Resiko Milenial Berbasis Virtual
Dunia Maya: Resiko Milenial Bebasis Virtual
-flmnzlfkr
Bismillah..
Kemajuan Teknologi masa kini membuat kita tercengang, sekaligus gembira. Hal ini kemuadian saya teringat Pak Pudin bicara tentang uang, bahwa "uang adalah sebuah Janusitas; dikutuk dan dipuja". (Syaifudin, S. Pd, M. Kesos).
Jika boleh saya meminjam perspektif tadi, maka Teknologi dan dunia maya pun juga memiliki janusitas (dua sisi) yang berbeda, ya! bisa menguntungkan namun juga niscaya akan merugikan kita (manusia).
Kalo tidak salah saya memahami, teringat ketika seorang Sosiolog, bernama Manuel Castel berkata bahwa ia melihat bahwa Kota sebagai unit konsumsi kolektif. Ia melihat bahwa tidak hanya Alat Produksi yang membangun dinding perbedaan kelas dalam masyarakat, tapi sebuah aktivitas konsumsi juga membangun segmentasi kelas.
Malangnya nasib masyarakat milenial. Nasib yg saya maksut bukanlah sebuah takdir rigid, atau sebuah pemberian tuhan (given) dan tak bisa diubah. Nasib yang dimaksut adalah sebuah situasi, kondisi, keadaan sosial yang dibuat oleh aktor (manusia) itu sendiri. Seiring kemajuan jaman manusia seringkali menyadari bahwa ia merasa diuntungkan, namun kali ini kita tidak tau bahwa kita pun dirugikan.
Pertama, Bapak berjenggot yang populer disapa dengan nama Marx (1818-1883) melihat kemudian revolusi industri melahirkan ruang ruang eksploitasi yang begitu masif, dan keterasingan bagi para buruh ketika itu.
Teknologi Telekomunikasi yang melahirkan dunia baru yakni dunia maya kini digemari berbagai kalangan ternyata juga membentuk sebuah akspoitasi dan keterasingan bagi kita selaku pengguna media sosial.
tanpa sadar, menikmati feature, game, chatting, dll.. adalah bentuk ekspoitasi non-fisik (virtual) secara langsung namun tanpa kita sadari. Di sisi lain kitapun harus (bahkan seolah dipaksa) untuk terus mengkonsumsi secara besar dan masal semua konten-konten media, bahkan semua orang tidak bisa lepas mulai bangun tidur hingga hendak tidur pasti buka handpone dan medsos. hemat saya bahwa pekerjaan kita sekarang adalah main Gadget dan Medsos tanpa henti adalah sebuah eksploitasi non-fisik.
Kedua, dalam konteks ruang Gadget dan Medsos juga membangun ruang-ruang ekslusif baik di kehidupan nyata maupun dunia maya. Secara langsung kita yg asik dengan gadget akan terasig dari orang terdekat, sekaligus membentuk ruang virtual baru di dunia maya.
Mengutip Saunders dalam bukunya berjudul Social Theory and The Urban Question, pandangan Simmel konsen dalam essay berjudul The Metropolis of Mental Life terhadap masalah masalah kebebasan, individu, modernitas, DOL, rasionalitas intelektual dan ekonomi uang.
Simmel dalam The Philosophy of Money, sedikit saya teringat menjelaskan perubahan perilaku masyatakat kota dimana budaya Objektif lebih dominan dibanding budaya Subjektif.
Ketiga, Kapitalisme terus menggerus aspek ekonomi dan menggerus aspek sosial kita. Ada beberapa pihak yg terlibat setidaknya berperan, dan seolah olah berkelit kelindan satu diantaranya;
Perusahaan Teknologi Informasi, tanpa sadar dengan iklan bergaya persuatif, memberi sugesti yang menggoda mata hingga tergugah hati untuk segera membeli produk produk canggih. kemudian melalui kecanghihannya dan tingkat kemahalannya dengan langsung membuat segmentasi kelas konsumsi bahwa yang mahal yang bergengsi.
