Opini
Menuju Hardiknas: Memaknai Pendidikan dalam Film 3 Idiots
Sumber Gambar: Barnes & Noble
Oleh: Vemi Nabila*
Dalam
memperingati hari pendidikan yang sebentar lagi akan kita rayakan, maka
terlintas dalam benak saya untuk menyaksikan sebuah mahakarya asal India yang
berjudul "3 Idiots" yang
sebetulnya pernah saya saksikan pula saat masa kecil, namun beberapa bagian di
antaranya saya sudah lupa. Hal ini nyatanya tidak berbuah wacana saja, saya
betu-betul menontonnya, sebuah kisah yang sederhana, bahkan tidak memerlukan
budget terlalu besar seperti film-film arus mainstream yang terlalu mengandalkan
green screen-nya.
Kisah
sederhana ini nyatanya hanya dinampakan dari luarnya saja, dengan kisah yang
awalnya saya pikir sederhana, yaitu tiga mahasiswa yang memasuki perguruan
tinggi teknik terbaik di India dengan membawakan latar belakangnya
masing-masing. Sebut saja tokoh utama dalam kisah ini bernama Racho, di awal
perkuliahannya, bahkan ia telah menarik perhatian banyak kalangan, bahkan
rektor kampusnya sendiri. Ia ditemani oleh kedua temannya yang satu kamar
dengannya bernama Raju dan Farhan. Pertemanan konyol mereka akhirnya menggiring
mereka dengan sebutan "three idiots".
Namun sebutan ini sesungguhnya bermakna amat dalam. Rancho adalah yang paling
berbeda diantara mereka, ia memiliki konsep berpikir yang paling berbeda,
dimana konsep berpikirnya tersebut yang mengilhami saya dalam menyiptakan
tulisan ini.
"Pelajaran
itu harus dimaknai, bukan dihapalkan." Kurang lebih seperti itulah
sepenggal makna yang saya tangkap ̶ yang keluar dari mulut Rancho ̶ ketika
melihat temannya yang getol untuk
mendapatkan pujian dari dosennya. Selanjutnya terdapat adegan dimana Rancho
mendapatkan nilai terbaik di kelasnya, sedangkan kedua temannya justru
sebaliknya, mereka berada di peringkat akhir. Lantas ia berkata "kau harus
mencintai engineering",
"namun kau (menunjuk pada Farhan) mencintai fotografi tapi malah menikahi engineering" Beberapa penggalan
kalimat sederhana yang dilontarkan oleh Rancho lantas membuat saya sedikit
merenung. Jika kau amat mencintai sesuatu, maka kau akan menikmatinya, kau akan
amat bersungguh-sungguh mempelajarinya tanpa merasakan beban apapun, dan ketika
kau bekerja di bidang tersebut, kau akan merasa bahwa bekerja sama sajalah
seperti bermain!
Rasa
cinta tersebut sebelumnya berawal dari keinginan kuat Rancho untuk menempuh
pendidikan. Ia merupakan seorang anak tukang kebun dari keluarga yang kaya
raya, yang dengan beruntungnya mendapatkan kesempatan untuk menempuh pendidikan
dengan menggunakan nama anak dari orang kaya itu sendiri. Dalam kepalsuan
identitasnya, ia melakukan apa saja demi dapat menempuh pendidikan dengan
bebas, dengan gayanya sendiri, dan yang terpenting, tanpa penindasan dari
siapapun.
Nasib
Rancho tidaklah sama persis seperti kedua temannya, dimana Farhan
"ditindas" oleh ayahnya untuk menempuh bidang yang tidak sedikitpun
ia sukai, sedangkan Raju "ditindas" oleh ketakutan akan datangnya
ketidaksuksesan yang akan berdampak pada keluarganya yang kurang mampu
tersebut. Apakah dalam menempuh pendidikannya, Rancho sesungguhnya pernah atau
telah tertindas oleh pendidikan itu sendiri? Menurut saya, Rancho menjadi sosok
ideal untuk seorang yang memaknai pendidikan dengan sesungguhnya. Ia menyukai
pelajaran tersebut, maka hal apapun bahkan akan ia lakukan untuk menempuh
pelajaran tersebut, dalam kondisi seterbatas apapun, ia memiliki tekad dan
nekad yang tinggi.
Tentunya
kita ingin jika seluruh anak bahkan generasi, meniru sosok Rancho itu sendiri,
khususnya dalam hal mengartikan pendidikan yang sesungguhnya. Namun hal ini
akan sulit terjadi atau bahkan tidak dapat terjadi jika pendidikan hanya
diartikan sebagai belajar hanya di sekolah, memperhatikan guru tanpa bertanya,
mencatat tanpa menyerapi, dan menghafal bukan memahami. Faktor-faktor tersebut
sering kali terjadi di antara kita semua, bahkan saya pribadi kerap kali sering
mengalaminya. Namun apakah semua hal yang dipandang sesuai "sistem"
ini adalah semata-mata salah kita sendiri sebagai murid? Atau hanya salah
seorang guru sebagai tenaga pendidik? Tentu saja tidak.
