Oleh : G. Wibisono


Tanggal 10 januari adalah hari dimana presiden jokowi mengumumkan bakal nama calon kapolri untuk menggantikan Bapak Sutarman yang hamper habis masa kepemimpinannya. Proses seperti ini merupakan kegiatan protokoler yag memang terjadi setiap 5 tahun (masa jabatan kapolri) sekali. Selain itu, juga merupakan hal yang sudah mejadi rahasia publik bila suatu kelompok berkuasa maka jabatan-jabatan penting di sekitarnya akan diduduki oleh kelompokya juga.

            Namun, yang menjadi persoalan adalah bakal nama calon kapolri yang diajukan presiden Jokowi merupakan nama yang diberi tanda merah oleh KPK karena terindikasi kuat terjerat dalam kasus tidak pidana korupsi. Presiden yang pada awal pemilihan mentri dalam kabinetnya sangat mempertimbangkan rekomendasi KPK dan ppatk dalam pemilihan orang orang kepercayaannya justru saat memilih orang nomor satu polri tidak menghirukan pertimbangan KPK atas nama yang diajukannya. Pada ahirnya isu ini membesar dan menjadi trading topic di banyak media selama berminggu-minggu lamanya.
            Pada saat isu KPK vs Polri jilid 2 menjadi tanding topic di berbagai media negeri ini muncul kabar bahwa presiden melalui Mentri ESDM menandatangani kesepakatan perpanjangan kontrak PT. Freeport. Sertidaknya itulah isu yang dibangun saat itu oleh beberapa media dan para elitis pergerakan kampus. 
            Sebuah hal yang tidak masuk akal bagi saya konflik pada institusi sebesar itu dijadikan alat untuk pengalihan isu untuk pepanjangan kontrak PT. Freeport. Jika saya menjadi presiden dan ingin membuat pengalihan isu agar perpanjangan kontrak PT Freeport berjalan mulus maka saya akan memafaatkan insiden jatuhnya pesawat air asia untuk memperpanjang kontrak PT Freeport. Disisi lain PT Freeport adalah isu yang sangat sensitif sejak era reformasi. Dengan demikian saya tidak akan sekonyong-konyong memperpanjang kontrak Freeport yang bisa jadi akan menurunkan tinggkat kepercayaan rakyat pada pemerintah dengan drastis.
            Setelah saya cari tahu lebih ternyata isu perpanjangan kontrak itu hanyalah kesepakatan untuk sementara waktu masih mengepor bahan mentah hasil pertambangan PT Freeport karena pembagunan smelter atau alat untuk pemurnian mieral hasil pertambangan.
 Menjadi suatu yang fair kalau mereka mengharapkan perpanjangan karena smelter-nya dibangun," kata Sudirman, di Jakarta, Minggu (25/1/2015)
            Setidaknya seperti itulah yang dikatakan Mentri ESDM pada media megenai kebijaan perpanjangan waktu pembuatan smelter bukan perpanjangan kotrak karya PT Freeport.
            Menjadikan suatu hal yang rasional bila kebijakan itu dilakukan karena pasalnya bila permintaan tersebut tidak dilakukan oleh pemerintah maka secara otmatis operasional PT. Freeport akan berhenti sementara. Hal ini akan berdampak pada para pekerja PT. Freeport yang sebagian besar adalah rakyat Indonesia. Disisi lain, hal tersebut juga akan mengurangi pendapatan PT. Freeport yang akan berdampak pula kepada royalty yang diberikan PT Freeport kepada pemerintah Indonesia.  

0 Komentar