Cerpen
DARI INDRAMAYU KE JAKARTA:Untuk Menjadi Warga Negara yang Baik
Oleh: Nurul Hidayat
Ini hanya sekedar bercerita, tentang perjalanan saya untuk menjadi warga negara yang baik, mempunyai KTP dengan prosedur yang ditetapkan pemerintah, dan pembuktian bagi saya sebuah kontradiksi kalau orang membuat KTP pindahan itu susah.
Saya merencanakan pulang ke kampung pada tanggal 13 Februari 2010 untuk mengurus surat perpindahan penduduk dari tanah kelahiran saya, Indramayu ke Jakarta. Pagi itu sekitar pukul 08.00 wib, mungkin sedikit melewati. Saya menuju ke kantor kecamatan Jatibarang kabupaten Indramayu, jaraknya cuma ±500 meter dari rumah saya, jadi cukuplah pikir untuk naik sepeda. Saya langsung menemui karyawan yang duduk mengurusi administrasi pembuatan KTP, karena KTP saya hilang beserta dengan KTM (kartu tanda mahasiswa), kartu perpustakaan kampus UNJ (Universitas Negeri Jakarta), kartu Perpustakaan Nasional RI, dan tidak kalah sayangnya yaitu uang kurang dari Rp.150.000. Setelah bertemu dengan karyawan kecamatan, saya hanya membawa berkas-berkas dari kelurahan desa Bulak, yaitu surat pengantar dan Kartu Keluarga, juga saya dimintai foto 4x6 sebanyak 6 lembar, karena fotonya tidak dibawa maka saya pulang kembali dan mencetak foto. Setelah itu saya datang lagi dengan membawa foto, kata karyawam itu, “silakan dek ngurusnya di bagian sana”, rupanya saya harus mengantri, sedangkan waktu menunjukan jam 9 lewat, setelah menunggu sekitar setengah jam akhirnya saya dapat mengurusi surat itu, namun saya disuruh untuk memfotocopy, setelah itu saya balik lagi dengan membawa surat pengantar dan fotocopyan yang masih hangat. Lalu ditanyakan oleh karyawan itu, katanya baru bisa jadi siang jam satu, lantas saya menjawab, surat ini harus cepat selesai, karena saya hari senin meski balik lagi ke Jakarta untuk kuliah, barulah karyawan itu mengusahakan untuk mencari pihak kelurahan, untuk menandatangani surat, karena tidak ada, maka ditandatangani oleh sekertaris. Begitu selesai, saya diminta untuk menambahkan poto 2 lembar lagi untuk di bawa ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Indramayu, akhirnya saya pulang membawa surat pengantar itu, dan waktu menunjukan jam setengah sebelas, saya harus bergegas untuk ke Indramayu karena hari itu adalah hari sabtu, jadi jam kerja pun cuma setengah hari. Sebelum berangkat ke kota Indramayu saya mengurus surat kehilangan dari Kepolisian Sektor Jatibarang, saya menemui petugas piket yang asik menelpon, tanpa basa-basi karena sudah siang, saya pun menegornya, pak saya mau bikin surat kehilangan KTP. Barulah polisi itu menutup telponnya. Setelah diintrogasi tapi bukan sebagai teroris, saya menjawab apa yang di tanyakan―ketikan sudah selesai. Dan rupanya dia melanjutkan telponnya lagi, sudahlah pikir mungkin dia tidak mau uang. Akhirnya saya pamit dengan mengucapkan terima kasih.
