Opini tentang Bulan Tertib Trotoar
Oleh :Vivi Maulia Rahma
Jenis Tulisan: Opini

Baru-baru ini tepatnya pada bulan Agustus 2017, telah diberlakukannya program “Bulan Tertib Trotoar”, program tersebut merupakan program yang dijalankan oleh PEMPROV DKI Jakarta dengan tujuan untuk mengembalikan kembali fungsi trotoar yang dibuat untuk memfasilitasi pejalan kaki. Sesuai pada Pasal 106 ayat 2 UU No 22 Tahun 2009 ditegaskan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan di jalan wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan persepeda. Penggunaan kendaraan yang menlanggar pasal tersebit dikenai Pasal 284 UU No 22 Tahun 2009 dengan pidana kurungan paling lama  bulan atau dengan maksimal Rp.500.000
Namun pada faktanya yang kita semua ketahui bahwa penduduk DKI Jakarta sangatlah banyak, yang mengakibatkan kendaraan yang semakin bertambah banyak juga dan akhirnya trotoar yang menjadi imbasnya, baik digunakan untuk parkir kendaraan maupun digunakan untuk para pedagang kaki lima berjualan.
Dalam hal ini saya akan berpendapat mengenai program tersebut, program tersebut memanglah program yang bagus, karena program tersebut berusaha untuk mengembalikan hak pejalan kaki, namun disisi lain merampas hak masyarakat lain untuk mencari penghidupan, yang saya maksud haknya dirampas adalah para pedagang kaki lima, saya sangat menyadari bahwa pedagang kaki lima memang salah apabila mengacu pada Undang-Undang yang telah saya sebutkan diatas, namun pelanggaran tersebut tidak akan terjadi jika, pedagang kaki lima diberikan tempat berjualan dimasing-masing wilayah yang sekiranya ramai seperti, di dekat pusat perbelanjaan, perkantoran, dan tempat-tempat publik lainnya. Dalam hal ini saya sangat setuju bila yang ditertibkan adalah para pengendara motor, mobil, angkutan umum dan sejenisnya yang memparkirkan mobilnya dijalanan atau menggunakan trotoar, karena menurut saya sendiri memanglah menggangu pejalan kaki, dan membuat jalan menjadi sempit sehingga menimbulkan kemacetan.
Hal yang akan saya tekankan disini adalah, bahwa program ini mengembalikan hak pejalan kaki, namun merampas hak pedagang kaki lima, saya akan jauh lebih setuju dengan program ini apabila sebelumnya dilakukan terlebih dahulu relokasi untuk pedagang kaki lima, dan setelahh itu program tersebut berlanjut untuk seterusnya tidak hanya dalam hitungan bulan, karena apabila hanya hitungan bulan tidak akan bisa merubah wajah DKI Jakarta. Selain itu saya resah dengan ketidakadilan pemerintah, berdasarkan fakta yang saya didapatkan dilapangan, ada beberapa sekolah elit yang berada diJakarta, yang menggunaka badan jalan untuk parkir kendaraan mereka, dan menyebabkan kemacetan, serta yang diherankan adalah tidak adanya tindak lanjut bagi pelanggar tersebut. Dari hal tersebutlah dapat saya simpulkan bahwa hukum di Indonesia pun masih belum menerapkan sila ke lima pancasila yaitu “keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”. Hal yang lebih menyedihkan bahwa banyak pedagang kaki lima yang mengatakan bahwa “Saya belum merdeka”, merdeka yang mereka maksud adalah merdeka untuk bebas mencari nafkah dengan cara mereka sendiri, dan seharusnya pemerintah bisa memberikan tempat yang layak sebelum dilakukannya penertiban, karena dalam 14 hari berlangsungnya program tersebut sudah ada 1.216 PKL yang ditertibkan, lalu bagaimana nasib mereka jika tidak bisa mendapatkan penghasilan, akan jauh lebih baik PEMPROV DKI memikirkan lebih matang mengenai program dan dampaknya terhadap rakyat kecil.

Demikianlah opini dari keresahan yang saya rasakan, setuju atau tidak setuju adalah hak pembaca, sekian dan terimakasih.

0 Komentar