Pendahuluan


Latar Belakang

Desa Cikoneng merupakan desa yang terletak di Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banteng. Masyarakat Desa Cikoneng kebanyakan bermata pencaharian sebagai petani. masyarakat banyak menghabiskan waktunya untuk pergi kesawah. Biasanya padi dan tanaman produktif lainnya menjadi salah satu pemasukan warga masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya.  Di Desa Cikoneng mempunya hal yang menarik dalam hal kesenian. Masyarakat Desa Cikoneng sering mengundang kesenian calung dan silat untuk mengisi acara acara kegiatan masyarakat. Uniknya di desa ini merupakan satu satunya desa yang mempunyai kesenian Calung di desanya. Hal ini menarik untuk dibahas , sebab di zaman yang kian modern nampaknya masyarakat desa ini lebih menyukai hal-hal yang berbau kesenian tradisional, khususnya kesenian Sunda. Biasanya sebelum adanya kesenian Calung dan Silat , masyarakat desa hanya mengundang Pementasan Musik Dangdut saja untuk meramaikan acara, namun setelah adanya kesenian calung tersebut masyarakat sangat mendukung dan terus melestarikannya dengan cara mengundangnya diacara acara masyarakat.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagamaina solidaritas masyarakat terbentuk melalui kesenian calung dan silat di desa cikoneng serta melihat dampak yang dihasilkan dari kesenian tersebut.


Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut kami merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana latar belakang terbentuknya Calungan dan Silat di Desa Cikoneng ?
2. Bagaimana kesenian dapat menjadi alat penguat solidaritas masyarakat ?
3. Bagaimana dampak dari kesenian Calungan dan Silat di Desa Cikoneng ?


Pembahasan

A. Latar Belakang Terbentuknya Seni Calung dan Silat di Desa Cikoneng

1. Seni Calung
Seni Calung di Desa Cikoneng memiliki nama lengkap “Seni Calung, Kembang Harepan, Cikoneng, Rewod Group” didirikan oleh seorang warga Desa Cikoneng yang bernama Salikhan (55) pada tahun 2016. Awalnya Ia, sudah menyukai Seni Calung sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Pada saat itu, di sekolah Bapak Salikhan terdapat alat musik Calung, dan diadakan kompetisi antar kelas, hal ini membuat Bapak Salikhan menjadi tertarik terhadap Seni Calung ini. Bapak Salikhan tidak mampu membeli alat musik Calung, sehingga Ia memenuhi hasratnya dengan mendengarkan musik Calung yang dibawakan oleh Darso (seniman musik Calung yang terkenal) dari kaset yang Ia beli di Pasar Pari. Akhirnya ia pun mempunyai keinginan untuk membentuk sebuah kelompok musik Calungan .
Kelompok musik Calungan yang Salikhan inginkan beliau wujudkan dalam sebuah bentuk paguyuban di Desa Cikoneng, Beliau akhirnya mengumpulkan beberapa warga dan dan menemui ketua RT setempat untuk mendiskusikan rencana pembentukan sebuah kelompok musik Calung. Ia juga meminta restu kepada tokoh agama setempat untuk membuat sebuah kelompok musik . Akhirnya, disetujuilah bahwa kelompok kesenian calungan ini akan dibentuk sesegera mungkin. Setelah itu warga memulai gotong royong dengan cara bekerja di kebun dan membuat gula untuk modal membeli satu set alat musik Calung. Dalam usahanya dalam membeli satu set Calung, Pak Salikhan berusaha mencari informasi tentang jual-beli alat musik Calung, akhirnya ia menemukan sebuah satu set calungan bekas dengan harga yang lebih terjangkau.
Bapak Salikhan mulai mencari massa dengan cara mengajak beberapa orang yang pada awalnya tidak tertarik pada musik calung, namun akhirnya ia mampu mengumpulkan anggota yang terdiri dari warga RT 03 dan RT 05 dengan sembilan pemain tetap yang bisa memainkan alat musik calung. Bapak Salikhan sendiri sebagai vokalis dan ketua sub paguyuban bagian seni musik Calung. Dalam perkembangannya kesenian Calung ini berkembang menjadi grup lawak karena setiap kali mereka selesai memainkan permainan calungan ini mereka mengadakan sebuah lawakan yang di lakoni oleh pemian musik dari calungan itu sendiri. Seiringan berjalannya waktu, para pemain calung yang melawak sehabis bermain musik Calung ini akhirnya menamakan diri mereka sebagai Rewod Group.
Permainan musik calungan yang dimainkan oleh Seni Calung Kembang Harepan Cikoneng Rewod Group ini biasanya dihargai dengan harga sukarela . dari uang pembayaran sukarela tersebut akan dimasukkan ke dalam uang kas untuk kelangsungan kegiatan Seni Calung, Kembang Harepan, Cikoneng, Rewod Group serta mereka membuat sebuah pengajian yang mengundang kyai secara berkala yakni setiap tiga bulan sekali.

