun orang tua, sehingga orang tua juga mampu memahami keinginan atau hal-hal yang sedang dilakukan oleh anaknya.

Komunikasi yang tidak baik dalam keluarga terutama orang tua dan anak, dapat menimbulkan rasa penasaran anak yang semakin meningkat, dan anak akan mencari tahunya dengan cara lain. Dalam Film tersebut orang tua digambarkan tidak memberikan pemahaman kepada anak mengenai sex education yang terlihat pada saat ibu dari remaja laki-laki tersebut mengatakan “seaindainya ibu kasih tau kamu dari dulu hal-hal seperti ini pasti, kamu gak akan begini nak sekarang” kurang lebih seperti itu kalimat yang disampaikan kepada sang anak oleh ibunya. Film tersebut juga memberikan pembelajaran kepada penontonnya, bahwa pentingya memberikan pengetahuan seks kepada anak sangat diperlukan dalam proses sosialisasi yang dijalankan dalam sebuah lembaga keluarga.

Selain permasalahan proses sosialisasi keluarga dengan anak, hal lain yang diperlihatkan dalam Film tersebut yaitu mengenai peran lembaga pendidikan dalam menangani kasus kehamilan anak muridnya. Selama ini sering kali kita dengar bahwa banyak siswa perempuan yang harus putus sekolah dikarenakan hamil diluar nikah dan pada masa sekolah, ia dikeluarkan dari sekolah dengan alasan sekolah juga tidak ingin nama baiknya tercemar.bahkan terkadang ada sekolah yang menutup rapat-rapat masalah tersebut dari khayalak umum. Hal yang memprihatinkan adalah mengapa harus selalu siswa perempuan yang dikeluarkan dari sekolah? Sedangkan siswa laki-laki tetap bisa bersekolah, atau mungkin dipindahkan kesekolah lain.

Alangkah lebih baik jika institusi pendidikan, tidak hanya mengambil keputusan akhir yang mendiskriminasi salah satu pihak, namun sekolah dapat melakukan pencegahan terjadinya kasus siswa hamil diluar nikah, dengan memberikan seks education kepada siswanya. Ya memang dalam pelajaran tertentu biologi misalnya siswa mendapatkan pelajaran reproduksi namun rasanya itu pun tidak dibahas secara mendalam atau hanya sambil lalu saja. Padahal hal tesebut dirasa sangat penting diketahui oleh siswa. Selain kepada siswa sekolah juga bisa memberikan himbauan kepada para orang tua murid, untuk peduli terhadap masalah pengetahuan seks bagi anaknya, agar si anak tau hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam menjalankan hubungan dengan laki-laki. Jika masalah ini hanya dianggap masalah sepele maka akan terus bertambah banyak jumlah remaja yang hamil diluar nikah, dan akan banyak pula remaja perempuan yang tidak bisa melanjutkan cita-citanya karena harus dikeluarkan dari sekolah.

Selain pemberian pengetahuan seks pada siswa, pemberian dukungan psikologis bagi remaja perempuan yang hamil diluar nikah juga dirasa sangat dibutuhkan, untuk mencegah timbulnya aborsi, dan gangguan psikologis lainnya yang dapat membuat siswa depresi atau terpuruk. Dari Film Dua Garis Biru tersebut, dapat memberikan pembelajaran kepada remaja untuk tidak sembarangan dalam menjalankan pergaulannya dan harus berhati-hati, serta pengetahuan mengenai seks juga penting diberikan kepada anak sejak remaja, agar anak paham hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Kontrol orang tua pengawasan orang tua terhadap anak juga merupakan hal yang penting dalam proses pertumbuhan anak, dan proses penyampaian nilai-nilai dalam masyarakat.

Sumber :
Barker, C. (2004). Cultural Studies. Bantul: Kreasi Wacana.
Billy Narasiang, J. W. (2015). Gambaran Pengetahuan Siswi SMP Tentang Kehamilan Remaja. Jurnal E-clinic Vol 3 No 1, 23.
Sunarto, K. (2004). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Pusat Data Dan Informasi Kesehatan RI, http://www.pusdatin.kemkes.go.id/

0 Komentar