Oleh: Anisa Suci R
          Pemberitaan mengenai kerja sama Indonesia-Malaysia perihal pembuatan mobil nasional telah menjadi perbincangan di berbagai kalangan. Ada yang mendukung, ada pula yang menyesalkan. Namun ada yang harus dicermati disini. Benarkah kerjasama antara Indonesia dan Malaysia benar-benar untuk proyek pembuatan mobil nasional? Seperti yang saya kutip dari www.tempo.co, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan istilah mobil nasional dalam kerja sama Proton Holdings Berhard dengan PT Adiperkasa Citra Lestari hanya masalah salah pemahaman bahasa. Mobil nasional yang diartikan dalam bahasa Melayu menjadi berbeda makna setelah diartikan dalam bahasa Indonesia. Wacana produk Proton sebagai mobil nasional Indonesia mencuat setelah penandatanganan antara Proton dan pemilik Adiperkasa Abdullah Mahmud Hendropriyono, disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Najib Tun Razak serta Komisaris Utama Proton—yang juga bekas Perdana Menteri Malaysia—Mahathir Mohamad. Nota kesepahaman yang ditandatangani Jumat, 6 Februari N2015 itu menyebutkan dalam enam bulan ke depan akan dilakukan studi kelayakan untuk mendetailkan kerja antara kedua perusahaan, termasuk potensi pengembangan dan pembangunan pabrik mobil di Indonesia.
Pemerintah bersikukuh jika proyek ini murni hanya bersifat business to business antara perusahaan Proton dan perusahaan Adiperkasa Citra Lestari. Jusuf Kalla berkata, ada kriteria yang harus dipenuhi untuk membuat mobil nasional. Salah satunya, semua proses pabrikan dari pembuatan badan mobil hingga perakitan kendaraan harus dilakukan di Indonesia. Selain itu butuh kesiapan berbisnis jangka panjang dalam proses pembuatan mobil nasional. Lalu jika sudah bergini, muncul lagi pertanyaan, kenapa harus menggaet Proton untuk kerjasama? “Padahal Proton tidaklah menguasai teknologi otomotif, meski akhir-akhir ini sedang gencarnya mengembangkan teknologi sendiri. Mereka hanya membeli lisensi dari Mitsubishi Jepang. Apalagi penjualan Proton cenderung menurun belakangan ini. Bahkan di negara asalnya, Proton bisa dianggap tidak laku” ujar Dewa Yuniardi, seorang pengamat otomotif.
Jika diamati bersama, kerjasama antara Indonesia-Malaysia tidak mendatangkan banyak keuntungan untuk Indonesia. Pasalnya harga upah buruh di Indonesia dan Malaysia lebih murah di Inodnesia. Dewa Yanuardi menambahkan, dari segi alih teknologi pun, Indonesia tidak akan banyak memperoleh manfaat. Sebab, tenaga kerja Indonesia dalam proyek mobil Proton ini hanya diberi kesempatan merakit, bukan mendesain mobil. Padahal, Indonesia sudah mempunyai cukup tenaga berpengalaman dalam mendesain mobil. Meskipun jumlahnya tidak terlalu banyak karena produksi mobil lebih banyak mengikuti desain yang sudah ditentukan pabrik asal. Bagaimana bisa Indonesia memproduksi mobil nasional secara mandiri jika tenaga kerja Indonesia selalu di tempatkan pada posisi merakit. Tentunya mereka tidak akan punya pengalaman development engineering. Padahal dalam industri otomotif, tenaga inilah yang berfungsi menciptakan inovasi. Satu-satunya keuntungan yang didapat Indonesia adalah terbukanya kesempatan kerja. Industry otomotif tentunya akan menyerap banyak tenaga kerja.

Berbicara mengenai mobil nasional, sebenarnya sudah banyak usaha yang dilakukan pemerintah dalam pengadaan mobil nasional. Yang terakhir kita denganr adalah mobil Esemka. Mobil yang dulunya menjadi kendaraan dinas Joko Widodo semasa masih menjabat menjadi walikota Solo. Namun ketika uji kelayakan, mobil ini masih memiliki kekurangan sehingga gagal di ”terbitkan”. Indonesia sebenarnya adalah negara ASEAN pertama yang mencanangkan proyek mobil nasional. Diawali oleh Toyota Kijang yang dibuat dan dirakit di Indonesia secara total pada 1975. Ini diikuti oleh proyek Mazda MR, Maleo, Bakrie Beta 97, hingga Timor, dan Bimantara pada dekade 1990-an. Pada dekade selanjutnya, muncul merek-merek, seperti Arina, GEA, Texmaco Perkasa, Esemka, Tawon, dan Komodo. Namun dari sekian banyak merek itu cuma Kijang yang direspons oleh pasar. Sisanya, hanya tekor di bengkel. Indonesia kalah oleh Malaysia yang sudah mengembangkan mobil nasional Proton pada 1989. Dan mungkin sekarang pemerintah akan berusaha lebih serius lagi membuat mobil nasional. Diawali dengan kerjasama business to business, nantinya mungkin Malaysia akan dijadikan tentor dalam pembuatan mobil nasional. Semoga semua berakhir dengan baik. Semoga J


0 Komentar