Dengan mengendarai motor, saya melaju ke Indramayu tempatnya samping lampu merah bunderan kijang, kota Indramayu, jarak dari rumah saya lumayan jauh sekitar 20 km. Saya masuk dan menemui bagian kependudukan, disana saya berhadapan dengan Ibu yang umurnya sekitar 45 tahunan, ibu itu menanyakan keperluan saya, karena KTP saya hilang, ibu itu menyuruh saya untuk mencarinya kembali, minimal fotocopyan, terus saya jawab “orang yang aslinya aja hilang apalagi fotocopyanya bu”. Setelah bersilat lidah dengan ibu itu, akhirnya diurusin juga surat saya, akan tetapi, dengan alasan waktu kantor sudah habis, ibu itu menjanjikan tidak bisa selesai hari itu, bisa di ambil hari senin jam 10, saya pun mulai beralasan lagi, kalau hari senin saya meski kuliah ke Jakarta, ibu itu menjawab dengan asiknya, “kan bisa sama kakak kamu yang ngambil, terus suruh kirim ke Jakarta”. Tapi daripada saya merepotkan kakak saya, saya akhirnya merelakan jam kuliah saya, yaitu mata kuliah sosiologi pedesaan untuk tidak mengikuti. Saya pulang, tetapi sampai didepan motor, saya kepikiran kalau bagaimana jika saya memberi uang tambahan untuk segera menyelesaikan surat itu, saya pun menemuinya lagi, “bu bisa selesaikan sekarang tidak? Nanti saya kasih uang tambahan diluar jam kerja ibu” ujar saya. Ibu itu menjawab tidak bisa dengan alasan dia ingin pulang. Pikirku sudahlah, mungkin ini adalah proses yang sebenarnya.
Hari senin, sekitar jam 10 pagi, waktu yang dijanjikan ibu dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, saya langsung menemui ibu itu, dengan senyuman, dia pun menbalasnya karena dia masih ingat dengan saya. Ibu itu segera mengurusi suratnya, karena tinggal di stempel dan di tandatangani. Setelah selesai, saya menanyakan “bu berapa administrsinya?” dia jawab berapa aja, karena saya kantong mahasiswa jadi saya hanya kasih Rp.10.000, lantas saya pulang dan bersiap-siap untuk pergi ke Jakarta sore itu.
Ini hanya sekedar bercerita, tentang perjalanan saya untuk menjadi warga negara yang baik, mempunyai KTP dengan prosedur yang ditetapkan pemerintah, dan pembuktian bagi saya sebuah kontradiksi kalau orang membuat KTP pindahan itu susah.
Dengan mengendarai motor, saya melaju ke Indramayu tempatnya samping lampu merah bunderan kijang, kota Indramayu, jarak dari rumah saya lumayan jauh sekitar 20 km. Saya masuk dan menemui bagian kependudukan, disana saya berhadapan dengan Ibu yang umurnya sekitar 45 tahunan, ibu itu menanyakan keperluan saya, karena KTP saya hilang, ibu itu menyuruh saya untuk mencarinya kembali, minimal fotocopyan, terus saya jawab “orang yang aslinya aja hilang apalagi fotocopyanya bu”. Setelah bersilat lidah dengan ibu itu, akhirnya diurusin juga surat saya, akan tetapi, dengan alasan waktu kantor sudah habis, ibu itu menjanjikan tidak bisa selesai hari itu, bisa di ambil hari senin jam 10, saya pun mulai beralasan lagi, kalau hari senin saya meski kuliah ke Jakarta, ibu itu menjawab dengan asiknya, “kan bisa sama kakak kamu yang ngambil, terus suruh kirim ke Jakarta”. Tapi daripada saya merepotkan kakak saya, saya akhirnya merelakan jam kuliah saya, yaitu mata kuliah sosiologi pedesaan untuk tidak mengikuti. Saya pulang, tetapi sampai didepan motor, saya kepikiran kalau bagaimana jika saya memberi uang tambahan untuk segera menyelesaikan surat itu, saya pun menemuinya lagi, “bu bisa selesaikan sekarang tidak? Nanti saya kasih uang tambahan diluar jam kerja ibu” ujar saya. Ibu itu menjawab tidak bisa dengan alasan dia ingin pulang. Pikirku sudahlah, mungkin ini adalah proses yang sebenarnya.
Hari senin, sekitar jam 10 pagi, waktu yang dijanjikan ibu dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, saya langsung menemui ibu itu, dengan senyuman, dia pun menbalasnya karena dia masih ingat dengan saya. Ibu itu segera mengurusi suratnya, karena tinggal di stempel dan di tandatangani. Setelah selesai, saya menanyakan “bu berapa administrsinya?” dia jawab berapa aja, karena saya kantong mahasiswa jadi saya hanya kasih Rp.10.000, lantas saya pulang dan bersiap-siap untuk pergi ke Jakarta sore itu.
bersambung....
0 Komentar