Puisi
Puisi: Pilu Membiru

Sember: Kompasiana.com
Dan setiap tanda mata yang kubawa pulang.
Hanya sekelebat pesan yang angin curi dalam perhentian.
Yang kuelak dalam hangat yang bisu.
Dalam pertautan yang tercuri.
Dan aku akan membawanya lari pulang.
Dalam perpisahan yang disengaja.
Dan bayangan nakal dalam kepalaku.
Tidak mau diajak pulang.
Aku jadi berlari-lari dari hati sendiri.
Dalam dialog yg riuh.
Dan degub.
Dan bayanganmu kadang jadi turun ke lambungku
Membuat aku jadi kenyang dan enggan makan.
Hingga akhirnya aku menjamumu
dalam ruang puisiku
Dan kau.
Meloncat loncat dalam penaku.
~~~~~~~~
Burung-burung mandi hujan
Jakarta bagai kota kabut
Dalam misteri yang mengawang-awang.
Dalam setiap angin yang menggoyang.
Hujan turun jauh dari keheningan langit.
Dan aku jadi mandi gluduk.
Menantimu
Sembari berlarian.
Dan berpura-pura tak kuyup.
~~~~~~~~
Malam turun dan aku pun reda.
Dan segala hal yang membanjiri itu.
Terhisap lagi ke semesta.
Tinggal jadi rahasia yang hanyut.
Aku, pada akhirnya mampu pulang.
Setelah compang-camping melawan.
Membangun lagi gubuk tua dalam hampa.
Bersandar pada segala pengharapan yang semesta berikan.
Barangkali kekasih terbaik adalah kabut yang kosong.
Udara dingin yang sepi.
Adalah cinta yang kekal.
~~~~~~~~
Dan setiap tanda mata adalah pertanyaan yang panjang.
Aku jadi biru tiap malam.
Tergelantung dalam pertanyaan sunyi.
Aku lebam.
Aku jadi benar-benar ngilu melihatmu.
Aku jadi benar benar sakit.
0 Komentar