Oleh : Qurrotu A'yunina

Hari itu kami.. aku dan temanku, memulai perjalanan pulang ke rumah setelah menghabiskan waktu di kampus dari pagi hari sampai matahari tak terlihat lagi. Langit sudah gelap, jalanan sudah dihiasi lampu-lampu penerang jalan dan dipadati kendaraan, kendaraan yang dikendarai orang-orang yang mungkin sama lelahnya seperti kami. Padat sekali.. suara klakson sering sekali terdengar. Mereka terburu-buru, tapi jalanan yang padat memperlambat perjalanan mereka.
Kami salah satu yang memadati jalanan ibu kota itu. Kami pulang menggunakan sepeda motor. Capek, ngantuk, pegal, karena macet itu sudah pasti. Kami bosan, lalu kami menghibur diri kami sendiri. Seperti biasa, kami menghibur diri dengan mencari dan menertawakan kekonyolan-kekonyolan yang dilakukan orang-orang di sepanjang perjalanan yang kami lewati. Melihat ekspresi orang-orang yang kelelahan, menguap dengan panjang tanpa sadar sedang kami tertawakan, menertawakan setiap orang yang memakai atribut yang berlebihan dan aneh. Banyak sekali yang bisa kami dijadikan bahan tertawaan. Dengan begitu, rasa lelah kami pun hilang sejenak.
Setelah kehabisan bahan tertawaan, kami mulai melakukan hal-hal konyol. Sebenarnya temanku yang lebih sering mempunyai ide untuk melakukannya, aku hanya ikut menertawakan saja, meskipun sesekali aku juga melakukan hal yang sama. Masker, kami jadikan senjata paling penting dalam melakukan hal-hal konyol itu. Karena wajah kami tidak akan terlihat, maka kami akan dengan sangat leluasa melakukan hal sekonyol apapun. Kami menyapa setiap orang yang kami lewati. Saat itu ada ibu-ibu yang sedang berjalan di pinggir jalan, lalu kami memanggilnya dan mengatakan “Bu duluan yaa....” sambil melambaikan tangan. Dan yang terjadi adalah ibu itu menjawab “oh.. iya” dengan membalas lambaian tangan kami. Kami kaget mendengar dan melihat respon ibu itu, lalu kami tertawa terbahak-bahak. Padahal ibu itu tidak mengenal kami, wajah kami pun tertutup masker, tapi ia menjawab dengan ramahnya.
Kami melakukan hal yang sama di sepanjang jalan. Anak kecil pun jadi sasaran kami. Kami melewati sebuah mesjid, lalu ada anak kecil, laki-laki sedang berjalan kaki, sepertinya ia baru selesai mengaji dari mesjid yang kami lewati. Temanku mulai melakukan hal konyol lagi, ia memanggil anak kecil itu “jang duluan!”.. anak kecil itu menoleh sedikit kaget tapi dia tidak membalas karena kami pun berjalan dengan cepat. Lalu setelah hampir sampai di rumahku, kami melihat ada seorang perempuan, kelihatannya umurnya tidak jauh dari umur kami. Ia sedang mengendarai motor dengan pelan sambil menempelkan telepon genggam di telinganya. Dia jadi sasaran kami berikutnya, “hai duluan yaa” kami mendekati motor yang ia kendarai. Benar saja, perempuan itu menoleh ke arah kami, menurunkan telepon genggam dari telinganya sembari menjawab sapaan kami “iya..”. Untuk kesekian kalinya kami terbahak-bahak, perempuan itu ramah sekali menjawab sapaan kami, lucu sekali.

Aku pun sudah sampai di depan rumah dengan terburu-buru turun dari motor. Temanku langsung melanjutkan perjalanan ke rumahnya juga dengan terburu-buru, ia takut bertemu dengan perempuan yang baru saja kami jadikan sasaran penghilang kebosanan. Dan berakhirlah perjalanan kami hari itu dengan rasa lelah yang sedikit terhibur oleh keramahan orang Indonesia 

0 Komentar