Pertimbangan Pernikahan Dini untuk Mewujudkan Keluarga yang Ideal

Sumber: Grid.id
Oleh: Zalyka Munharifah
Pernikahan memang
diciptakan sebagai wujud tindakan atas dasar kasih sayang antara dua pasang
manusia, kesucian dari pernikahan tidak akan tergantikan dan terlupakan. Tetapi
setelah pernikahan masih banyak tantangan yang harus dihadapi terutama saat
memiliki buah hati. Masih banyak orang di Indonesia yang tidak melanjutkan
studinya dan berpikir untuk segera menikah, dari 260 juta penduduk Indonesia hanya 6,5
juta penduduk yang beruntung untuk melanjutkan pendidikannya hingga kuliah, tetapi
sanggupkah 6,5 juta mahasiswa menopang dan meningkatkan kualitas hidup 260 juta
penduduk? Kualitas keluarga yang ideal dapat diukur melalui koping (kognitif
dan behavior) dari segi kognitif, emosional, spiritual/philosopi, fisik.
Dalam pernikahan dini
biasanya menikah seusai SMA (17-18 tahun) dikhawatirkan seseorang yang belum
siap secara mental dan fisik akan menciptakan keluarga yang kurang ideal, dalam
ranah hukum anak yang belum menempati umur 21 tahun masih merupakan tanggungan
orangtua sebagai pembimbing, angka perceraian yang tinggi merupakan dampak dari
pernikahan dini. Kebanyakan orang yang melakukan pernikahan dini terjadi karena
kesalahan dalam bertindak, faktor rendahnya ekonomi serta faktor lingkungan,
sehingga mereka akan kehilangan hasrat untuk meng-eksplore dirinya, alhasil mereka hanya berpikir untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
yang dapat menyebabkan kurang terurusnya anak, sedangkan suatu pernikahan
diciptakan untuk menghasilkan kualitas penduduk yang baik untuk terwujudnya
masyarakat yang adil dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Terlepas dari tingkat
pendidikan suami dan isteri, setiap keluarga memiliki fungsi sebagai proses
regenerasi, penompang ekonomi keluarga, memecahkan masalah keluarga dengan
perilaku yang baik, sosialisasi agar anak menjadi dewasa dan kompeten serta
berpartisipasi terhadap masyarakat, dukungan emosional sebagai pengikat
kebersamaan yang harmonis dalam menghadapi krisis emosi dan membantu
mengembangkan perasaan, serta komitmen terhadap tujuan masing-masing anggota keluarga[1].
Suami dan isteri meng-support satu sama lain sesuai keahlian yang dimiliki untuk memenuhi fungsi
keluarga dengan meningkatkan kualitas pendidikan, ekonomi, adab, psikologi dan
fisik sebagai fondasi kemenaraan yang hakiki. Kualitas perkawinan merupakan
derajat perkawinan yang dapat memberi kebahagiaan dan kesejahteraan bagi
pasangan suami dan isteri sehingga dapat melestarikan kelanggengan perkawinan.
Menjadi orang tua
sebagai model tidaklah mudah, sebagai model kita harus terlebih dulu terdidik
dan terbina sebelum menerapkannya pada anak, menjadi matang dan dewasa
merupakan upaya awal bagi seseorang untuk menjadi model ideal, bentuk usaha
untuk meningkatkannya melalui kerjasama antara suami dan isteri demi mencapai
sebuah achievement (pencapaian), recognition (pengakuan), work (pekerjaan), responsibility (tanggung jawab), advancement (tugas pengembangan) untuk memenuhi kualitas keluarga
dalam parenting model.[2] Pernikahan dini bukan hal yang tabu ataupun buruk tetapi masih banyak
pertimbangan yang harus dilakukan dan diperkirakan, serta dibutukan antisipasi
kesanggupan kita dalam mengemban pernikahan, penciptaan keluarga yang ideal
merupakan investasi jangka panjang bagi diri kita sendiri untuk lebih sejahtera.
0 Komentar