Baik dalam Beragama berarti Mengamalkan Nilai-Nilai Pancasila:
Relasi antara Rukun islam dengan Pancasila

Relasi antara Negara dan agama memiliki beberapa kecendrungan sebagai berikut,
Negara berdasar agama,yakni bersatunya pemegang otoritas Negara dan agama. Otoritas Negara dijalankan berdasar pada agama tertentu
Agama sebagai spirit bernegara, pada model ini Negara tidak secara formil menganut agama tertentu, namun nilai-nilai agama menjadi spirit penyelenggara dan penyelenggaraan Negara itu, Negara menjamin untuk setiap warga dapat memeluk agama dan beribadat sesuai agamanya.
Negara sekuler, Negara model ini memisahkan otoritas Negara dan agama, Negara tida mengurus agama dan agama tidak berkaitan dengan Negara.(1)
Dari 3 kecendrungan ini, para perumus ideologi Negara telah bersitegang untuk mengambil salah satu kecendrungan tersebut. Dengan berbagai argumentasinya mereka berusaha untuk membuat ideologi yang sesuai untuk bangsa ini. sidang BPUPKI pertama, telah menghasilkan rumusan dasar ideologi Negara. Namun, terjadi perubahan pada sila pertama yakni penghapusan tujuh kata pada saat pengesahan dalam sidang PPKI. Tujuh kata dari sila pertama menjadikan Indonesia adalah Negara berdasar agama. Karena kebijaksanaan dan kecerdasan, dari pemimpin bangsa saat itu.  Telah menghasilkan ideologi sebagai spirit bernegara. Ideologi tersebut adalah ideologi pancasila.
Pancasila sebagai ideologi, sering diperdebatkan bahkan sejarah membuktikan bahwa pada masa orde lama muncul inisiatif untuk menginterpretasi ulang pancasila. Pada masa itu, muncul golongan nasionalis islam yang berinisiatif untuk mengembalikan tujuh kata yang dihapus dalam sila pertama. Untuk menjawab permasalahan tersebut, terdapat sebuah pertanyaan yang patut diajukan pada mereka. Lantas apakah sebuah ideologi Negara hanya mengatur satu agama saja didalamnya? Apakah akan cocok didalam Negara yang plural seperti NKRI?. Jika tujuh kata tersebut masih dipertahankan maka ideologi tersebut lemah dan tidak dapat mengatur penganut agama lain. Lalu pada hakikatnya, ideologi merupakan cita cita seluruh rakyat yang dengannya terjalin persatuan yang erat. Tetapi jika masih terdapat tujuh kata tersebut mungkinkah NKRI akan bersatu? Tentunya, akan terpecah belah, bahkan banyak kepulauan yang akan memisahkan diri dari Negara ini. Pancasila terus bertahan, dan membuktikan sebagai ideologi yang cocok bagi bangsa ini, melalui sejarah tersebut.
Jika masih terdapat golongan islam yang berinisiatif untuk menginterpretasi ulang pancasila, tulisan ini akan sedikit menjelaskan hubungan pancasila dengan agama islam. tidak dapat dipungkiri para tokoh perumus pancasila merupakan seorang muslim. Sehingga dapat dilihat bahwa jumlah sila dalam pancasila sebagai ideologi Negara diambil dari ideologi islam yakni “rukun islam”. Selain dalam hal jumlah, pancasila dengan rukun islam pun berkaitan dalam hal makna. Berikut penjelasannya
Sila pertama, ketuhanan Yang Maha Esa, sila ini menerangkan tentang ketuhanan begitu pula syahadat yang merupakan pengakuan terhadap Allah yang tunggal.
Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, berkaitan dengan sholat. Kenapa demikian? Sholat merupakan suatu ibadah yang pada hakikatnya bertujuan untuk membuat manusia beradab. Seperti dalam surat al ankabut ayat 45:
وَالْمُنْكَرِ الْفَحْشَاءِ عَنِ تَنْهَىٰ الصَّلَاةَ إِنَّ
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.
Jadi, bila seseorang itu melaksanakan sholat dengan sempurna memenuhi rukun,syarat, dan khusyuk pasti seseorang itu akan mempunyai akhlak yang baik, seseorang yang berakhlak baik/beradab telah mengamalkan nilai pancasila sila kedua.
Sila ketiga, persatuan Indonesia yang artinya seluruh elemen masyarakat di Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, ras, dan agama membentuk kesatuan dalam wadah bangsa Indonesia. Kesatuan dan persatuan akan terbentuk jika tidak terdapat jurang pemisah antara masyarakat. Jurang pemisah yang paling nyata itu adalah kesenjangan ekonomi antara yang kaya dan miskin. Dan dalam islam terdapat zakat yang akan mengatur perekonomian suatu Negara. Dengan zakat akan menimbulkan kasih sayang antara orang yang kaya dengan si penerima zakat, sehingga rasa persatuan sebagai warga Negara Indonesia akan terwujud.