Perusahaan pembuat Medsos, kita juga sering mengakses secara bebas, kemudian tanpa sadar kita memperkaya perusahaan dengan featur canggih dan membuat kita mau mengakses feature tersebut dan sistem konfersi Kuota data internet dengan skala besar karena konsumsi kolektif masal.
Perusahaan Kuota data Internet, bisa dibilang Gadget, Pulsa/Kuota dan Medsos dalam sudut pandang ekonomi adalah barang komplementer, tanpa salah satu diantaranya maka tidak berfungsi dengan baik. Nah konsumsi terhadap Kuota data juga menjadi tuntutan nagi kita agar dapat membuka akses internet.
Iming-iming harga Kuota Perdana murah justru menjebak konsumen, terlihat memang murah tapi sebenarnya itu adalah cara agar kita mau membeli produk, kemudian dengan jumblah masal kuota itu terkonfersi dan dikonsumsi besar besaran.
Sepanjang Tulisan ini maka sayapun sadar bahwa sesuatu yang diciptakan manusia pasti ada dua sisi yg berbeda, diatas adalah sebuah kecemasan pribadi yg muncul ketika melihat teman teman saya bilang benci ekspoitasi, benci kapitalisme dan sebagainya, tapi ngga sadar bahwa mereka melakukan itu.
Terakhir, kata Giddens mengenai konsep modernitas bahwa "hari ini kita tidak bisa menolak kapitalisme, jika menolak maka seperti menjilat ludah sendiri".
Juga terinspirasi Pak Pudin selaku dosen Sosiologi UNJ, belau suka nulis.
Baca dari:
George Ritzer, 2012, Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern.
Georg Simmel, The Pholosophy of Money. (ebook)
Peter Saunders, Sosial Theory and the Urban Question.(ebook)
Mark Gottnier and Ray Hutchion, 2011, The New of Urban Sociology.(ebook)
Juga Sedikit Berkhayal 😂😂
-flmnzlfkr
Bismillah..
Kemajuan Teknologi masa kini membuat kita tercengang, sekaligus gembira. Hal ini kemuadian saya teringat Pak Pudin bicara tentang uang, bahwa "uang adalah sebuah Janusitas; dikutuk dan dipuja". (Syaifudin, S. Pd, M. Kesos).
Jika boleh saya meminjam perspektif tadi, maka Teknologi dan dunia maya pun juga memiliki janusitas (dua sisi) yang berbeda, ya! bisa menguntungkan namun juga niscaya akan merugikan kita (manusia).
Kalo tidak salah saya memahami, teringat ketika seorang Sosiolog, bernama Manuel Castel berkata bahwa ia melihat bahwa Kota sebagai unit konsumsi kolektif. Ia melihat bahwa tidak hanya Alat Produksi yang membangun dinding perbedaan kelas dalam masyarakat, tapi sebuah aktivitas konsumsi juga membangun segmentasi kelas.
Malangnya nasib masyarakat milenial. Nasib yg saya maksut bukanlah sebuah takdir rigid, atau sebuah pemberian tuhan (given) dan tak bisa diubah. Nasib yang dimaksut adalah sebuah situasi, kondisi, keadaan sosial yang dibuat oleh aktor (manusia) itu sendiri. Seiring kemajuan jaman manusia seringkali menyadari bahwa ia merasa diuntungkan, namun kali ini kita tidak tau bahwa kita pun dirugikan.
Pertama, Bapak berjenggot yang populer disapa dengan nama Marx (1818-1883) melihat kemudian revolusi industri melahirkan ruang ruang eksploitasi yang begitu masif, dan keterasingan bagi para buruh ketika itu.