Bagaimana
sudut pandang Rancho dalam memaknai pendidikan berasal dari kesadaran akan
belajar yang sesungguhnya, bagaimana mencintai, menyukai, menggemari pelajaran
tanpa merasa terpaksa maupun tertindas. Jika kita tidak merasakan apa yang
dirasakan oleh Rancho, maka saya rasa itu wajar saja. Saya memiliki sekilas
pandangan mengenai pendidikan dalam sudut pandang awam. Dimana bagi saya, dalam
pendidikan itu sendiri terdapat relasi kekuasaan antara guru dengan murid, yang
menciptakan rasa ketidak nyamanan murid dengan gurunya, dahulu itu sering
sekali terjadi dan diimplementasikan dalam bentuk hukuman keras seperti
melempar kapur barus pada murid yang berbicara di kelas pada saat guru
menerangkan, maupun memukul bokong muridnya dengan penggaris jika ia salah
menjawab pertanyaan di papan tulis. Relasi kuasa tersebut tidak hanya bertahan
di sekolah saja, namun dapat terwujud dalam bentuk pekerjaan rumah (PR). Adakah
seorang yang bersungguh-sungguh mengerjakan PR bukan dikarenakan untuk
mendapatkan nilai tambahan ataupun takut dimarahi gurunya? Tentunya mayoritas
dari kita akan menganggap PR hanyalah penambah beban untuk pikiran kita.
Selanjutnya,
terdapat relasi kekuasaan antara murid dengan nilai. Percayalah, bahwa
menyontek adalah tindakan kita yang setidaknya menunjukan bahwa kita masih
menghamba pada nilai. Hal tersebut tentulah rasional, dalam jenjang SMA, nilai
sangatlah penting untuk ujian masuk perguruan tinggi negeri jalur undangan,
dalam jenjang SD dan SMP, nilai sangatlah penting untuk penentuan masuk sekolah
favorit. Bahkan dalam kehidupan kita memang dituntut untuk menghamba pada
nilai, namun hal tersebut lagi-lagi dapat membutakan kita dalam memaknai
pendidikan yang sesungguhnya. Tentu memperbaiki nilai memiliki keterkaitan erat
dalam hal memperbaiki taraf kehidupan seseorang, alias perbaikan kondisi
ekonomi. Hal ini telah digambarkan dalam sosok Raju di 3 Idiots yang terjebak dalam kondisi perekonomian yang cukup buruk
dan pada akhirnya sempat meninggalkan Rancho karena sering terkena masalah jika
terus berteman dengannya, sehingga untuk bertahan hidup dalam meningkatkan
nilainya, ia memilih untuk pisah kamar dengan Rancho, meskipun pada akhirnya ia
kembali lagi.
Terakhir
adalah relasi kekuasaan antara murid dan guru dengan sistem. Dimana selama ini
sistem mengikat mereka dengan kode etiknya masing-masing. Sistemlah yang
menciptakan pr, sistemlah yang menciptakan kompetisi nilai. Padahal tidak
seharusnya pendidikan dapat diukur dengan nilai. Seharusnya sejak dari dulu
tidak perlu ada sistem pemeringkatan nilai, karena dari awal esensi pendidikan
bukanlah untuk membedakan anak-anaknya dalam sistem kasta dalam pemeringkatan,
melainkan untuk menyebarkan pencerdasan kepada siapa pun yang ingin belajar
tanpa memandang kasta dan tiada penindasan. Di tangan sistem pendidikan yang
sesungguhnya, seharusnya tidak ada fenomena depresi maupun bunuh diri yang
diakibatkan oleh "penindasan pendidikan", tidak ada fenomena saling
menjatuhkan hanya untuk mendapatkan nilai terbaik, dan semua orang mendapatkan kebahagiaannya
dalam memaknai pendidikan. Sistem seperti inilah yang sekarang sedang berusaha
diubah oleh pemerintah melalui kurikulum barunya yang berjudul kurikulum 2013,
dimana penilaian tidak lagi dilakukan pada aspek kemampuan otak saja, melainkan
pada aspek kreatifitas dan perilaku.
Meskipun
film 3 Idiots tidak dapat saya katakan cukup utopis juga untuk terjadi di dunia
nyata, misalkan pada adegan disaat mereka bertiga mengencingi rumah rektor
mereka, serta perilaku-perilaku nekad mereka lainnya yang terlampau konyol.
Namun perlu diakui, film ini berhasil membangkitkan kesadaran saya dan kita
semua dalam memaknai pendidikan yang sesungguhnya. Terdapat banyak nilai moral
di dalamnya yang amat perlu diacungi jempol dan bahkan dapat memberikan inspirasi
untuk membangun kebijakan kedepannya. Karena pendidikan adalah tombak dari
majunya sebuah peradaban, maka mari kita renungkan sejenak perilaku kita dalam
memperlakukan pendidikan, tirulah Rancho dengan cara pandangnya terhadap
pendidikan itu sendiri. Maka kau akan mendapatkan kesimpulan, bahwa orang yang
terbuai dengan nilai, terus mengikuti sistem tanpa mengkritisinya, orang yang
meremehkan pendidikan, hanyalah seorang keledai dungu!
* Penulis merupakan
anggota dari PUSDIMA dan Tim Aksi FIS Red' Soldier
0 Komentar