Opini
Sebuah Drama Di Derby Ciliwung
Sumber: Kompas Bola
Oleh: Rinaldi Isnawan P
Sepak bola merupakan
olahraga yang paling digemari di Indonesia. Di Indonesia, permainan sepak bola
diperkenalkan oleh bangsa Belanda yang datang untuk bekerja di
instansi-instansi pemerintah Hindia Belanda sebagai pegawai dalam
perkebunan-perkebunan, kantor-kantor perdagangan, perkapalan dan pertambangan
sebagai karyawan. Dalam sebuah pertandingan sepak bola baik di Indonesia secara
khususnya ataupun di dunia pada umumnya terdapat sebuah istilah yang disebut derby. Istilah derby umumnya dipakai di dunia sepak bola untuk menyebut
pertandingan antara dua klub sepak bola yang berada di satu daerah atau satu
kota. Pertandingan yang dilabeli derby
selalu menyuguhkan aroma kompetitas yang tinggi karena dilakukan sebagai bentuk
pembuktian siapa yang paling hebat di suatu daerah tersebut. Oleh karena itu,
tak dapat dipungkiri dalam laga derby
selalu berhasil menarik animo masyarakat untuk menjadi saksi mata dalam
pertandingan tersebut, khususnya pada masyarakat di kota yang bersangkutan.
Namun pada perkembangannya, istilah derby
tidak hanya digunakan untuk menyebut laga dua tim yang berasal dari satu kota
saja, namun sudah melebar menjadi laga dua kesebelasan yang telah memiliki
rivalitas yang mengakar. Misalnya saja di Indonesia terdapat Derby Of Java yang mempertemukan antara Persija vs
Persebaya, lalu ada pula El Classico
Indonesia antara Persija vs Persib serta adapula derby-derby lain yang ada di Indonesia.
Memasuki era modern,
pasca Perang Dunia II, laga derby
kian memanas karena didorong oleh fanatisme berlebih yang kemudian menghasilkan
hooliganisme (Marvin, 2014). Bahkan pada tahun ’70-an, ’80-an dan ’90-an,
hooliganisme menyebar ke berbagai belahan dunia seperti virus dan menjadi
fenomena unik. Tak jarang pertandingan derby
akan berakhir ricuh antar dua belah kubu suporter atau dengan pihak keamanan.
Oleh karena itu, pertandingan derby
di beberapa negara terutama di Indonesia selalu disertai peraturan tertentu
agar tidak menimbulkan kerusuhan massal, semisal tidak diberinya izin keramaian
penonton, dilarangnya suporter tim tamu untuk hadir ke stadion tim tuan rumah,
pengamanan ketat aparat keamanan dan lain-lain.
Salah satu wilayah di
Indonesia yang banyak terdapat klub sepak bola adalah di provinsi Jawa Barat.
Dengan banyaknya klub-klub sepak bola yang tersebar di Jawa Barat, dari mulai
yang profesional hingga yang amatir ini tentunya dapat dipastikan terdapat beberapa
derby yang mempertemukan tim-tim di
wilayah Jawa Barat tersebut. Salah satu derby
di Jawa Barat ialah derby Ciliwung
yang mempertemukan antara Persikad Depok vs Persikabo Kab.Bogor. Derby Ciliwung adalah sebuah istilah
yang mempertemukan antara dua klub yang bertetangga yang berasal dari dua buah
kota penyangga ibukota Jakarta yaitu Depok dan Bogor. Depok memiliki sebuah
klub kebanggaan yaitu Persikad, sementara Persikabo Kab.Bogor merupakan tim
kebanggaan masyarakat kota hujan, Bogor. Penamaan derby Ciliwung pun sebenarnya didasari oleh nama sebuah sungai di
wilayah Jawa Barat yaitu sungai Ciliwung, yang mengalir dari kabupaten Bogor
hingga Jakarta yang dalam alirannya itu melalui kota Depok. Jadi dapat
disimpulkan bahwa derby Ciliwung
merupakan duel bergengsi memperebutkan harga diri siapakah penguasa sungai
Ciliwung sebenarnya, apakah Laskar Padjadjaran (julukan Persikabo) ataukah
Pendekar Ciliwung (julukan Persikad). Dalam tulisan ini, penulis akan
mengangkat sebuah kisah derby Ciliwung
berdasarkan pengalaman yang pernah penulis rasakan saat menyaksikan langsung derby Ciliwung beberapa tahun silam di
stadion Merpati, Depok.
Sabtu, 30 Maret 2013.
