Oleh: Sukiman

Pembukaan
Diskusi yang di tampilkan pada tanggal 25 Januari 2018, di Teater Utan Kayu, Rawamangun, dihadiri oleh sekitar 150 orang dari berbagai komunitas maupun Individu. Antusias masyarakat terhadap diskusi ini dibuktikan, dengan meski panitia telah menyiapkan dua tempat, di dalam ruangan dan di luar ruangan (menggunakan layar interaktif), tetap saja belum bisa menyediakan tempat yang cukup untuk yang datang. Menurut saya, hal ini merupakan sebuah kemajuan yang cukup luar biasa, dimana ternyata sudah banyak masyarakat, khususnya warga Jakarta yang sudah tertarik tentang diskusi tentang sains.
Pada kesempatan diskusi kali ini, buku yang di review merupakan buku sains populer, karya pria berkebangsaan Israel, yaitu Yuval Noah Harari, yang telah menggemparkan dunia dengan tiga buku karyanya yang fenomal, yaitu Sapiens, Homo Deus, dan 21 Adab untuk Abad 21. Adapun diskusi kali ini, di pantik oleh seorang politikus PDIP, sekaligus anggota DPRD dan mantan aktivis 1998, yaitu Budiman Sudjatmoko. Ternyata diluar beberapa stigma negatif yang dilontarkan kepadanya, Sudjatmoko ini merupakan orang yang menurut saya punya tingkat literasi yang bagus, hal itu dibuktikan dari pengetahuannya yang luas, yang Ia kutip dari beberapa buku dalam maupun luar negeri yang pernah Ia baca.

Kegiatan Diskusi
Sudjatmoko mengatakan bahwa diantara semua buku yang pernah Ia baca, hanya ada empat buku yang benar-benar memberikan gambaran dunia ini dengan baik terhadapnya. Buku pertama, adalah karya Soekarno dengan judul Di Bawah Bendera Revolusi, dan berikutnya adalah karya Harari, yaitu Sapiens, Homo Deus dan 21 Adab untuk Abad 21. Pada saat diskusi, Sudjatmoko menjelaskan atau sedikit membedah inti dari isi beberapa buku Harari tersebut.

Shapiens
Menurutnya, kekuatan atau inti dari penjelasan Harari adalah kemampuannya dalam memisahkan atau membagi antara yang fiksi dengan realita. Fiksi adalah hasil dari imajinasi manusia, yang Ia gambarkan atau tangkap dari realitas. Menurut Harari, contoh fiksi adalah negara, sistem kebudayaan, sistem politik, dan lainnya. Contohnya, ketika Soviet runtuh pada tahun 1991, Soviet tentu tidak akan menangis, sungguh Ia hanya fiksi, yang menangis mungkin adalah Mikhail Gorbachev dengan orang-orang yang masih memercayai bahwa Soviet adalah negara adidaya yang memiliki cita-cita luhur untuk kesejahteraan dan harus runtuh hanya dalam waktu kurang dari satu abad, menyedihkan. Begitupun Indonesia, negara ini tidak tersenyum ketika 17 Agustus proklamasi dikumandangkan, sebagai bukti kemerdekaan, tetapi senyuman itu muncul dari Soekarno, Moh. Hatta, dan seluruh rakyat Indonesia yang berkumandang “Merdekaaaa!”, sebagai wujud kebebasan dan kedaulatan.
Tetapi, justru fiksi itulah kekuatan manusia yang paling utama, fiksi menjadi satu alasan yang paling kuat untuk menjadikan manusia sebagai spesies paling dominan di dunia. Lewat fiksi yang diciptakan Fir’aun, warga mesir mau membangun Piramida, lewat fiksi yang diciptakan oleh negara, warganya mau mempertaruhkan nyawa, lewat fiksi yang diciptakan oleh kaum liberal setiap masyarakat mendambakan kehidupan demokratis. Pada intinya, fiksi membuat manusia bekerja sama lebih baik dalam jumlah yang besar, dan kerja sama adalah kekuatan paling hebat di dunia ini. Simpanse memang bekerja sama, begitupun kawanan singa, tetapi sungguh mereka hanya bekerja sama dalam kelompok kecil. Terkecuali di dalam film fiksi, dimana seluruh simpanse di dunia bersatu untuk melawan manusia, dan itu merupakan hal yang mustahil, hingga saat ini.
Sudjatmoko, dalam diskusi ini juga menjelaskan bagaimana proses pembentukan fiksi itu dimulai. Di dalam revolusi kognitif, manusia memiliki kekuatan yang luar biasa dalam sistem informasi, yang melalui proses penangkapan data dari benda-benda dan penyimpanannya di dalam otak, yang menjadi lebih canggih ketika bisa disimpan dalam tulisan dan tentunya sekarang dalam bentuk digital. Secara proses, pembentukan fiksi berawal dari sistem informasi, yang lebih rinci digambarkan oleh Sudjatmoko sebagai berikut, Data à Cerita à Mitos à Aturan. Data diperoleh dari proses penangkapan informasi dari benda, yang di komunikasikan menjadi cerita, dipercayai menjadi mitos, dan tentunya menjadi aturan karena menjadi tuntunan manusia dalam bersikap. Namun prosesnya tidak sesederhana itu, manusia harus mengalami serangkaian evolusi yang mematikan dalam waktu ribuan hingga jutaan tahun dan membunuh atau dibunuh oleh para pesaing dari spesies lain.

