Kebangkitan Nasional Melalui Penetrasi Pendidikan
Oleh :Dini Sintia Dewi

“Bangkit-bangkit umurmu sudah 72 tahun”
Tulisan ini diajukan untuk memperingati hari besar di bulai Mei yaitu hari buruh pada 01 Mei, hari Pendidikan bertepatan pada 02 Mei dan hari kebangkitan nasional pada 20 Mei. Urgensi terhadap buruh, pendidikan merupakan fokus utama penulis dalam meningkatkan kontribusi pemerintah dan masyarakat dalam merayakan kebangkitan nasional sesunguhnya.
Ketika kita berbicara tentang pendidikan maka terlitas seorang tokoh yang sangat penting dalam pengaruh pendidikan di dunia barat seperti Arisoteles, Plato sampai perintis pendidikan modern yaitu Lock dan Deway. Tetapi bagi perintis sosiologis pendidikan tak menarik rasanya ketika revelansi pendidikan tidak dihadirkan seorang tokoh yang membawa dunia pendidikan secara radikal dan revolusioner yaitu Karl Marx.
Karl Marx dengan sapaan terkenal ialah Marx, beliau bukan saja seorang ahli teori dialah seorang revolusioner yang mendedikasikan hidupnya untuk mengubah dunia melalui saluran pendidikan. Melalui karyanya Marx memainkan peran sebagai pendidik atau peneliti di dunia akademis. Pusat perhatian Marx adalah masyarakat secara keseleruhan dan analisanya mengenai pendidikan selalu diletakan dalam konteks analisa lebih luas. Sebab itu, tulisan-tulisannya tak sekedar menghadirkan pemahaman mengenai persekolahan dimasanya, namun juga sebuah rancangan yang detail mengenai persekolahan dimasa depan. (Small,2015).
Ketika kajian teoritis Mark mengenai sekolah masa depan dapat diadopsi ke pendidikan Indonesia merupakan bentuk dari revolusioner pendidikan untuk mewujudkan kebangkitan nasional sesungguhnya. Kebangkitan nasional bukan dalam hal perjuangan fisik untuk menyeimbangkan yang belum seimbang. Tetapi kebangkitan pada dewasa ini adalah kebangkitan dalam bentuk perubahan penserataan intelektual dalam bentuk penetrasi pendidikan.
Sementara itu, apa hubungan kapitalisme dan pendidikan? Mark menginterpretasikan dalam sebuah sekolah yaitu sekolah buruh dimana dalam sebuah artikel mengenai kondisi industri Inggris yang dimuat dalam koran New York Herald Tribune. Marx menuliskan kritiknya atas pertentangan kaum industrialis mengenai kesempatan buruh anak untuk memperoleh pendidikan berdasarkan sistem paruh-waktu. Sistem paruh-waktu didasarkan pada prinsip bahwa anak yang diperbolehkan untuk dijadikan buruh anak juga diberikan kesempatan untuk mengikuti sekolah setiap harinya. Kebijakan sistem paro-waktu pada hasil awal telah mengurangi hampir separuh anak-anak usia 13 tahun ke bawah yang dipekerjakan di pabrik-pabrik. Kaum kapitalis beralasan bahwa memaksakan anak-anak agar mau mengikuti sistem paruh-waktu bukan menjadi tanggung jawab mereka dan kaum kapitalis juga menilai bahwa lebih murah dan tak terlalu merepotkan jika memperkerjakan satu kelompok anak-anak ketimbang memperkerjakan dua kelompok anak-anak yang bergantian kerja setiap enam jam.
Kecendrungan industri modern untuk mengekspolitasi anak-anak remaja baik laki-laki dan perempuan berada dalam suatu pabrik demi menghasilkan barang dan jasa. Dengan kondisi tersebut memberikan implikasi sangat besar dengan dunia pendidikan yang tak sejalan dengan kebutuhan masyarakat akan pendidikan. Khususnya dalam masyarakat yang rasional kondisi tersebut adalah hal yang lumrah tanpa terkecuali, anak yang berusia remaja haruslah menjadi seorang pekerja yang produktif. Karena, prinsif yang teguh di pegang di dalam masyarakat ialah bawasannya pekerja orang dewasa dan anak-anak haruslah bekerja agar bisa makan, dan bekerja bukanlah hanya dengan otak, namun juga menggunakan tangannya. Dalam fenomenal sejarah ekonomi politik telah terlihat nampak jelas bawasannya pada akhir abad ke-17 keharusan untuk mengahapus sistem pendidikan dan pembagian kerja yang telah melahirkan pro dan kontra dalam sistem masyarakat.
Usulan Marx mengenai pendidikan buruh bawasannya kombinasi antara kerja dan pendidikan merupakan salah satu kombinasi yang tidak ideal dikarenakan waktu yang diperhitungkan empat jam dipagi hari dan empat jam di siang hari terlalu lama untuk seorang anak-anak untuk terpaku pada sebuah industri pekerjaan yang kompleks dan terlalu lama untuk dunia anak-anak membaca dikarenakan sejatinya ank-anak merupakan sebuah individu yang bebas. Dengan kondisi tersebut membuat sebuah penderitaan baru karena sifat mereka yang inferior dan kesukaan yang berubah-ubah. Segala kegiatan yang lama membuat jiwa mereka terluka, dan membuat mereka kehilangan kecintaan dengan buku-bukunya dan kehilangan banyak waktu untuk anak-anak yang di ekspolitasi untuk menghasilkan lebih banyak laba bagi kaum kapitalis.