Penulis dari jauh-jauh hari telah mengetahui bahwa pada hari itu akan
berlangsung pertandingan sepak bola yang mempertemukan kesebelasan Persikad vs
Persikabo di stadion Merpati, Depok. Media-media sosial seperti twitter,
website, facebook yang merupakan akun resmi dari dua kesebelasan yang akan
bertanding telah menginformasikan mengenai pertandingan yang penuh gengsi dan
harga diri tersebut, bahkan penulis menemukan bahwa di akun-akun media sosial
tersebut berisi psywar-psywar yang
mencermikan rasa optimisme bahwa tim yang mereka dukung akan memenangkan
pertandingan hari ini. Hal ini agaknya wajar karena kedua tim yang akan
bertarung tersebut mempertaruhkan nama besar mereka dalam balutan derby Ciliwung. Meskipun tak sepanas
duel Persija vs Persib ataupun Arema vs Persebaya, namun pertandingan antara
Persikad vs Persikabo merupakan pertandingan yang paling ditunggu-tunggu oleh
masyarakat kota Depok ataupun masyarakat kabupaten Bogor. Bahkan, rata-rata
suporter Persikad mengutarakan “boleh
kalah oleh per per yang lain asal jangan kalah sama Persikabo”. Pun dari
kubu suporter Persikabo sendiri mereka sangat berharap bisa mempermalukan
Persikad di stadion Merpati, karena dalam rekor pertemuan antara kedua
kesebelasan, Persikabo selalu mengalami kesulitan bila harus berjumpa rival sekaligus tetangganya tersebut
yaitu Persikad, bahkan Persikabo selalu pulang dengan kekalahan bila harus
berjumpa Persikad di stadion Merpati. Sebelum pertandingan berlangsung, kondisi
Persikad dan Persikabo sangat berbanding terbalik bagaikan bumi dan langit.
Persikabo berada di urutan 3 besar klasmen sementara grup 2 divisi utama liga
Indonesia, sementara Persikad hanya berada satu strip diatas urutan juru kunci
di grup 2 divisi utama liga Indonesia. Pencapaian tersebut sangatlah wajar,
mengingat Persikad hanya dihuni oleh pemain-pemain lokal kota Depok dan tanpa
pemain asing dikarenakan Persikad sedang mengalami tahun-tahun suram karena
memiliki dana yang sangat minim untuk mengarungi kompetisi pada tahun itu,
bahkan, pada saat itu beberapa pemain Persikad masih belum menerima gajinya
hingga berbulan-bulan. Hal ini berbanding terbalik dengan sang calon lawan
yaitu Persikabo, materi pemain Persikabo diisi oleh pemain-pemain yang memang
sudah kenyang pengalaman bermain di liga Indonesia. Sebut saja Julio Lopez,
Aliyuddin, Bijahil Chalwa, Cristiano Lopez, Budi Sudarsono dan Joel Tsimi.
Kesemuanya itu merupakan pemain-pemain yang memang telah mendapat predikat
sebagai pemain bintang di Indonesia. Aliyuddin misalnya yang pernah mendapat
penghargaan duet terbaik bersama Bambang Pamungkas kala membela Persija di tahun
2007.
Pada pukul 14.30 WIB,
penulis berangkat dari kediaman penulis yang terletak di wilayah Depok Timur
dengan menggunakan sepeda motor, berboncengan dengan rekan penulis menuju
stadion Merpati yang terletak di daerah Beji, sekitar 1,5 kilometer dari pusat
kota Depok di Margonda. Di sepanjang perjalanan menuju stadion, rekan penulis
selalu berkata sembari berharap seolah meminta jaminan kepada penulis bahwa
pertandingan ini nantinya tidak akan terjadi kerusuhan. Penulis saat itu mencoba
menenangkan rekan penulis dengan mengatakan “tenang
aja ini kan bukan Persija vs Persib jadi gabakal rusuh”. Padahal sebenarnya
penulis sangat mengetahui bahwa, bila suporter Persikabo datang ke Depok,
selalu terjadi kerusuhan saat pertandingan telah berakhir. Sesampainya di
tempat parkir stadion Merpati, penulis sudah mendengar chants-chants yang dikumandangkan oleh suporter Persikad yang
menandakan bahwa pertandingan baru saja dimulai. Penulis segera bergegas untuk
membeli tiket di tribun utara stadion Merpati yang harganya hanya 5000 perak,
hampir 10x lipat lebih murah dibandingkan harga tiket kelas II stadion Gelora
Bung Karno bila melangsungkan partai derby.
