Masih Adakah Nilai Luhur Pancasila di Negeri Ku?
Asti Puspitasari Putri
Pendidikan Sosiologi 2016

Tulisan ini berisikan tentang kekhawatiran saya tentang negeri ini, tidak bermaksud untuk menyinggung pihak manapun.
Seperti yang kita ketahui,pancasila adalah ideology negara kita tercinta, Indonesia. Etimologi kata “Pancasila” berasal dari bahasa Sansekerta dari India (kasta Brahmana) yaitu penggalan kata Panca yang berarti “Lima” dan Sila yang berarti “Dasar” . Secara harfiah kata Pancasila bisa diartikan sebagai Lima Dasar. Pancasila lahir dari buah pikir tokoh-tokoh pendiri bangsa .Konsep dan rumusan awal Pancasila pertama kali dikemukakan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945, maka pada tanggal 1 Juni 1945 ditetapkan sebagai Hari Lahirnya Pancasila. Sifat kekelan Pancasila tidak perlu diragukan lagi, dapat dilihat dari terdapatnya banyak pemberontakan-pemberontakan yang ingin mengganti ideology Pancasila menjadi ideology lain, namun akhirnya pemberontakan-pemberontakan tersebut dapat ditumpas.
Kita sudah tidak asing lagi dengan kata Pancasila. Dari Taman Kanak-Kanak sampai sekarang pun, istilah Pancasila tidak luput dari kehidupan kita. Pancasila paling sering didengungkan pada saat upacara dulu. Kita mungkin sudah hafal bunyi kelima sila pancasila di luar kepala. Namun, apakah kita sudah menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari? Saya sebagai penulis pun tidak ingin munafik, saya juga belum sepenuhnya melaksanakan nilai-nilai Pancasila tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Sila-Sila Pancasila ada 5 yang terdiri dari : Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, Kedua,Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Ketiga,Persatuan Indonesia,Keempat,Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan dan yang Kelima adalah Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Pada zaman Orde Lama,nilai-nilai Pancasila ini dijadikan pedoman untuk mengintegrasikan masyarakat.Integrasi semacam ini dinamakan integrasi normative. Sehingga wajar jika masyarakat pada masa itu masih menerapkan nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan mereka. Jika dilihat dari dua tipe solidaritas sosial menurut Emile Durkheim (mekanik dan organic),solidaritas yang terbentuk pun adalah solidaritas mekanik yang ditandai dengan adanya kesadaran kolektif dan kebersamaan. Dahulu, nilai-nilai Pancasila memang masih diterapkan di Indonesia berupa nilai-nilai religious, kemanusiaan, persatuan , kerakyatan, keadilan,dll. Bahkan pada masa Orde Baru para siswa dan siswi diwajibkan untuk menghafal butir-butir Pancasila.
Sekarang,marilah kita lihat kenyataan pada masa sekarang ini, apakah nilai-nilai pancasila tersebut masih tetap lestari? Atau malah sebaliknya? Hal inilah yang menjadi kekhawatiran saya. Jika kita lihat pada masa sekarang ini, nilai-nilai luhur Pancasila seakan-akan mulai memudar. Masyarakat seakan-akan kehilangan jati dirinya sendiri. Hal ini bisa kita lihat dari sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang mengisyaratkan kita sebagai masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beragama serta menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi pada kenyataannya, di dalam kehidupan bermasyarakat ini masih adanya konflik-konflik yang mengatasnamakan agama. Memang, konflik itu adalah gejala yang wajar terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat.Jika kita ingin menghilangkan konflik, maka hilangkan juga masyarakatnya. Tetapi setidaknya jika kita menerapkan nilai-nilai luhur sila pertama ini, maka diharapkan dapat meminimalisir konflik yang terjadi . Selanjutnya marilah kita melihat sila selanjutnya yaitu sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”. Di dalam sila ini mengisyaratkan bahwa kita sebagai masyarakat Indonesia haruslah memegang teguh nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi yang terjadi adalah masih banyaknya peristiwa-peristiwa yang mengesampingkan bahkan tidak berperikemanusiaan. Terlebih pada masyarakat perkotaan pada zaman ini, dimana lebih mengedepankan nilai individualitas. Padahal pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial. Kasus-kasus yang bertentangan dengan sila ini yang baru terjadi adalah maraknya geng-geng motor yang tidak segan-segan untuk membunuh secara keji orang-orang yang melintas di jalan raya. Belum lagi ditambah dengan peristiwa lain yang mengabaikan nilai kemanusiaan. Hal ini bahkan mengancam keamanan dan kedamaian masyarakat dengan banyaknya peristiwa-peristiwa yang tidak berperikemanusiaan. Lalu marilah kita melihat sila ketiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia” . Sila ini menekankan adanya persatuan di dalam kehidupan rakyat Indonesia. Hal ini sesuai dengan konsep integrasi nasional yang berarti proses menyatunya semua kelompok dan golongan dalam satuan politik nasional,yakni, dalam konteks Indonesia, sebagai bagian dari suatu negara bangsa Indonesia (NKRI). Namun pada kenyataannya masih banyak kasus-kasus berupa disintegrasi sosial dalam masyarakat Indonesia yang mengancam integrasi nasional.Salah satunya bisa kita lihat dari konflik-konflik yang ada di daerah-daerah di Indonesia. Selanjutnya kita beralih ke sila keempat yang berbunyi “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan”. Sila ini menekankan agar kita senantiasa menjalankan nilai-nilai kerakyatan,misalnya nilai demokrasi dan musyawarah untuk mufakat. Memang di Indonesia sudah diterapkan nilai-nilai demokrasi yang cukup baik, namun di balik nilai demokrasi itu masih terdapat berbagai masalah seperti kecurangan, kurangnya menghargai pendapat dan perbedaan, serta bisa mendatangkan masalah yang paling besar adalah terdapatnya pemimpin-pemimpin yang tidak mengemban amanah rakyat di pundaknya . Sampailah kita kepada sila yang kelima yang berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Sila ini mengedepankan nilai-nilai keadilan untuk seluruh rakyat Indonesia dalam segala aspek. Tapi pada kenyataannya, masih banyaknya ketimpangan-ketimpangan dalam masyarakat yang berujung pada ketidakadilan,contohnya ketimpangan dalam aspek ekonomi. Pengalokasian sumber daya yang tidak merata masih menjadi penyebab konflik-konflik yang terjadi di Indonesia.
Dari uraian di atas, kita tidak selayaknya ‘mengabaikan’ masalah-masalah dalam penerapan nilai- nilai luhur di Pancasila. Kita sebagai generasi muda wajib untuk membawa Indonesia kearah yang lebih baik lagi, dengan melestarikan dan menerapkan nilai-nilai Pancasila. Bukan tidak mungkin hal ini bisa terwujud. Saya berharap,semoga kita bisa mewujudkan masyarakat Indonesia yang mempunya jiwa pancasila. Amin ya rabbal’alamin…..
TALK LESS DO MORE!



Sumber Bacaan  :
Wikipedia Indonesia


Paulus Wirutomo,dkk (2012), Sistem Sosial Indonesia,Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)

0 Komentar