Aku benci, aku!
Oleh : Y. Agustina

sumber gambar: google.com


Kabut ini terlalu tebal, aku benci
Ruang ini terlalu sempit, aku benci.
Aku benci takutku, aku benci harus melemah.
Isi kepalaku terus saja berteriak, apa dia tidak tahu bahwa aku hampir meledak sebabnya?

Aku marah, sangat marah.
Saat ragaku tak lagi terasa pantas di rasa, aku marah.
Aku marah, saat di mataku tak lagi  bertemu kedamaian.
Aku merasa lenyap, apa bahagia harus semenyakitkan ini?

Apa pulang hanya menjadi kata ternyaman bagi mereka yang pantas?
Aku dan pulang bagiku, selalu tak senyaman itu
Apa dimengerti hanya pantas bagi mereka yang sempurna?
Lalu, bagaimana aku yang bukan apa-apa?

Aku tidak menghargai diriku?
Harus dengan apa aku menghargainya lagi, saat semua rasa tengah ku netralkan
Apa memahami sama artinya harus mati dalam diri sendiri

Semua pergi, bahkan jauh sebelum bertemu denganku
Semua menjauh, bahkan sebelum sempat mendekat  padaku

Ya, aku menangis, lagi. Wajar bukan?
Saat di rasa aku tak lagi mampu mengungkapkan amarahku
Saat aku telah benar-benar kehilangan rasa percayaku
Saat aku tak mengharapkan hubungan apapun dalam hidupku
Aku tak berharap kekeluargaan, aku tak berharap persahabtan, bahkan aku tak lagi berharap pertemanan.

Aku benci, aku benci rasa benciku
Aku benci, aku benci rasa takutku
Dan bodohnya, dia lekat padaku

Jakarta, 21 Maret 2020

0 Komentar