Homo Deus
            Sistem kebudayan, sosial, ekonomi, politik di dunia ini sangat dipengaruhi oleh apa yang disebut dengan teknologi. Telah banyak bukti yang memperkuat argumen ini, disebutkan dalam sejarah bahwa dalam perekonomian umat manusia telah melewati beberapa revolusi. Revolusi I, ditandai dengan ditemukannya mesin uap di Inggris, yang telah mengubah Inggris menjadi negara industri, dampak dari revolusi ini sangat besar, yaitu terjadinya urbanisasi besar-besaran ke kota, meningkatnya kriminalitas, timbulnya berbagai undang-undang baru, seperti undang-undang tentang buruh, meningkatnya jumlah penduduk karena kebutuhan konsumsi tercukupi, dan lain sebagainya. Begitupun yang terjadi pada revolusi-revolusi beriktunya, seperti Revolusi II, yang ditandai oleh penemuan listrik; Revolusi III, ditandai dengan ditemukannya komputer; dan tentunya Revolusi IV, yang ditandai dengan perkembangan Artificial Intelegence (AI).
Setiap revolusi membawa perubahan yang signifikan terhadap berbagai sistem fiksi yang dikembangkan dan dipercaya oleh masyarakat. Di dalam Homo Deus, Harari mencoba untuk membawa kita memahami tantangan apa saja yang mungkin terjadi di masa depan setelah terjadinya Revolusi IV. Dimana terjadi tantangan besar, seperti disrupsi teknologi, dimana munculnya masyarakat tak berguna akibat AI telah hampir menguasai semua pekerjaan. Katakanlah supir, kasir, dokter, bahkan guru, bayangkan jika AI bisa mengendarai lebih aman, AI menghitung kembalian lebih baik daripada kasir, AI mendeteksi penyakit dengan tepat tanpa dilebih-lebihkan agar mendapat uang lebih banyak, dan bahkan AI lebih baik dalam mengajarkan anak-anak kita tentang matematika dan lainnya. Terdengar imaginer memang, tetapi sungguh dunia yang kita tinggali sekarang sedang menuju kesana.
Harari mencotohkan, bagaimana permainan catur yang sedari dahulu dibanggakan oleh manusia, tetapi bahkan sekarang pemain catur terbaik di dunia adalah sebuah robot. Atau bahkan lebih gila lagi, pekerjaan seni yang sedari dahulu tidak pernah tersentuh oleh robot, perlahan namun pasti telah terancam. Contohnya, bukan kegiatan sulit untuk youtube, menangkap kecenderungan apa yang sering Anda putar dan menjadikannya saran untuk apa yang ingin Anda putar berikutnya di bawah video Anda, atau aplikasi Spotify, dengan algoritmanya akan dengan mudah mengetahui kecenderungan musik yang Anda suka, dan sekarang sudah banyak dikembangkan robot dengan algoritma yang bisa memproduksi nada sesuai kecenderungan yang Anda minati.
Pemikiran tentang robot yang akan menguasai dunia adalah keliru, karena robot sama sekali tidak memiliki kesadaran. Kecerdasan berbeda dengan kesadaran, manusia memiliki keduanya. Tetapi bayangkan jika ada sekelompok elit yang menguasai robot yang bisa mereka suruh sekehendak mereka dan robot-robot itu sangat patuh terhadap tuannya. Maka bersiaplah bahwa dunia ini akan menghadapi bencana baru, dimana kesetaraan yang kita usahakan di dunia ini akan semakin jauh untuk diwujudkan.

21 Adab Untuk Abad 21
       Bila sebelumnya, Sapiens, menceritakan kisah masa lalu; Homo Deus, menceritakan kemungkinan masa depan, maka berikutnya 21 Adab untuk Abad 21, menceritakan tentang masa kini. Buku ini berisi nasihat-nasihat terhadap tantangan yang mungkin kita hadapi. Ada tiga poin utama dari buku ini yang menjadi tantangan manusia, yaitu perang nuklir, disrupsi teknologi, dan perubahan ekologi.
     Menurut Sudjatmoko, di era sekarang hubungan manusia dengan robot adalah seperti hubungan kakak yang cerdas dengan adik yang ingin belajar terus menerus. Si kakak yang cerdas terus mengajari adiknya yang sangat antusias, hingga akhirnya si adik lebih baik dari sang kakak yang hanya cerdas, dan harus kalah dari adiknya yang tidak berhenti untuk belajar.
     Namun ada alternatif lain yang mungkin terjadi jika nantinya manusia kehilangan pekerjaan. Harari mencontohkannya seperti sebagian orang Yahudi Israel yang pekerjaannya hanya ibadah, untuk keperluan fisik, mereka mengandalkan pemerintah, dan nyatanya mereka bisa lebih bahagia daripada orang Israel lainnya yang bekerja. Mungkin saja hal itu bisa terjadi pada manusia lain di dunia ini, dimana setiap orang berdo’a selagi para robot mengurusi setiap keperluan manusia, tetapi tunggu apakah kehidupan seperti itu bisa benar-benar menyenangkan, tidak ada yang tahu, sungguh.





0 Komentar