Teknologi Telekomunikasi yang melahirkan dunia baru yakni dunia maya kini digemari berbagai kalangan ternyata juga membentuk sebuah akspoitasi dan keterasingan bagi kita selaku pengguna media sosial.
tanpa sadar, menikmati feature, game, chatting, dll.. adalah bentuk ekspoitasi non-fisik (virtual) secara langsung namun tanpa kita sadari. Di sisi lain kitapun harus (bahkan seolah dipaksa) untuk terus mengkonsumsi secara besar dan masal semua konten-konten media, bahkan semua orang tidak bisa lepas mulai bangun tidur hingga hendak tidur pasti buka handpone dan medsos. hemat saya bahwa pekerjaan kita sekarang adalah main Gadget dan Medsos tanpa henti adalah sebuah eksploitasi non-fisik.
Kedua, dalam konteks ruang Gadget dan Medsos juga membangun ruang-ruang ekslusif baik di kehidupan nyata maupun dunia maya. Secara langsung kita yg asik dengan gadget akan terasig dari orang terdekat, sekaligus membentuk ruang virtual baru di dunia maya.
Mengutip Saunders dalam bukunya berjudul Social Theory and The Urban Question, pandangan Simmel konsen dalam essay berjudul The Metropolis of Mental Life terhadap masalah masalah kebebasan, individu, modernitas, DOL, rasionalitas intelektual dan ekonomi uang.
Simmel dalam The Philosophy of Money, sedikit saya teringat menjelaskan perubahan perilaku masyatakat kota dimana budaya Objektif lebih dominan dibanding budaya Subjektif.
Ketiga, Kapitalisme terus menggerus aspek ekonomi dan menggerus aspek sosial kita. Ada beberapa pihak yg terlibat setidaknya berperan, dan seolah olah berkelit kelindan satu diantaranya;
Perusahaan Teknologi Informasi, tanpa sadar dengan iklan bergaya persuatif, memberi sugesti yang menggoda mata hingga tergugah hati untuk segera membeli produk produk canggih. kemudian melalui kecanghihannya dan tingkat kemahalannya dengan langsung membuat segmentasi kelas konsumsi bahwa yang mahal yang bergengsi.
Perusahaan pembuat Medsos, kita juga sering mengakses secara bebas, kemudian tanpa sadar kita memperkaya perusahaan dengan featur canggih dan membuat kita mau mengakses feature tersebut dan sistem konfersi Kuota data internet dengan skala besar karena konsumsi kolektif masal.
Perusahaan Kuota data Internet, bisa dibilang Gadget, Pulsa/Kuota dan Medsos dalam sudut pandang ekonomi adalah barang komplementer, tanpa salah satu diantaranya maka tidak berfungsi dengan baik. Nah konsumsi terhadap Kuota data juga menjadi tuntutan nagi kita agar dapat membuka akses internet.
Iming-iming harga Kuota Perdana murah justru menjebak konsumen, terlihat memang murah tapi sebenarnya itu adalah cara agar kita mau membeli produk, kemudian dengan jumblah masal kuota itu terkonfersi dan dikonsumsi besar besaran.
Sepanjang Tulisan ini maka sayapun sadar bahwa sesuatu yang diciptakan manusia pasti ada dua sisi yg berbeda, diatas adalah sebuah kecemasan pribadi yg muncul ketika melihat teman teman saya bilang benci ekspoitasi, benci kapitalisme dan sebagainya, tapi ngga sadar bahwa mereka melakukan itu.
Terakhir, kata Giddens mengenai konsep modernitas bahwa "hari ini kita tidak bisa menolak kapitalisme, jika menolak maka seperti menjilat ludah sendiri".
Juga terinspirasi Pak Pudin selaku dosen Sosiologi UNJ, belau suka nulis.
Baca dari:
George Ritzer, 2012, Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern.
Georg Simmel, The Pholosophy of Money. (ebook)
Peter Saunders, Sosial Theory and the Urban Question.(ebook)
Mark Gottnier and Ray Hutchion, 2011, The New of Urban Sociology.(ebook)
Juga Sedikit Berkhayal 😂😂
0 Komentar