Dramaturgi Pemerintah: Penyebab Masyarakat Melakukan Resistensi Atas UU Cipta Kerja

Oleh: Tamara Oktaviyana

 


sumber gambar: https://pin.it/48WXSTn


Banyaknya permasalahan saat ini, berawal dari pemilihan calon presiden tahun 2019, menimbulkan pertarungan politik. Membuat suasana merebut kursi presiden semakin sengit. Berbagai cara dilakukan oleh kedua paslon, dengan strategi yang dijalankan semaksimal mungkin, berlomba-lomba meyakinkan masyarakat bahwa Paslon nya merupakan Paslon terbaik demi mendapatkan kekuasaan. Berbagai pidato, target, perencanaan, dan janji-janji disampaikan dengan lantang kepada masyarakat berjanji akan mendengarkan aspirasi rakyat, bertanggung jawab, jujur dan amanah, agar mendapat kepercayaan dan dukungan yang kuat. Selanjutnya salah satu paslon yang terpilih tentu saja akan memberikan citra baik didepan semua orang, memberikan komitmen terbaik, mendeskripsikan visi, misi, dan janji.

Salah satu janji yang disampaikan oleh Paslon terpilih ialah janji untuk memperbaiki nasib buruh, yang terdapat dalam butir 2.6 terkait pengembangan reformasi ketenagakerjaan :

·  Berjanji akan membangun sistem pemburuhan dan pengupahan yang dapat meningkatkn kesejahteraan, karena ketenagakerjaan dianggap memiliki peran penting dalam peningkatan produktivitas dan daya saing bangsa.

·       Meningkatkan keterampilan pencari kerja dan buruh dengan pelatihan vokasi dan sertifikasi dengan melibatkan pemerintah, dunia usaha dan kalangan pendidikan, dan memperluas akses buruh untuk mendapatkan beasiswa.

·      Meningkatkan perlindungan bagi tenaga kerja di sektor informal maupun bagi buruh migran secara terintegrasi. Kemudian mebenahi sistem, pelayanan dan kualitas buruh migran, dan akses pembiayaan KUR.

Kemudian Mengatakan bahwa RUU Cipta Kerja akan mendorong reformasi regulasi dan debirokratisasi, sehingga pelayanan pemerintahan akan lebih efisien, mudah, dan pasti. Bahkanan berjanji akan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang selama ini dikeluhkan oleh para buruh agar menjadi lebih baik lagi.

Namun pada realitasnya Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja pada tanggal 05 Oktober 2020 dalam rapat paripurna dengan waktu yang begitu cepat. Diketahui draf RUU diserahkan pemerintah ke DPR, hanya memakan waktu enam bulan. Dikebutnya pembahasan RUU diakui oleh Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas, beliau mengatakan bahkan anggota DPR sengaja bekerja 7x24 jam hingga menggunakan waktu reses untuk merampungkan pembahasan RUU ini.

Terjadinya kasus tersebut menunjukan bahwa adanya kejanggalan dan pemaksaan dalam mengesahkan UU Ciptaker. Menyebabkan kontroversi di berbagai kalangan. Mendapat kritik dari kelompok pekerja, buruh dan akademisi. Bahkan tiga hari setelah undang-undang tersebut disahkan oleh DPR dalam rapat paripurna penutupan masa sidang, terjadi unjuk rasa besar-besaran sebagai resistensi atas materi UU Cipta Kerja yang hampir terjadi di semua wilayah Indonesia. Massa aksi yang umumnya kelompok buruh, dan mahasiswa, melakukan demo besar-besaran terkait poin-poin UU Ciptaker yang merugikan buruh, beberapa diantaranya ialah:

1.      Dipangkas nya hari libur

UU Cipta Kerja menghapus libur mingguan selama dua hari untuk lima hari kerja yang sebelumnya sudah di atur dalam UU Ketenagakerjaan. Hal itu tertuang dalam Pasal 79 Ayat (2) poin b menyebutkan, istirahat mingguan hanya satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu. Pasal 79 ayat (3) hanya mengatur pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja atau buruh bekerja selama 12 bulan secara terus menerus. Pasal 79 Ayat (4) menyatakan, pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Kemudian Pasal 79 ayat (5) juga menghapus cuti panjang dua bulan per enam tahun. Cuti panjang nantinya akan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, ataupun perjanjian kerja bersama, dan cuti panjang dua bulan per enam tahun dihapus.