Sesampainya di tribun, hal yang membuat penulis sempat bingung ialah
kebanyakan dari penonton yang datang dan berdiri di tribun utara stadion
Merpati mengenakan atribut klub Persija Jakarta, hanya sedikit dari mereka yang
mengenakan atribut Persikad Depok. Saat itu penulis sedikit bergumam di dalam
hati “sebenarnya yang bertanding itu
Persikad vs Persikabo atau Persija vs Persikabo???”. Namun penulis tidak
terlalu memikirkan secara mendalam, karena menurut penulis ini merupakan
sesuatu yang wajar, karena kota Depok memang merupakan basis terbesar suporter
Persija. Pun bila dilihat dari sejarahnya, suporter Persikad pun didirikan oleh
sekelompok orang yang merupakan kelompok suporter Jakmania kota Depok yang
memang mencintai Persija namun tetap mencintai sepak bola di daerahnya. Kembali
lagi ke pertandingan, suasana stadion yang hanya berkapasitas 5000 orang ini
penuh sesak oleh kerumunan orang yang ingin menyaksikan pertandingan derby ini, sementara itu di salah satu
sisi tribun timur stadion Merpati, terdapat kerumunan dengan atribut berwarna
hijau yang menandakan mereka merupakan kelompok suporter Persikabo atau biasa
disebut Kabomania. Melihat kedatangan suporter Persikabo, kelompok suporter
Persikad yang berada di tribun utara tempat penulis berada pun mulai mencoba
menyulut keributan dengan cara membakar atribut Persikabo dan dipamerkan kearah
kelompok suporter Persikabo. Namun saat itu suporter Persikabo masih belum
terpancing untuk membalas perbuatan suporter Persikad. Meskipun begitu,
kerumunan pendukung Persikad yang berada di tribun utara ini tak henti-hentinya
dengan lantang memberikan dukungan kepada Persikad yang sedang bertanding di
lapangan. Sambil mengibarkan bendera berukuran raksasa yang bergambar singa
sedang mencengkram Monas dan bertuliskan Aremania Batavia, serta bendera
berukuran sedang berwarna biru kuning warna khas Persikad, sekelompok orang
yang mendukung Persikad ini tak jarang menyanyikan chants-chants yang berbau umpatan dengan tujuan untuk
mengintimidasi pemain serta kelompok suporter lawan. Chants-chants tersebut semisal “majulah-majulah
Persikad, majulah Persikad pantang mundur, tunjukkan tekadmu, kobarkan
semangatmu, Kabo an**ng dibunuh saja”. Pertandingan pun memasuki
pertengahan babak pertama, tatkala pemain sayap kanan Persikad berhasil
menerobos pemain-pemain Persikabo yang sebelumnya selalu berhasil membendung
serangan Persikad dengan mudah, crossing
pun segera diberikan ke kotak penalti pertahanan Persikabo, umpanan tersebut
segera diselesaikan dengan tendangan setengah volly oleh pemain Persikad bernomor punggung 10 yaitu Irfan Boax
Safari ke gawang Persikabo yang dikawal Edi Kurnia. Dan hasilnya gol!!!
Persikad sementara unggul 1-0 atas rivalnya Persikabo. Gol tersebut pun segera
disambut dengan riang gembira oleh kelompok suporter Persikad dengan cara
menyalakan suar-suar, petasan, serta kembang api. Hal ini mengakibatkan banyak
sekali asap yang mengepul di tribun utara serta di lapangan sehingga
pertandingan sempat dihentikan sementara waktu. Setelah pertandingan kembali
dilanjutkan, tim tamu Persikabo Kab.Bogor bermain lebih offensive dengan tekanan bertubi-tubi ke pertahanan tim tuan rumah
Persikad Depok. Serangan tersebut pun akhirnya berbuah manis, setelah sepakan
keras Julio Lopez tak mampu dibendung oleh penjaga gawang Persikad Depok, papan
skor pun berubah menjadi sama kuat 1-1. Hingga turun minum skor imbang pun
tetap bertahan. Kedua belah suporter pun secara kompak memberikan applause kepada kedua kesebelasan yang
telah menyuguhkan permainan yang menarik di sepanjang babak pertama.
Peluit pun dibunyikan
tanda pertandingan babak kedua kembali dimulai, di awal-awal babak kedua
Persikabo kembali mengambil alih pertandingan dengan cara melakukan
serangan-serangan yang berbahaya ke pertahanan Persikad, namun pertahanan
Persikad masih sangat fokus sehingga serangan-serangan yang dilakukan Persikabo
selalu patah oleh defender-defender Persikad.
