Fashion Style Sebagai Fakta Dramaturgi Di Kampus UNJ
#PENGAMATAN DALAM KAMPUS
Fashion Style Sebagai Fakta Dramaturgi
Di Kampus UNJ
Oleh: Hanifah Tiara Hakim
Merupakan
sebuah takdir bahwa manusia adalah makhluk sosial yang akan terus menerus
melakukan interaksi dengan sesamanya. Melalui interaksi, manusia dapat
mengendalikan perilaku orang lain dengan mengeluarkan suatu pernyataan untuk
mendapatkan kesan yang diinginkan[1].
Kesan dapat diciptakan dengan berkomunikasi. Selain itu, kesan juga dapat
diciptakan melalui suatu simbol, salah satu bentuk simbol disini adalah cara
berpakaian atau biasa dikenal dengan fashion
style.
Terdapat
berbagai macam jenis fashion style
yang ada di kampus UNJ. Didukung dengan perkembangan zaman dan kemajuan
teknologi, serta keberagaman jenis mahasiswanya yang dipengaruhi oleh budaya
fakultas hingga jurusan. Melalui fashion
atau cara berpakaian, seseorang dapat meningkatkan kepercayaan dirinya dalam
berkomunikasi dengan orang lain. Fashion
juga dapat menutupi jati diri seseorang dan menciptakan jati diri baru yang
diinginkan sehingga muncul labeling
dari orang lain. Singkatnya, fashion
adalah alat berdramaturgi.
“All
the world’s a stage and all the men and women merely players”
Shakespeare (Karp dan Yoeis, 1979:76)
Gagasan
tadi menjadi suatu inspirasi bagi salah satu sosiolog yang bernama Erving Goffman
dalam menciptakan prinsip atau teori dramaturgi miliknya. Dramaturgi dibahas
dalam karyanya yang berjudul “Presentation of Self in Everyday Life”[2].
Apa itu dramaturgi? Dramaturgi adalah suatu
teori yang mengemukakan bahwa drama dan teater memiliki kesamaan makna
dengan interaksi sosial dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Pembahasan
pengamatan dalam kampus ini akan membahas mengenai fashion style di UNJ yang menjadi alat dramaturgi bagi mahasiswa
dalam berinteraksi. Dari hasil pengamatan dengan studi kasus tadi terlihat
beberapa jenis mahasiswa di UNJ, yakni mahasiswa agamis (khususnya islam),
mahasiswa atletis, mahasiswa akademis, mahasiswa gaul dan tongkrongan, dan
mahasiswa kostan & umum[3].
Mahasiswa
agamis (khususnya disini beragama islam) umumnya menggunakan pakaian panjang
tertutup dan longgar, ini merepresentasikan ajaran agama yang dianutnya dan
menciptakan kesan religius yang amat kuat. Selanjutnya mahasiswa atletis,
merupakan representasi dari mahasiswa fakultas ilmu olahraga yang berkepala
botak (laki-lakinya) dan berpakaian biasa namun dengan tubuh yang kekar
memunculkan persepsi seseorang dengan kekuatan yang besar dan sikap yang tegas
sesuai dengan budaya fakultasnya.
Berbeda
dengan yang tadi, mahasiswa akademis biasanya berpakaian simpel namun terkesan
elegan dan cerdas, ini dapat menutupi isi kepala sesungguhnya. Lalu mahasiswa
gaul dan mahasiswa tongkrongan, biasanya menggunakan pakaian juga tata rambut yang
memunculkan kesan nyentrik, ingin terlihat keren, bebas, dan fashionable,
beberapa dari mereka terkadang menabrakkan pattern
pada pakaiannya untuk menciptakan kesan stylish.
Ini biasanya terlihat pada mahasiswa seni, sastra, sosial, dan tata busana.
Yang terakhir adalah mahasiswa kostan dan mahasiswa umum, mahasiswa ini biasanya
menggunakan setelan pakaian yang matching
(untuk warna) di hari-hari awal perkuliahan, memunculkan kesan mahasiswa biasa
pada umumnya, namun di akhir-akhir hari perkuliahan biasanya menggunakan style
pakaian yang “masih bersih dan tersisa di lemari” walaupun terkadang terkesan “tidak
nyambung” dalam memadu padankannya.
Dari
hasil pengamatan tadi, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya fashion benar-benar dapat digunakan
untuk menciptakan suatu kesan baru terhadap orang lain dan dapat melindungi
identitas atau sikap asli dari seseorang. Fashion
dapat menjadi suatu usaha untuk mempengaruhi kesan orang lain serta
memanipulasi kenyataan. Semua orang (khususnya mahasiswa, dalam konteks
penelitian ini) bisa menggunakan fashion sebagai alat drama dan mengelabui
penonton (sosial) dengan saling berinteraksi di front stage lingkungan sosial.
Daftar
Rujukan
Ritzer, George.
(2008). Teori Sosiologi (Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir
Teori Sosial Postmodern). Bantul: KREASI WACANA.
Sunarto,
K. (2004). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Biodata
penulis*
Hanifah Tiara Hakim
adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi UNJ Angkatan 2015.
Lahir di Tangerang pada tanggal 18 Oktober 1997. Merupakan anak pertama dari
tiga bersaudara. Bertempat tinggal di Kota Tangerang. Pada tahun 2013-2015
menempuh jenjang pendidikan menengah atas di SMAN 2 Tangerang. Pernah menjadi
anggota OSIS SMAN 2 Tangerang sebagai Sekretaris periode 2013-2014 dan
2014-2015, anggota Marching Band Gita Satya Brasta Doeta Section Bells and Percussion, dan salah satu pendiri Japanese Club Doeta di SMAN 2 Tangerang.
Merupakan anggota Pusat Studi Mahasiswa (PUSDIMA) Fakultas Ilmu Sosial UNJ dan
anggota Departemen PSDM Badan Eksekutif Mahasiswa Prodi Pendidikan Sosiologi
Periode 2016-2017. Pernah melakukan penelitian mengenai Dampak Pentas Seni D’SPARTED terhadap Eksistensi SMAN 2 Tangerang
(2015), penelitian bersama PUSDIMA mengenai Perkembangan Pengrajin Keramik di Desa Anjun-Purwakarta (2016),
Penelitian mengenai Mall sebagai
Pembentukan Lifestyle Masyarakat Kota Bogor Studi Kasus : Mall Botani
Square dan Bogor Trade Mall (2016), dan pernah menjadi editor buku Dinamika
Masyarakat Kota Bogor dari Pola Konsumsi Hingga Budaya bersama dosen Sosiologi
UNJ Rakhmat Hidayat dan Ahmad Tarmiji. Kontak:
Hanifahtiara97@gmail.com
0 Komentar