oleh: Qory Daffa Wanikmah

(Juara 1 Sayembara Esai 'Menulis Untuk Melawan' PUSDIMA)


Sumber : Pinterest


Kekerasan seksual bisa menimpa semua orang, tanpa mengenal jenis kelamin, gender, dan usia serta dapat terjadi dimana saja bahkan di tempat yang kita anggap paling aman sekalipun, seperti di sekolah, pesantren, bahkan di dalam rumah sendiri. Kekerasan seksual adalah salah satu kejahatan besar yang tidak ditanggapi serius oleh masyarakat maupun pemerintah. Kekerasan seksual kerap disepelekan, terkadang masyarakat tidak mempercayai apa yang telah dialami oleh korban. Selain itu ketika korban menyuarakan perasaannya kepada orang terdekat bahkan keluarga, mereka justru menghakimi korban dan korban yang mendapat ancaman dari pelaku yang membuatnya merasa tidak ada tempat untuk berlindung, sehingga menimbulkan depresi pada korban.

Salah satu kasus kekerasan seksual terhadap lima santri yang dilakukan MSAT alias Moch Subchi Azal Tsani (42), putra Kiai Muchtar Mu’thi, pengasuh Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Di Desa Losari, Kecamatan Ploso, Jombang, Jawa Timur. Pada 2017 Mas Bechi telah melakukan aksi dan modus bejatnya, Mas Bechi diduga melakukan pelecehan seksual pada sejumlah santriwati yang tengah mengikuti proses seleksi tenaga kesehatan untuk kliniknya di Gubung Cokrokembang, Desa Puri Semanding, Kecamatan Plandaan. Sebenarnya kegiatan seleksi itu hanyalah modus yang dilakukan Mas Bechi untuk melakukan pelecehan terhadap santriwati dengan dalih menyalurkan ilmu pada para santri, dengan cara para santri dimintai melakukan ritual kemben dan pelaku mengancam korban tidak lulus seleksi jika menolak permintaannya.

Pada tahun 2018, para santriwati yang mendapat perlakuan tidak senonoh dari Mas Bechi melapor ke Polres Jombang dengan laporan atas dugaan pencabulan, pemerkosaan, hinggakekerasan seksual pada tiga santriwati. Pada Oktober 2019, Polres Jombang menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan karena pelapor dianggap tidak memiliki bukti yang lengkap, tapi tak lama setelah penolakan laporan tersebut terdapat laporan lain dari santriwati lain yang merupakan salah satu korban pelecehan seksual Mas Bechi. Laporan ini dianggap memperkuat bukti oleh Polres Jombang hingga pada Januari pada 2020, penyidikan kasus pelecehan oleh Mas Bechi resmi diambil alih oleh Polda Jatim. Pada Sabtu, 15 Februari 2020 pihak kepolisian melakukan upaya penjemputan paksa pada Mas Bechi namun upaya tersebut mendapat penghadangan dan perlawanan dari pihak Pondok Pesantren Majma’al Bahroin Hubbul Wathon minal Iman Shiddiqiyah, Ploso, Jombang, Jawa Timur, jadi polisi memilih mundur agar situasi kembali kondusif. Pada tahun 2021, sebanyak 7 kali Jaksa menolak berkas kasus dugaan pelecehan seksual oleh Mas Bechi. Pihak kepolisian sempat mempertanyakan sikap kejaksaan karena dianggap membuat penanganan kasus jadi lambat. Pada tahun 2022, upaya penangkapan Mas Bechi gagal karena polisi dihadang ratusan Santri dan Mas Bechi masuk ke dalam DPO karena kerap mangkir dalam panggilan polisi. Akhirnya pada Juli 2022 Mas Bechi dijemput paksa oleh jajaran polisi beserta satbrimob yang mengepung kediaman pelaku sekaligus lokasi Pondok Pesantren Majma’al Bahroin Hubbul Wathon minal Iman Shiddiqiyah, Ploso, Jombang, Jawa Timur.

Ada beberapa penyebab kekerasan seksual bisa terjadi, salah satunya adalah ketimpangan gender. Ketimpangan gender menjadi alasan banyaknya orang yang menganggap hal itu sepele, khususnya perempuan. Banyak dari para orang tua selalu mendidik putrinya untuk berhati-hati, tidak boleh memakai pakaian seperti ini atau itu, tidak boleh keluar larut malam, dan sebagainya. Tanpa sadar mereka lupa bahwa ada anak laki-laki yang harus mereka didik lebih dari mereka mendidik anak perempuannya. Perempuan selalu menjadi korban kekerasan seksual, dikarenakan mereka lemah secara fisik dan mental. Tapi ketika korban memiliki keberanian untuk melapor atau membalas perbuatan pelaku, adanya perbandingan status sosial yang dimiliki pelaku membuat korban merasa terancam dan bahkan berakhir bunuh diri karena ketidakadilan yang didapatkannya. Status sosial yang dimiliki pelaku sangat berpengaruh terhadap hidup korban. Contohnya dengan adanya status sosial yang dimiliki pelaku, pelaku bisa membayar besar saksi bohong atau pengacara untuk membela diri pelaku kekerasan seksual yang bisa merusak hidup orang lain dan membuat pola pikir masyarakat menjadi sempit dan melupakan pentingnya mengingat bahwa kedudukan semua manusia didunia ini sama rata sebagaimana menurut hukum itu sendiri, sesuai Undang-Undang Republik Indonesia nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia pasal 28 D bahwa: "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum"; dan pasal 28 G yang berbunyi: "Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi."


Daftar Pustaka


Huda, Sholikhul. 2022. Kronologi Kasus Pelecehan Seksual Pondok Pesantren Jombang yang Dilakukan Mas Bechi, Berawal Wawancara Medis. klikbondowoso.com. (https://klikbondowoso.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-1884948812/kronologi-kasus-pelecehanseksual-pondok-pesantren-jombang-yang-dilakukan-mas-bechi-berawal-wawancaramedis?_gl=1%2Ao4rcp5%2A_ga%2AMVVHUHhfZnRXbkEwTkFQR2hjeEN3bDFBcFFJVnBDSWJZZHNkdVhwYzBHa3ZId2VhNXY4RFpEb3B6YnlkWExreg..&page=4 Diakses pada 8 Juli 2022 pukul 06:59 WIB.)


Sushmita, Chelin Indra. 2022. Kronologi Anak Kiai Jombang Cabuli Santri: Seleksi NakesMandi Kemben. SOLOPOS.com.(https://www.solopos.com/kronologi-anak-kiai-jombang-cabuli-santri-seleksi-nakes-mandi-kemben-1360182 Diakses pada Kamis, 7 Juli 2022 pukul 16:19 WIB.)

0 Komentar