Praktis tekanan yang dilakukan Persikabo, membuat Persikad hanya mengandalkan counter attack untuk menembus pertahanan
Persikabo yang begitu rapat. Di babak kedua ini tensi pertandingan mulai
memanas, terjadi keributan kecil antara pemain Persikad dan Persikabo karena
merasa keputusan wasit yang dianggap salah. Keributan itu pun juga menular ke
penonton yang menyaksikan pertandingan tersebut. Umpatan-umpatan kotor sampai
pelemparan-pelemparan benda tumpul dan botol pun terjadi. Pelemparan-pelemparan
dilakukan oleh pendukung Persikad yang mendiami tribun utara, tepat di belakang
gawang kesebelasan Persikabo. Hal ini membuat penjaga gawang Persikabo yaitu
Edi Kurnia sampai tak berani berada di gawangnya sendiri, ia sering kali keluar
dari area penjaga gawang karena takut terkena lemparan yang dilakukan oleh
pendukung Persikad Depok. Chants-chants kasar
seperti pada babak pertama pun senantiasa dilontarkan oleh pendukung Persikad
ke arah pendukung Persikabo. Bahkan terdengar oleh penulis chants-chants yang berbau etnosentrisme yang dikumandangkan oleh
kelompok suporter Persikad Depok. Chants
tersebut berbunyi “Depok itu gue Depok
itu gue bukannya aing, Depok itu gue Depok itu gue bukannya aing”. Bila
merujuk teori interaksionisme simbolik George Herbert Mead, bahasa dapat
dikatakan sebagai sebuah simbol yang mengisyaratkan sesuatu. Misalnya saja
aing, aing merupakan bahasa Sunda kasar yang memiliki pengertian saya,
sementara gue merupakan bahasa Betawi kasar yang memiliki pengertian yang sama
dengan aing yakni saya. Chants yang
dikumandangkan kelompok suporter Persikad seolah mengisyaratkan bahwa meskipun
secara geografis kota Depok merupakan wilayah Jawa Barat yang memang khas
dengan suku Sunda, namun seolah-olah kelompok suporter Persikad ini lebih
memilih menggunakan pengistilahan dari bahasa Betawi dibandingkan Sunda dalam
kelompok mereka.
Pada pertengahan babak
kedua terjadi sebuah insiden yang memaksa wasit menghentikan pertandingan untuk
sementara. Insiden tersebut ialah masuknya kelompok suporter Persikad Depok ke
dalam lapangan karena terpancing oleh suporter Persikabo. Insiden ini diawali
oleh beberapa pemuda yang tak mengenakan atribut yang disinyalir merupakan
suporter Persikad yang duduk di tribun selatan stadion Merpati. Pemuda-pemuda
tersebut dengan sengaja mencopot spanduk-spanduk suporter Persikabo yang
terpampang di tribun selatan stadion Merpati. Tidak terima spanduknya dicopot
paksa, akhirnya beberapa suporter Persikabo pun melompati pagar pembatas di
tribun timur untuk mengejar pemuda-pemuda yang mencopot spanduk suporter
Persikabo tersebut. Melihat kejadian itu, kelompok suporter Persikad yang
berdiri di tribun utara merasa terusik, mereka menganggap suporter Persikabo
berbuat onar di stadion mereka. Akhirnya beberapa suporter Persikad yang berada
di tribun utara pun berhamburan ke lapangan untuk mencoba menyerang kerumunan
suporter Persikabo yang berada di tribun timur stadion Merpati, bahkan mereka
telah mempersenjatai diri dengan gagang sapu, botol dan benda tumpul lainnya.
Beruntung kerusuhan massal di dalam stadion dapat diantisipasi oleh aparat
keamanan yang berjaga di dalam stadion, mereka berhasil menghalau seraya menenangkan
kelompok suporter Persikad untuk kembali ke tribun tempat mereka memberikan
dukungan agar pertandingan dapat kembali dilanjutkan. Setelah insiden tersebut,
pertandingan pun dapat dilanjutkan dengan tensi yang lebih panas pula. Suporter
Persikabo pun mulai ikut-ikutan terpancing emosinya dengan melakukan
pelemparan-pelemparan ke arah lapangan. Hal ini pun dibalas oleh kelompok
suporter Persikad yang juga melakukan pelemparan ke arah penjaga gawang
Persikabo serta kearah bench-bench pemain
Persikabo. Beberapa menit sebelum pertandingan berakhir Persikabo kembali
menciptakan gol lewat pemain mereka yaitu Tugihadi, skor pun berubah menjadi
1-2 untuk keunggulan tim tamu. Hal tersebut membuat suporter Persikad terdiam.