Hal ini sangat kontradiktif dengan aturan dari UU Ketenagakerjaan yang telah disahkan lebih dulu. Dalam UU tersebut disebutkan dan dijelaskan secara detail terkait cuti atau istirahat panjang bagi pekerja dapat dilakukan oleh pekerja yang telah bekerja selama enam tahun di perusahaan yang sama.


2.      Jam lembur jadi lebih lama

Pasal kontroversial lainnya dalam UU Cipta Kerja ialah pasal yang menyebut tentang jam lembur di kantor menjadi lebih lama. Ketentuan itu lebih lama dibandingkan UU Nomor 13 Tahun 2003, yang menyebutkan bahwa kerja lembur dalam satu hari maksimal 3 jam dan 14 jam dalam satu minggu. Sedangkan dalam draf Omnibus Law yang sekarang sudah disahkan menjadi UU Cipta Kerja disebutkan dalam BAB IV tentang ketenagakerjaan dalam Pasal 78 bahwa waktu kerja lembur bisa dilakukan paling banyak empat jam dalam sehari dan 18 jam dalam seminggu.


3.      Pesangon

Dalam UU Cipta kerja dapat dipastikan pekerja akan tetap mendapatkan pesangon. Akan tetapi terdapat perbedaan pada jumlah yang diberikan berkurang dari maksimal 32 bulan menjadi bulan. Di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan melalui Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Hal itu tertuang dalam Pasal 46A.


4.      PHK

Pasal 81 angka 42 UU Cipta Kerja menyisipkan Pasal 154A mengenai alasan pemutusan pemutusan hubungan kerja. Dituliskan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) bisa terjadi dengan berbagai alasan. Salah satu alasannya yakni pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan. Sementara, pasal 172 UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa buruh berhak atas dua kali pesangon jika mengalami PHK karena sakit berkepanjangan melebihi 12 bulan.


5.      Mempermudah perekrutan TKA

Adanya indikasi pemerintah tertuang dalam Pasal 42 yang intinya mempermudah izin bagi Tenaga Kerja Asing (TKA) menimbulkan kontroversi. Pasal tersebut akan mengamandemen Pasal 42 UU Ketenagakerjaan Tahun 2003 yang mewajibkan TKA mendapatkan izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk agar bisa bekerja di Indonesia. Apabila mengacu kepada Perpres Nomor 20 Tahun 2018, TKA harus mengantongi beberapa perizinan seperti Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Visa Tinggal Terbatas (VITAS), dan Izin menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Akan tetapi, pengesahan UU Cipta Kerja ini mempermudah perizinan TKA. Dalam UU Cipta Kerja yang baru TKA hanya perlu membutuhkan RPTKA saja. Hal ini dikhawatirkan dapat menyingkirkan tenaga kerja Indonesia ke zona yang tidak menguntungkan secara ekonomi dan menjadikan tenaga kerja Indonesia semakin terpuruk.

Beberapa pasal tersebut dianggap meresahkan rakyat. Dianggap terlalu pro kepada kaum pemilik modal. Berbeda dengan apa yang telah dijanjikan pemerintah, akan memberi kesejahteraan dan perbaikan kepada buruh melalui UU Ciptaker. Namun yang terjadi berbanding terbalik, adanya pengesahan UU Ciptaker, justru buruh merasa lebih dirugikan ketimbang disejahterakan.

RUU Ciptaker dinilai kelompok buruh banyak memuat pasal-pasal yang merugikan berbagai elemen masyarakat, mulai petani, buruh, hingga nelayan. Menurut mereka, RUU ini akan menambah pengangguran dan memperburuk kondisi kerja, salah satunya karena berpotensi memudahkan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan bagi petani, RUU Ciptaker dinilai membuat peran pemerintah hanya menjamin ketersediaan lahan bagi investor dengan mengorbankan fungsi sosial tanah bagi rakyat.

Sedangkan berdasar pada kajian akademisi lintas disiplin ilmu dan kampus, UU Cipta Kerja mengandung cacat formil dan materil. UU itu mengancam hak asasi manusia, dan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan negara. Prosedur dan materi UU Cipta Kerja, menurut para akademisi, telah mempermainkan logika hukum dan memanipulasi prosedur demokrasi. “Adalah kejahatan legislasi yang nyata dan berbahaya bagi kelangsungan negara hukum dan demokrasi." Ujar pak Mughis Dosen Universitas Negeri Jakarta

Itulah alasan mengapa UU Cipta kerja langsung menuai kecaman dan aksi mogok nasional dari para buruh. Sebab, banyak aturan dalam UU tersebut yang dianggap dapat memangkas hak pekerja dan hanya menguntungkan pengusaha. Sampai saat ini demo masih terus berlangsung secara bertahap, namun tetap saja tidak ada evaluasi dan sikap yang tegas untuk mengayomi aspirasi masyarakat.