Semakin kita mengamati persoalan pendidikan, khususnya sekolah pabrik yang tidak manusiawi mengekspolitasi anak-anak dalam rangka mengejar dan menghasilkan laba sebanyak-banyaknya tanpa menghiraukan hak anak-anak yang harus kita perangi dan dibela karena, anak-anak tidak mampu bertindak buat diri mereka sendiri. Karena itulah, menjadi tugas penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk bertindak atas nama mereka. Berbeda dengan kasus kelas buruh, buruh bukanlah agen yang bebas dan dalam banyak kasus mereka terlalu bodoh untuk memahami kepentingan sejati dari anaknya, atau kondisi normal dari perkembangan manusia. Dengan perseolan yang telah di paparkan di atas Marx menyadari pentingnya peran negara penting bagi setiap bentuk masa depan dari persekolahan. Semakin Marx mengamati persoalan-persoalan pendidikan, semakin Marx menyadari bahwa peran negara begitu penting bagi setiap bentuk masa depan dari persekolahan. Resolusi mengenai pekerjaan dan pendidikan untuk anak-anak disahkan pada kongres IMWA tahun 1866 yang diawali dengan pengaturan kerja anak dan kombinasi bekerja dengan bersekolah, kemudian mendesak penggunaan kekuatan negara untuk membangun pendidikan bagi semua orang. (Small,2014).
Ketika sekolah buruh pada abad ke- 17 yaitu regrenasi zaman ke-emas pemikiran para tokoh perintis pendidikan salah satunya tokoh sosiologi pendidikan yaitu Mark. Pada zaman sekarang realitanya konsepsi sekolah pabrik telah ada tanpa disadari masyarakat luas, pemetaan masalah sekolah pabrik pada saat ini ialah pemenuhan kebutuhan material yang sangat merajalela dengan tumbuhnya globalisasi, westernisasi dan modernisasi.  Anak- anak digunakan sebagi bahan ekspolitasi kapitalis dan orang tua untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Perbedaan yang mendasar pada zaman keemasan Marx dengan kondidi hari ini ialah bentuk ekspolitasinya. Bentuk ekspolitasi di zaman sekarang lebih beragam dan kompleks dengan dinamika masyarakat yang dinamis dan perubahan yang sangat cepat seperti anak-anak diekspolitasi untuk menjadi pengemis, pekerja seksual, ataupun pekerja buruh di pabrik. Selain itu bukan hanya kebutuhan keluarga kebanyakan mereka terlena akan kenikmatan dunia dan material semata dan untuk menyenangkan diri sendiri. Banyak dari mereka putus sekolah bahkan bekerja sambil kerja yang sangat sukar untuk menyeimbanngkan keduanya.
Dari permasalahan di atas ialah anak-anak buakan hanya alat produksi melainkan di perlukan sebuah institusi fornal yaitu sekolah dan sekolah bukan hanya sekedar sebuah institusi ideologis namun merupakan institusi yang penting dalam memproduksi kekuatan kerja. Dengan itu pada zaman ke emasan Karl Marx menegnai permasalahan pendidikan dapat kita ambil contoh dalam kebangkitan nasional dalam dewasa ini. Kebangkitan nasional saat ini ialah meminimalisir permasalahan sosial akibat dari ekonomi dan orientasi ekonomi merupakan penghambat untuk anak-anak mengeyam pendidikan formal.
Lalu nagaimana dengan anak-anak yang tidak memiliki modal ekonomi untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi?. Ketika benang merah kajian teoritis pendidikan yang diajukan Marx dalam sekolah buruh agar anak-anak masih bisa sekolah dan bekerja. Bagimana dengan Indonesia? Apakah harus diajukan sekolah buruh?
Pendidikan vokasional merupakan salah satu strategi untuk meminimalisir ekspolitasi anak. Anak memiliki kesempatan bekerja dengan kualitas kompetensi dan trampil dalam arus industri modern. Sehingga tujuan dari pendidikan vokasional tercapai untuk mempersiapkan peserta didik agar siap bekerja dengan bidangnya ilmunya dan menghasilkan output yang trampil, khususnya di Indonesia pendidikan vokasional yaitu sekolah kejuruan atau SMK. Sudah tanggung jawab pemerintah untuk memperhatikan urgensi pendidikan dengan memperluas pendidikan vokasional bagi anak-anak yang memiliki hambatan modal ekonomi.
Kebangkitan Nasional Melalui Penetrasi Pendidikan merupakan salah satu bentuk kebangitan dewasa ini dengan mengembangkan pendidikan vokasional lebih luas, mandiri dan matang. Realitas saat ini pendidikan vokasional belum mampu untuk memperluas produksi tenaga kerja sesuai dengan kompetensi dan ilmunya. Tak jarang lulusan dari pendidikan vokasional bekerja tidak sesuai dengan jurusannya. Seperi, orang yang sekolah pada bidang studi otomotif dan bekerja menjadi penjaga pertokoaan.
“Bangkit-bangkit umurmu sudah 72 tahun” umur yang dewasa, pemikiran yang matang dan pengalaman yang luas merupakan ciri negara besar dalam mengelolah negara dan bangsnaya. Lalu apa yang harus dipikrkan dua kali? Hanya seruan “Bangkit-bangkit wahai pendidikan Indonesia” dalam meng-regenerasikan pendidikan Indonesia.

Daftar Rujukan:
Small, R. (2014). Karl Marx sang Pendidik Revolusioner. Jakarta: Resis Book.

0 Komentar