Selepas gol tersebut pun suporter Persikabo merayakannya dengan menyalakan
suar-suar dan menyanyikan chants
yang menyindir suporter Persikad seperti misalnya “mana lagunya mana lagunya mana lagunya Depok mania, Depok mania, Depok
mania”. Gol tersebut membuat suporter Persikad seolah-olah tidak
bersemangat lagi untuk mendukung tim kesayangan mereka, bahkan seorang dirijen
suporter Persikad yang berada di tribun utara saat itu langsung memerintah
kerumunan yang ada di tribun utara yang berada dibawah komando dirinya untuk
mencegat suporter Persikabo setelah pertandingan berakhir. Dia berkata “jegat kabo di depan, turunnya satu-satu
jangan langsung semua biar gak dicurigain”. Kerumunan yang awalnya penuh
sesak berdiri di tribun utara itu pun menuruti perintah dirijen mereka dan
mereka meninggalkan tribun sebelum pertandingan berakhir, sehingga tribun utara
stadion Merpati tinggal diisi oleh beberapa orang saja saat itu.
Ternyata benar saja,
saat peluit panjang dibunyikan yang berakhir dengan kemenangan tim tamu
Persikabo dengan skor 2-1 dalam derby Ciliwung,
saat kelompok suporter Persikabo berpesta di dalam stadion, tiba-tiba mereka
ditimpuki dengan batu dari luar stadion. Hal ini mengakibatkan terjadi chaos di tribun tempat suporter
Persikabo berdiri. Saat keluar stadion pun mereka dikawal ketat oleh aparat
keamanan untuk menuju stasiun terdekat agar mereka dapat pulang ke daerah asal
mereka di kabupaten Bogor. Penulis pun coba menyusuri area luar stadion, dan
penulis menemukan fakta, bahwa salah satu oknum korlap suporter Persikad
berkata kepada beberapa kerumunan suporter Persikad yang hendak mencegat
suporter Persikabo dengan ucapan “jangan
di sini ributnya, jegatnya didepan aja buruan, mereka pasti lewat situ”.
Hal ini sempat membuat penulis bertanya-tanya, karena awalnya penulis mengira
bahwa korlap seharusnya melerai agar tidak terjadi kerusuhan yang lebih besar
tapi pada kenyataannya oknum korlap suporter Persikad justru menginstruksikan
kepada kerumunan suporter Persikad untuk mencegat suporter Persikabo. Bila
dikaitkan dengan teori struktur fungsionalisme hal tersebut dapat dikatakan
sebagai sebuah disfungsi. Akhirnya tawuran pun pecah, namun suporter Persikabo
tidak melawan karena pada saat itu mereka sedang dikawal oleh aparat keamanan.
Aparat keamanan pun dengan menggunakan sepeda motor mengejar suporter Persikad
yang melakukan provokasi-provokasi ke arah suporter Persikabo. Setelah sampai
di wilayah stasiun Depok Lama, tawuran kembali pecah, namun saat itu suporter
Persikabo yang sudah tidak dikawal aparat keamanan membalas aksi yang dilakukan
suporter Persikad dengan cara melempari batu dan menyerang dengan menggunakan
bambu serta senjata tumpul lainnya. Tawuran tersebut tidak berlangsung lama
karena pada akhirnya, aparat keamanan berhasil memukul mundur kelompok suporter
Persikad untuk tidak mengintimidasi suporter Persikabo lagi, dan suporter
Persikabo pun dihalau untuk segera masuk ke area stasiun Depok Lama dan segera
pulang ke wilayah asal mereka.
***Tulisan ini dibuat pada tahun 2015 untuk mengenang kembali drama yang
terjadi pada pertandingan sepak bola antara Persikad vs Persikabo yang berakhir
dengan kericuhan. Di tahun 2015 ini dapat dipastikan duel panas antara kedua
kesebelasan yang terbalut dalam derby Ciliwung tidak akan terjadi lagi karena
Persikad Depok yang kesulitan dana dan terlilit hutang menjual sahamnya ke
seorang investor sekaligus seorang pejabat yang berasal dari daerah Purwakarta,
sehingga menyebabkan Persikad harus pindah homebase dari Depok ke Purwakarta,
bahkan klub tersebut pun diubah namanya menjadi Garuda Purwakarta Persikad.
0 Komentar