Kajian
Mencari Relevansi Debat Pilpres Terhadap Pemilih
Sumber: BEMP PPKN
Oleh: Teddy Tryadi Nugroho
Pemilu Bukan Untuk Memilih Yang Terbaik Tetapi Untuk Mencegah Yang Terburuk Berkuasa—Frans Magniz Suseno
Tak terasa pemilu 2019 tinggal hitungan hari—Pemilu
2019 akan menjadi tahun pertama di Indonesia dimana pemilihan Pileg dan Pilpres
akan diberlangsungkan secara serentak, namun memang seperti yang kita
ketahui pemilihan Presiden nampaknya
paling yang menjadi sorotan –karena pemilih akan lebih mendahulukan memilih
presidennya dibandingkan calon legislatifnya. Menurut survey yang dilakukan
lembaga riset dan konsultan politik Charta politika pada desember 2018 sebagian besar pemilih (72,3%) akan terlebih
dahulu mencoblos siapa pasangan capres dan cawapres pilihan mereka di kertas
suara, kemudian baru memilih siapa calon anggota legislative yang mereka anggap
layak duduk diparlemen.[1]
Tentunya dari sini kita tahu bahwa pemilih lebih ingin tahu dan menyimak Informasi
– informasi yang didapatkannya mengenai capres atau cawapres. Salah satu cara
pemilih mendapatkan informasi tersebut yaitu melalui Debat Pilpres. Debat
pilpres merupakan ajang dan inti dari kampanye yang
paling ditunggu-tunggu oleh masyarakat luas. Debat diharapkan dapat
memperlihatkan visi misi calon presiden dan calon wakil presiden, termasuk
penguasaan isu yang dibahas. Debat
pilpres pertama kali diadakan pada tahun 2004[2]
saat itu karena ini merupakan debat yang
pertama dalam sejarah perpolitikan tanah air, kesan yang didapat adalah masih
serba canggung, tak maksimal, dan tak mencerminkan sebagai sebuah debat
sesungguhnya, meskipun demikian hal itu merupakan sebuah rintisan yang baik
bagi demokratisasi di Indonesia.
Debat Pilpres seperti yang kita ketahui meskipun hanya
sebagai ritual yang dilakukan jelang pemilihan Presiden, namun agaknya akan
menimbulkan dampak yang signifikan terhadap pemilih. Thomas Holbrook dalam
penelitiannya yang dipublikasikan oleh
Springer menjelaskan bahwa perdebatan akan memperkuat keyakinan pemilih
dalam menilai kandidat, “ Bukti menunjukan, debat yang paling penting
setidaknya dalam hal perolehan informasi, adalah debat pertama. Biasanya, debat
pertama diadakan saat masyarakat kurang informasi yang mereka miliki dan
keputusan pemilih cenderung belum diputuskan”[3].
Pengamat Politik di Center for Strategic and Internasional studied (CSIS) Arya
Fernandes juga menilai bahwa debat antar calon presiden dan wakil presiden akan
mempengaruhi suara pada pemilu 2019, “ Efek debat bagi pemilih loyal tentu akan
memperkuat pilihannya, pemilih loyal tentu akan memperkuat pilihannya, tetapi
pemilih yang belum menentukan pilihan dipastikan akan sangat terpengaruh debat
capres-cawapres “. Dari pernyataan tersebut jelas memang debat Pilpres
merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi pemilih untuk pengambilan
keputusan.
Namun demikian apakah secara keseluruhan , debat
pilpres akan menggerakan pemilih yang belum menentukan pilihan menjadi memilih
pasangan calon atau malah memilih untuk tidak memilih? –Seperti yang kita
ketahui pemilih yang belum menentukan pilihan untuk memilih pasangan calon
dalam survey meningkat. Lembaga survey Alvara
Research Center menyatakan jumlah pemilih yang belum memutuskan atau undecided voters
atau meningkat
dibandingkan tahun lalu terutama pada golongan pemilih muda atau milenial, Pada
survey sebelumnya Desember 2018, pemilih yang belum memutuskan mencapai 10,6
persen. Sementara, pada survei terbaru jumlah pemilih ini meningkat menjadi
11,4 persen[4].
