Beranjak Dewasa,

Oleh Ziera Yolanda


Seperti masuk ke dalam linimasa yang tidak dapat kumengerti sama sekali. 

Jiwaku nampak tumbuh baru, bertransformasi, yang warnanya tak dapat kukenali sama sekali. 

Ia seperti terkunci di dalam sebuah peti mati. 

Yang tidak dapat keluar lagi, 

Karena sudah terkubur jauh ke dalam sebuah elegi. 


Menjerit pun apa guna.

Pilunya hanya terasa sia-sia. 

Aku termenung dalam sebuah cahaya jingga yang menampilkan gurat sedih yang kentara. 

Air muka yang tampak pada kubangan kotor sesosok manusia yang belum mengetahui jati dirinya. 


Jiwa itu, 

Terkubur.


Ia seperti telah usang dan malu pada masa. 

Ke manakah kiranya ia berada? 

Aku ingin berbicara empat mata.

Bagaimana ia bisa tega meninggalkanku di saat aku mulai tumbuh dewasa?


Ia salah. 

Ia salah bahwa ia mengira aku yang kini, dapat menggantikannya menjadi sosok baru yang luar biasa. 

Ia salah telah mempercayaiku tumbuh begitu saja. 


Aku yang kini, 

Tak lebih dari sekadar aku yang takut pada apapun yang ada di depan mata. 

Aku yang kini, 

Tak ayal adalah sesosok monster yang akan mengeluarkan bom atom dari setiap amarah yang kupunya. 



Memasuki masa dewasa.

Aku banyak mendengar perkataan orang di luar sana tentangnya.

Banyak orang yang menyebutkan sangat berat menjadi dewasa.

Sangat lelah menjalaninya.


Banyak pertanyaan berkumpul dalam satu ruang imajinasiku sendiri.

Pertanyaan tentang apakah perjalanan menuju predikat dewasa memang semenyakitkan ini? 

Sebegitu kesepian seperti ini? 

Sebegitu bingung dan takut seperti yang kini tengah aku hadapi? 

Yang takut akan seperti apa masa depannya. 

Yang selalu mempertanyakan akan hidupnya. 

Dan yang selalu merasa sendiri, tanpa ada satu pun orang yang menemani. 


Apakah setiap orang yang ingin menuju dewasa,

Harus bergulat dengan hati dan juga pikirannya?

Merealisasikan dan membuat opini tentang hal benar dan tak benar yang sedang terjadi padanya. 

Yang sedang terjadi padaku.


Kalau semua pertanyaanku benar nyatanya,

Hal itu adalah sebuah proses menuju dewasa.

Maka aku takut untuk menjadi dewasa. 

Aku ingin kembali saja seperti masa-masa sekolah,

Yang hanya sedih atas percintaan bodoh yang memilukan. 

Bukannya sedih akan keberadaan masa depan. 


Aku ingin kembali mengulang,

Dan tak ingin merasakan apa yang tengah aku rasakan sekarang.

Karena beranjak dewasa, 

Aku malah merindukanmu, wahai sosok diriku yang dulu pernah ada.

0 Komentar