Budak Cinta
Budak Cinta
Oleh : Hemarida Nabilah Putri
Sumber gambar:
pinteres.com
Sebuah istilah yang sering disebut-sebut dengan Bucin
atau "Budak Cinta" tentunya bukan menjadi kata yang asing terdengar dan bukan
juga kata yang asing terlihat. Kerap kali, sebagai individu yang hidup di zaman
millennial ini pasti pernah merasakan cinta. Tidak hanya cinta kepada pasangan,
tetapi juga kepada keluarga, teman, kerabat, dan lain sebagainya. Pada umumnya,
seseorang akan mengekspresikan cinta melalui perkataan yang kemudian
bermetamorfosa menjadi sebuah tindakan. Sebagai contoh, ketika ada seorang
laki-laki yang sedang jatuh cinta berkata "Wah, gadis itu cantik sekali. Saya
ingin untuk memiliki hatinya". Secara tidak langsung, perkataan dari seorang
laki-laki yang entah disengaja atau tidak pasti akan memberikan rangsangan
kepada otak untuk selalu memikirkan bagaimana caranya agar dapat menaklukan dan
memiliki hati seorang wanita tersebut hingga pada akhirnya ia berhasil untuk
memiliki seorang wanita tersebut dengan perjuangannya sendiri.
Perihal
cinta, mungkin tidak semua orang menganggap bahwa ‘bucin’ ialah suatu hal yang
membahagikan. Perihal cinta, tidak semua orang setuju bahwa cinta ialah hasrat
yang harus terpenuhi. Pasti ada saja yang tidak setuju bahwa dirinya diperbudak
dengan cinta. Diperbudak dalam konteks terlalu memprioritaskan cinta kepada
pasangan atau lawan jenis terdekatnya. Jika berfikir secara rasional, memang
tidak bisa dipungkiri bahwa setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda,
terlebih mengenai cinta; sesuatu dengan tingkat sensitivitas yang tinggi. Kita
tidak bisa memaksakan kehendak seseorang agar sesuai dengan apa yang menjadi
pendapat kita, menghargai pendapat ialah cara terbaik dalam menafsirkan
perbedaan. Sepenggal kutipan singkat mengenai perbedaan berdasarkan persepsi
pribadi; Bukankah perbedaan hadir untuk menyatukan? Bukankah perbedaan ialah
awal dari munculnya persatuan? Bukankah justru perbedaan berperan penting dalam
keharmonisan cinta? Ya, singkatnya begitu.
Membahas
mengenai permasalahan cinta dan perbedaan, tentunya setiap orang pasti memiliki
perbedaan. Terlebih lagi, apabila memutuskan untuk menjalin hubungan percintaan
yang dilandaskan cinta dan tentunya terdiri dari dua orang yang saling
mencintai dan bersama-sama ingin mengekspresikan cintanya. Yang menjadi fokus
utama ialah bagaimana cinta berperan dalam menyatukan perbedaan yang terjadi?
Mungkin, beberapa orang memiliki pendapat "Kalau sudah cinta, sebanyak apapun
perbedaan bukan menjadi penghalang untuk saling memiliki. Justru cinta hadir untuk
meminimalisir perbedaan sehingga perbedaan tersebut yang menyatukan kedua
inidividu yang sama sama ingin bersama". Namun, sebagian orang pasti ada saja
yang berpendapat "Cinta hadir karna memiliki kesamaan pemikiran sehingga rasa
nyaman dan rasa sayang akan muncul dengan sendirinya, semaksimal mungkin
perbedaan dihindari karna merupakan hambatan untuk terus bersama dalam jangka
waktu yang lama". Jika kita termasuk seorang yang menghargai perbedaan,
tentunya dalam menjalin hubungan pun tidak terlalu memaksakan kehendak pribadi.
Tetapi, bagaimana dengan hubungan antara dua individu yang tidak menghargai
perbedaan? Pastinya, konflik akan sering bermunculan ketika sama-sama
mengedepankan ego dalam dirinya. Lain hal dengan kedua pasangan yang lebih
mengutamakan kedamaian dalam hubungan, tentunya sebesar apapun konflik, pasti
akan terselesaikan. Bukankah lebih baik menyelesaikan konflik dibanding dengan
menyelesaikan hubungannya?
Kembali
ke topik utama yaitu "Budak Cinta" atau yang biasa kita sebut dengan "Bucin" merupakan suatu julukan kepada orang yang tergila-gila akan cinta,
terlalu mengutamakan cinta diatas segalanya. Atau dapat diartikan juga sebagai
orang yang terlalu terobsesi akan kebahagiaan cinta. Memang benar bahwa cinta
dapat membahagiakan, cinta dapat membuat seseorang merasa bahwa dirinya
memiliki makna penting dalam kehidupan. Cinta mampu untuk membangkitkan
semangat, mampu untuk berperan dalam menyelesaikan sebuah permasalahan. Namun,
apakah pantas kita diperbudak oleh cinta yang belum tentu abadi? Tentu saja
tidak. Mencintai boleh, tetapi tetap sesuai dengan kewajarannya, tidak
berlebihan. Dalam konteks disini ialah cinta kepada pasangan, lain hal nya
dengan cinta kepada keluarga yang akan tetap abadi kecuali takdir yang mampu
untuk memisahkan.
Setiap individu memiliki ciri khas tersendiri dalam mengekspresikan cintanya, tidak harus dengan perkataan "aku sayang kamu" atau "aku cinta kamu" tetapi cinta yang sesungguhnya ialah ketika tindakan yang dilakukan menggambarkan bahwa ia mencintaimu. Bukan seberapa banyak janji yang terucap, namun seberapa besar pembuktian yang telah ia lakukan. Bukan seberapa banyak waktu yang ia beri, namun seberapa tulus ia mampu untuk menghargai perjuanganmu. Dalam hal ini, setiap orang memiliki persepsi berbeda-beda mengenai makna bucin yang sebenarnya. Namun, dapat ditarik kesimpulan bahwa bucin itu manusiawi untuk sebagian orang yang sedang merasakan indahnya jatuh cinta dan tidak menjadi permasalahan jika bucin mampu untuk membahagiakan.
0 Komentar