2. Seni Silat
Selain terdapat Seni Calung Kembang Harepan Cikoneng Rewod Group, terdapat pula seni silat yang diprakarsai oleh Kang Hendra, beliau berusia 31 tahun, Kang Hendra ini adalah salah satu pelatih silat di Desa Cikoneng dari 3 orang pelatih yang ada. Silat ini sudah terbentuk selama 2 tahun. Awalnya seni silat ini sudah ada sejak lama namun sempat tidak akif selama 5 tahun, namun aktif kembali dua tahun belakangan. Silat ini sempat terhenti karena permasalahan dana yang terhambat untuk membeli gendang, namun sekarang seni calungan ini kembali bangkit lagi karena terdapat dana sukarela dari warga desa yang berhasil di galakan oleh Kang Hendra. Karena adanya dukungan dari masyarakat dalam bentuk dana ini, kelompok pencak silat ini dapat membeli gendang. Menurut Kang Hendra, dahulu setiap penampilan silat tidak menggunakan gendang, hanya murni bela diri saja, namun seiring perkembangan jaman,  diiringi musik supaya sebagai pengiring. Seni silat di Desa Cikoneng ini dinamakan Sanggar Budi Luhur, namun walaupun sudah memiliki nama, seni silat ini belum memiliki lambang karena belum mendapatkan peresmian dari asosiasi persatuan pencak silat setempat. 
Kang Hendra termotivasi menghidupkan kembali seni pencak silat di Desa Cikoneng karena Pencak Silat merupakan hobi Kang Hendra sejak kecil yang diwariskan dari orang tua beliau merupakan pengajar di Sanggar Pencak Silat di desa lain, dan dahulu sempat diamanatkan untuk melatih di Desa Cikoneng sebelum mati suri selama 5 tahun . Kang Hendra mengawali penghidupan kembali pencak silat ini dengan mengumpulkan beberapa anak buahnya untuk dijadikan pelatih dalam seni silat di Desa Cikoneng, lalu ia membagikan informasi tentang kesenian silat ini kepada warga setempat. Pendirian sanggar ini mendapat sambutan positif dari masyarakat setempat dan  banyak orangtua yang memasukkan anaknya ke dalam seni silat ini. untuk mencegah anak-anak tmelakukan hal-hal yang cenderung negatif, seperti mislnya kecanduan bermain play station. Sebagian besar anggota sanggar Pencak Silat ini berusia pada kisaran usia sekolah dasar.
Seni silat sendiri terbagi ke dalam dua cabang yakni dari anak kecil hingga remaja diberi “bunga” sedangkan untuk dewasa keatas dan yang terpilih diberi “isi”. Dalam seni silat ini cabang yang diberikan ialah “bunga” alias gerakan dasar.  Calung dan pencak silat ini merupakan bentuk dari paguyuban, namun berbeda bidang, tapi terkadang jika ada panggilan calung dan silat ini dapat diundang secara bersamaan. Bayaran yang didapatkan dari tampilan silat atau calung ini dibayarkan dengan sukarela oleh warga yang mengundang, komuitas ini tidak pernah memberikan patokan harga .