Dalil mengenai persatuan terdapat dalam potongan hadis berikut yang diriwayatkan imam muslim:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
Perumpamaan kaum Muslimin dalam saling mengasihi, saling menyayangi, dan saling menolong di antara mereka seperti perumpamaan satu tubuh. Tatkala salah satu anggota tubuh merasakan sakit, maka anggota tubuh yang lainnya akan merasakan pula dengan demam dan tidak bisa tidur”
Sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Dengan puasa akan timbul kebijaksanaan dan jiwa kepemimpinan, kenapa seperti itu ? ketika seseorang merasakan lapar seperti orang fakir miskin, maka akan timbul kebijaksanaan dalam menggunakan hartanya. Dia akan bijak menggunakan apa yang dititipkan kepadanya, dan kebijaksanaan tersebut tercermin pada saat waktunya berbuka, orang akan berlomba untuk memberi makanan kepada fakir miskin untuk berbuka puasa, dan orang pun akan berlomba untuk sekadar bersedekah. Pada saat bulan puasa, seseorang dilatih jiwa kepemimpinannya saat diminta untuk menjadi da’i dalam kultum, ataupun hanya sekadar menjadi muadzin. Selain itu, dalam menentukan puasa dilakukan musyawarah para ulama yang dikenal dengan sidang itsbat. Sidang itsbat menunjukkan kepemimpinan dalam suatu Negara terkait menentukan masuknya bulan ramadhan. Di dalam menentukan tersebut setiap daerah mempunyai perwakilan untuk melihat hilal (bulan baru) di daerah masing-masing, yang kemudian dilaporkan pada mentri agama, disini mentri agama dituntut untuk memimpin musyawarah secara bijaksana.
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS Asy Syura : 38)
Syekh siti jenar wali Allah dari jawa (masa kerajaan demak)mengajarkan arti demokrasi “ demokrasi bukanlah menang atau kalahnya bagi suatu kelompok, demokrasi adalah memberikan tempat bagi semua orang. Demokrasi harus dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Agar setiap orang mendapatkan tempat dalam hidup ini, maka demokrasi harus ada dalam permusyawaratan perwakilan.” (2)
Sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pada rukun islam, terdapat haji. Haji adalah proses sosial yang terbesar di dunia. Dimana setiap orang dari penjuru dunia yang berbeda status sosial bersatu dalam satu tempat dan waktu yang sama, memiliki kewajiban/rukun haji yang sama, memakai baju yang sama hal ini menunjukkan keadilan Allah yang seharusnya diikuti oleh para manusia.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (90)
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebijakan, memberi kepada kamu kerabat, dan Allah  melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (an-nahl: 90)
Dari semua uraian diatas terbukti bahwa nilai-nilai dalam sila pancasila sesuai dengan ideologi islam, seseorang yang menjalankan rukun islam (buniyal islam) dengan baik dan benar telah mengamalkan nilai-nilai pancasila. Sehingga seyogyanya sebagai seorang muslim harus mendukung dan bangga terhadap para perumus pancasila. Dukungan tersebut harus diwujudkan dengan menolak aliran islam garis keras/ atau aliran apapun yang ingin menginterpretasi ulang pancasila.
Penginterpretasian pancasila merupakan hal yang tidak patut, Karena pancasila merupakan filsafat ilmu yang telah teruji kebenarannya baik dari segi ontologis, epistimologis dan aksiologis. Jika masih merasa tidak puas terhadap sila pertama, maka perlu diketahui bahwa sila pertama telah menghasilkan undang-undang yang dihasilkan dari penyerapan hukum islam. Pola penyerapan itu terdiri dari 3 cara, yakni secara formal, substansial, dan esensial.
Formal, penyerapan hukum islam pada hukum nasional secara formal dan hanya berlaku bagi umat islam. Penyerapannya bersifat suatu keharusan. Seperti, zakat, wakaf, peradilan agama dan haji. Zakat terdapat dalam UU RI  No 38 tahun 1999
Substansial (dzatiah), memperjuangkan nilai nilai inti dari ajaran islam dalam perundang undangan seperti masalah pornografi, perjudian, penyalahgunaan narkoba dsb.
Esensial (ruhiah), hukum islam yang belum memungkinkan diterapkan diupayakan untuk memasukan esensi hukum islam ke dalam perundangan yang berlaku. Seperti dalam hukum pidana islam belum perlu mendorong berlakunya hukum jinayat islam secara formal ataupun substansial, tetapi mengupayakan esensi hukum jinayat. Misalnya terhadap pelaku zina yang tidak dianggap dalam KUHP, tidak dianggap sebagai pidana harus diperjuangkan menjadi delik pidana dengan hukuman ta’zir. (3)
NKRI Merupakan Negara dengan keberagaman, untuk menanggapi keberagaman tersebut sebenarnya pancasila telah memberi jalan bahwa hal yang harus di perhatikan sangat mendalam di kelima sila tersebut adalah ‘sila pertama’, kenapa harus sila pertama? Pancasila merupakan piramida segitiga di mana nilai teratas adalah sila pertama. Jika pemahaman dan pengamalan pada sila pertama sudah baik, maka pengamalan sila sila selanjutnya adalah keniscayaan. Diibaratkan bahwa sila pertama merupakan pintu masuk dari segalanya, jadi perbaikilah agama dan pahami butir butir sila pancasila untuk selanjutnya mewujudkan pengamalan sila selanjutnya. Dan tak perlu lagi untuk khawatir dalam mengamalkan pancasila karena antara pancasila dengan agama memiliki keterkaitan erat yang tak dapat dipisahkan.  Dengan kata lain, seseorang yang baik dalam agamanya maka telah mengamalkan nilai-nilai dalam sila pancasila.
Abdurrahman, pendidikan pancasila, upt mku unj, hal. 110
Achmad chodim, syekh siti jenar, serambi ilmu semesta, hal. 68
Hasyim asy’ari, “relasi Negara dan agama di Indonesia”, http://rechtsvinding.bphn.go.id/jurnal_online, diakses pada tanggal 30 mei 2017 pukul 17.00 

0 Komentar