Terlebih masih banyak juga suara dari swing voters yang didominasi juga oleh
kaum milenial yang kritis dan rasional. Hal ini menjadi sebuah sorotan bersama
kemanakah akan berlabunya undecided voters dan swing voters ini. Banyak
kemungkinan yang akan terjadi, kedua kubu memang ingin mengambil hati kedua
suara tersebut karena sangat berpengaruh teradap hasil pemilihan nanti.
Untuk
itu nampaknya kita harus merefleksi kembali, bagaimana debat debat yang telah
lalu itu, apakah dapat mempengaruhi keputusan undecided voters dan swing voters
dalam menentukan pilihan dan apakah ada pengaruhnya bagi kita semua?. –Pertanyaan
ini dapat dijawab dengan dengan
menganalisis debat yang lalu dengan mempertanyakan relevansi yang hadir pada
isu-isu yang dibawakan. Dalam debat capres maupun cawapres terdapat isu-isu
yang menarik untuk dibahas, penulis ingin merangkumnya kedalam 3 isu utama yang
telah dibahas misalnya saja isu mengenai soal HAM Ideologi dan Agraria. Dalam menganalisa hasil
hasil debat yang telah lalu memang dibutuhkan fakta akurat dalam menilai apakah
debat tersebut membicarakan hal yang sifat nya substantif atau malah membicarakan hal yang sifatnya
tidak rasional –Menganalisis atau pun mengkritisi debat dengan berbagai
pendapat adalah hal yang sah-sah saja
tanpa harus takut dianggap mendukung salah satu calon, karena memang
mengkritisi adalah bagian dari sebuah diskursus itu sendiri.
Bidang
HAM yang dibahas pada debat pilpres lalu sepertinya masih memperdebatkan hal
yang jauh dari fundamentalisme HAM . HAM sendiri seperti yang kita ketahui merupakan isu yang sangat sensitif dalam membicarakan
pelanggaran HAM masa lalu . Kedua kubu sama-sama membicarakan hal-hal yang
sifatnya jauh dari substansi dari HAM itu sendiri. Seperti yang dikatakan
Robertus Robet “perdebatan
seputar HAM pada debat perdana pilpres 2019 yang tidak mendalam dinilai sebagai
hal wajar, karena masyarakat juga belum banyak yang paham”[5]. banyaknya masyarakat di Indonesia yang belum paham mengenai
HAM ternyata juga berpengaruh terhadap pandangan masyarakat mengenai
pelaksanaan HAM di Indonesia –yang sampai sekarang belum terselesaikan seperti
kasus Novel baswedan dan Munir, belum lagi kasus kasus pelanggaran HAM yang
baru- baru ini terjadi seperti penangkapan Robertus Robet yang dinilai menodai
kebebasan berpendapat. Sebagai pemilih tentunya kita menginginkan adanya
serangkaian debat yang dapat membangkitkan gairah kita untuk berfikir lebih
jauh mengenai apa-apa saja yang sudah dilakukan oleh petahana atau apakah yang
akan dilakukan oleh oposisi dalam upaya perlindungan, pemenuhan, pemajuan dan penegakan HAM
di Indonesia namun sepertinya kedua kubu belum memberikan jawaban yang tak
memberi langkah konkret apapun.
Dalam Bidang agraria pun nampaknya masih kurang dalam memaparkan program-program
yang lebih konkret dan terukur atas berbagai persoalan Agraria yang terjadi di
Indonesia. Agraria yang identik dengan pertanahan yang seharusnya menjadi fokus
kedua kubu –karena seperti yang kita tahu Indonesia adalah Negara agraris
nampaknya juga luput dari perhatian serius. Reforma agraria, konflik lahan,
kepemilikan lahan agaknya menjadi sorotan yang ada pada debat pilpres lalu.
Dalam isu ini memang ada perbedaan diantara keduanya dalam memahami kepemilikan
lahan yang ada di Indonesia, jika petahana menginginkan Bagi-bagi tanah melalui
sertifikat –berbeda dengan oposisi yang menginginkan semua tanah, air dan SDA dikuasai Negara.[6] Dalam hal ini persoalan tentang tanah memang
menjadi bagian terpenting dalam kehidupan bangsa. Seperti yang kita ketahui tanpa tanah maka
kita tidak akan bisa hidup.