B. Kesenian Sebagai Alat Penguat Solidaritas Masyarakat

Di Desa Cikoneng, kesenian bukan hanya dilihat sebagai hiburan semata, melainkan dapat pula sebagai alat untuk meningkatkan solidaritas diantara masyarakat. Dalam hal ini, kesenian calung dan silat  dilihat sebagai alat solidaritas, karena membentuk sikap kebersamaan dan gotong royong diantara masyarakat. Kebersamaan dan gotong royong tersebut terlihat ketika masyarakat berusaha mengikuti kegiatan kesenian tersebut dan menjaga agar kegiatan tersebut tetap berlangsung.
Dalam proses tersebut, kita bisa melihat bahwa pendekatan teori Durkheim mengenai solidaritas dapat dijadikan alat analisis untuk melihat fenomena yang terjadi akibat adanya kesenian di Desa Cikoneng. Durkheim dalam bukunya Division Of Labour mengatakan, bahwa solidaritas terbagi menjadi dua bentuk , yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas yang terbentuk di Desa Cikoneng merupakan bentuk dari solidaritas mekanik, yang memiliki sifat pembagian kerja yang sederhana dengan didukung kolektivitas dan gotong royong diantara masyarakatnya. Uniknnya solidaritas mekanik di Desa Cikoneng ini diperkuat dengan kesenian yang mereka lestarikan yaitu calung dan silat.
Adapun dalam  proses pembentukan solidaritas melalui kesenian bisa kita lihat dalam hasil wawancara dengan beberapa narasumber yang kami temui. Salah satunya adalah Bapak Salikhan, selaku ketua sanggar Calungan. Beliau mengatakan “(Kami mendapatkan uang untuk membeli calung) dari gotong-royong warga, jadi uangnya dari kerja bareng nyangkul tanah atau ngebon, terus hasilnya ditabung buat beli calung”. Dari ungkapan tersebut, kita dapat melihat bahwa ada semangat gotong royong yang disebabkan oleh kesadaran masing-masing individu untuk mengembangkan kesenian calung tersebut agar tetap eksis di Desa Cikoneng.
Selain itu hasil wawancara dari Bapak Salikhan, berikut, ada ungkapan dari anggota sanggar calungan, beliau adalah Bapak Ahmad, atau sapaan akrabnya Bapak Komeng, yang mengungkapkan “(Calung ini) sebagai forum silaturahmi masyarakat, biar rame supaya kampung ini, enggak sepi”. Sekali lagi ungkapan ini memperkuat bahwa solidaritas di Desa Cikoneng diperkuat oleh kesenian yang telah mereka lestarikan.
Selain kesenian calung, silat juga berperan dalam peningkatan solidaritas mekanik di Desa Cikoneng. Hal itu bisa kita simak dari ungkapan Bapak Hendra, beliau mengatakan bahwa “Orang tua menitipkan anaknya untuk belajar Silat, supaya tidak menghabiskan waktunya untuk hal yang tidak bermanfaat, seperti main PS (Play Station). Bisa kita lihat, bahwa sedari kecil anak-anak di Desa Cikoneng diberikan sosialisasi tentang budaya yang sama, hal itu semakin meningkatkan solidaritas di masyarakat, bahkan sedari kecil.
Dalam hal anggaran, kedua seni ini mengandalkan sukarela dari masyarakatyang dikumpulkan dalam uang kas. Contohnya, Kang Hendra, selaku pelatih Silat Desa Cikoneng  mengatakan, bahwa “Ini mah gak dipungut biaya, sukarela aja kalo ada uang dari hasil tampil diacara di Desa uangya dimasukan ke uang kas”. Atas data tersebut para anggota yang tampil secara sukarela memberikan hasil dari tampilnya demi kepentingan bersama, dan keberlangsungan Silat tersebut. Hal ini juga berlaku dari kegiatana Kesenian Calungan.
Kesenian calungan dan Silat yang telah dijelaskan diatas, membuat Kita menjadi tahu bahwa melalui kesenian, masyarakat dapat menjadi lebih akrab dan sering dalam menjalin komunikasi yang baik dengan semangat kolektifnya. Seni bukan hanya dilihat sebagai sarana hiburan dan penyaluran hobi semata, tetapi lebih dari itu, perpaduan yang menarik antara calungan dan Silat dapat membuat keindahan irama dan gerak serta rasa solidaritas untuk tetap mempertahankan kesenian tersebut agar tetap eksis di Desa Cikoneng.


C. Dampak dari kesenian Calungan dan Silat di Desa Cikoneng

1. Seni Calung
Dampak yang muncul dari kesenian calungan di desa cikoneng ini adalah terciptanya wadah untuk berkumpul dan membangun tali silaturahmi, solidaritas dan gotong-royong antar warga khususnya warga RT 03 dan RT 05. Kesenian calung sendiri menimbulkan solidaritas baru yang sebelumnya tidak pernah ada dimana sesama pecinta atau setidaknya memiliki keteratarikan calung bisa mempunyai wadah dalam berekspresi. Untuk ekspresi solidaritas terlihat dari adanya pembentukan usaha dalam memenuhi uang kas dimana terdapat salah satu acara yang bersifat pengulangan, yaitu acara pengajian yang mengajak Kyai yang sebelumnya merestui kegiatan keberlangsungan mereka sebagai tonggak utama acara dimana ia memberikan ceramah kepada hadirin yang berhubungan dengan organisasi seni calung.
Seni calung juga memberikan hiburan baru dimana hiburan baru ini sebetulnya ialah suatu kearifan lokal Jawa Barat yang dimunculkan karena adanya semangat dari Pak Salikhan dan sesama pejuangnya. Hiburan baru ini juga bisa menambah keragaman hiburan dimana gendangan, silat, dan qasidahan, serta organ tunggal yang sebelumnya sudah hadir memeriahkan setiap acara.
Seni calung juga semakin menguatkan solidaritas lama dimana antara warga semakin baik. Hal itu terlihat dimana pada saat terjadinya keinginan untuk membeli seperangkat musik calungan, banyak warga yang bersedia ikut serta dalam kegiatan gotong royong.
Selain itu, paguyuban dalam Desa Cikoneng ini merupakan bentuk pelestarian terhadap produk kesenian khas Sunda, yaitu Seni Musik Calung. Seni Calung merupakan perlambang dari nilai-nilai luhur masyarakat Sunda yang mencerminkan kesabaran masyarakat Sunda. Karena Pembuatan alat musik Calung membutuhkan bambu khusus, yaitu bambu hitam, dan tidak setiap ruas dapat dijadikan sebagai bahan dasar Calung. Cara memainkan alat musik ini juga tidak mudah, membutuhkan sbuah pelatihan khusus, sehingga keberadaan paguyuban ini juga merupakan sebuah pelestarian dari kearifan intangible milik masyarakat Sunda yang di sebarkan melalui lisan.

2. Seni Pencak Silat
Sama dengan Seni Calungan, seni Pencak Silat ini juga berfungsi sebagai wadah bagi masyarakat untuk berkumpul dan bersilaturahim sesama warga desa cikoneng, terutama bagi anak-anak Desa Cikoneng. Hampir semua anak-anak yang tinggal di Desa Cikoneng mengikuti Pencak Silat ini, biasanya latihan diadakan sehabis anak-anak mengaji. Pencak Silat membuka sebuah ruang baru untuk meningkatkan solidaritas masyarakat Desa Cikoneng sejak kecil.
Selain itu, manfaat dari Pencak Silat adalah untuk meningkatkan kesehatan warga Desa Cikoneng dengan melakukan gerakan-gerakan dalam Pencak Silat. Sama halnya dengan kegiatan olahraga lain, silat juga bisa membakar kalori dan meningkatkan kekuatan motorik tubuh. Selain itu, Pencak Silat merupakan sarana rekreasi yang dapat meningkatkan kebahagiaan masyarakat. 


Kesimpulan

Dari pemaparan tersebut, baik Seni Calung maupun Pencak Silat memiliki dampak positif bagi warga Desa Cikoneng, diantaranya adalah meningkatkan kerja sama dan kebahagiaan warga Cikoneng. Selain itu, Seni Calung dan Pencak Silat menjadi daya tarik masyarakat Cikoneng untuk tetap eksis bagi daerah sekitarnya. Kerja sama yang ditimbulkan juga tertular kepada kegiatan lain, seperti kerja bakti, dan kegiatan lain yang dilkukan bersama. Narasumber kami juga menyadari dan mengatakan bahwa tanpa adanya kesenian ini warga biasanya akan jarang bertemu dalam kegiatan bersama, hal itu membuat kerenggangan dan gotong royong masyarakat menjadi berkurang.

0 Komentar