Namun sebenarnya dalam
memahami hal ini, segala sesuatu yang berkaitan dengan agraria harus mendapatkan
solusi yang berkeadilan. Akses terhadap tanah merupakan inti dari masalah.
Keadilan agraria dapat diwujudkan melalui kebijakan reforma agraria yang lebih
substansial, tidak sekedar bagi-bagi tanah bersertifikat ataupun semua tanah
dikuasai Negara. Masalah agraria,timbul terutama berakar dari ketimpangan
struktur penguasaan ,pemilikian, penggunaan dan pemanfaatan tanah dan
sumber-sumber daya agraria lainnya. Hal ini harus menjadi perhatian serius
dalam memahami isu disektor agraria, karena sepenuhnya semuanya harus
bermanfaat terhadap rakyat.
Sementara itu di Bidang Ideologi nampaknya hal ini menjadi
menarik dibicarakan karena langsung bersentuhan dengan ideologi yang kita pakai
saat ini yaitu pancasila. Tentunya tidak ada perdebatan untuk mengganti
ideologi pancasila, karena sudah final dan absolut, namun ada kesamaan yang
menarik diantara keduanya tentang pemberlakuan pendidikan tentang pancasila
mulai dari paud sampai S3—Memang sah-sah saja dalam pemberlakuan kebijakan ini
dan bahkan memang sudah terealisasi, tetapi sebenarnya fokus utama dalam
membahas tentang pancasila juga harus diterapkan juga dalam bidang bidang yang
lainnya yang harusnya menyentuh langsung perekonomian rakyat. Hal ini
membuktikan pula bahwa masih kurangnya strategi
baru atau tawaran solusi yang mengandung unsur kreatif pada setiap paslon.
Untuk itu sebenarnya seharusnya diadakanya
debat, mencari relevansi pada setiap isu yang dibahas pada saat ini. Kehidupan
dramaturgi politik yang selalu menghiasi setiap kontestati politik memang tak
bisa dihilangkan. Pemilih harus dituntut lebih kritis dalam melihat sebuah
gagasan yang dilontarkan oleh kedua paslon. Terlebih lagi dalam situasi yang
semakin memanas dalam pergolakan politik yang terjadi saat ini tak heran
menimbulkan konflik yang semakin tinggi—di masa kampanye terbuka memang sudah
menjadi hal yang wajar jika tensi semakin panas apalagi masih ada debat
terakhir yang tentunya sangat berpengaruh terhadap pemilih untuk menentukan
sikap.
[1] Rivan Dwiastono, “Pileg kalah pamor dari pilpres 2019,efek samping
pemilu serentak”, BBC Indonesia, diakses dari http://www.bbc.com/indonesia-46902205, pada 3 april 2019
[2]Aswab Nanda Pratama "Saat
Debat Pilpres Diadakan untuk Kali Pertama di Indonesia",diakses dari
https://nasional.kompas.com/read/2019/01/17/10354791/saat-debat-pilpres-diadakan-untuk-kali-pertama-di-indonesia, pada 3 april 2019
[3] Febriansyah, “Debat pilpres dan
manfaatnya untuk Calon pemilih”, Tirto.id, diakses dari https://tirto.id/debat-pilpres-2019-dan-manfaatnya-untuk-calon-pemilih-dez7, pada 3 april 2019
[4]
CNN Indonesia, “Survei: Kaum Muda
Banyak Golput, 'Undecided Voters' Naik”, diakses dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190315142034-32-377581/survei-kaum-muda-banyak-golput-undecided-voters-naik,
pada 3 april 2019
[5] Tirto.id , "Rendahnya
Pemahaman HAM Capres Mencerminkan Masyarakat", diakses dari https://tirto.id/rendahnya-pemahaman-ham-capres-mencerminkan-masyarakat-deMY. pada
3 april 2019
[6] Tirto.id
"Debat Capres: Jokowi Bagi Tanah, Prabowo Mau Tanah Dikuasai
Negara", https://tirto.id/debat-capres-jokowi-bagi-tanah-prabowo-mau-tanah-dikuasai-negara-dheN. Pada
3 april 2019
0 Komentar