Selanjutnya kekecewaan pun diwarnai kembali dengan kabar bahwa pada saat demo berlangsung, Presiden tidak ada di Istana, beliau melakukan kunjungan kerja di Provinsi Kalimantan untuk meninjau lumbung pangan atau food estate, penanaman padi, keramba ikan, serta peternakan bebek yang terletak di Kecamatan Pandih Batu. Disatu sisi lain, dengan segala keresahan dan kekacauan yang masih berlangsung, pemerintah bersikeras bahwa apa yang beredar dimasyarakat terkait UU Ciptaker merupakan informasi bohong yang dibesar-besarkan (hoax).

Oleh karena itu, terjadi nya resistensi masyarakat tidak lain merupakan bentuk kekecewaan terhadap para pemimpin bangsa ini atas kepercayaan yang telah di khianati.

Selanjutnya jika dilihat melalui sudut pandang Sosiologi apa yang dilakukan oleh para pemimpin bangsa ini sangat lah relevan dengan teori Dramaturgi Erving Goffman dalam bukunya The Presentation of Everyday Life (1959) mengatakan bahwa dramaturgi adalah sebuah teori dasar tentang bagaimana individu tampil di dunia sosial. Menganalogikan kehidupan sosial dalam interaksi manusia seperti panggung sandiwara atau sebuah drama, dan manusia sebagai aktor nya. Dalam dramaturgi terdapat frontstage (panggung depan) dan backstage (panggung belakang).

Front stage adalah area ataupun gambaran yang ditampilkan, tempat dimana seorang aktor memainkan peran sesuai keinginannya, dengan motif tertentu, dan dapat merekayasa segala hal agar citra nya baik. Sedangkan back stage, terlihat kehidupan aslinya, tanpa di rekayasa, dan apa adanya. Dalam backstage terdapat kegiatan aktor yang harus disembunyikan karena merupakan hal-hal yang bertentangan dengan front stage dan fakta ini tidak diperlihatkan ketika aktor berada di panggung depan. Di backstage ini pula aktor bersantai, mempersiapkan diri, atau berlatih untuk memainkan perannya di panggung depan. Sebagaimana perilaku pemimpin saat ini yakni,

1. Front stage :

Sebelum terpilih menjadi Presiden maupun jajaranya, sangat giat melakukan segala upaya untuk meyakinkan, dan menarik perhatian masyarakat agar memenangkan perolehan suara yang tinggi. Mengumbar janji demi mendapatkan citra baik dari masyarakat, meyakinkan bisa melaksanakan tugasnya dengan baik, benar, dan bertanggung jawab, melontarkan visi dan misi, serta mengatakan akan berkomitmen, mendengar kan keluhan rakyat.

Selain itu berjanji akan mensejahterakan rakyat khususnya pada buruh, dengan cara melakukan perubahan RUU ketenagakerjaan yang lebih baik, selain itu menyatakan bahwa RUU Cipta Kerja akan mendorong reformasi regulasi dan debirokratisasi, sehingga pelayanan pemerintahan akan lebih efisien, mudah, dan pasti.


2. Back stage :

Pada kenyatannya di panggung belakang, ketika sudah terpilih menjadi Presiden maupun DPR, mereka mengesahkan RUU Cipta Kerja dengan waktu yang relatif singkat, dan terburu-buru tanpa sepengetahuan rakyat, memuat pasal-pasal yang merugikan berbagai elemen masyarakat, mulai petani, buruh, hingga nelayan dan memperburuk kondisi kerja. Sebagai pemegang kekuasaan, pemerintah juga tidak memperdulikan masyarakat, baik dalam bentuk demonstrasi maupun aspirasi semua di abaikan, tidak ada evaluasi dan ketegasan lebih lanjut mengenai demo besar-besaran. UU Cipta Kerja yang telah di sah kan juga sangat mendegradasi hak-hak dasar buruh, membuat masyarakat kecil merasa dirugikan. Namun mengetahui hal itu pemerintah dan jajarannya tidak melakukan tindakan apapun bahkan pada saat demo berlangsung presiden melakukan kunjungan kerja di Kalimantan, sebagai usaha untuk menghindari adanya ancaman maupun kumpulan massa/ aksi.

UU Ciptaker bukanlah keinginan dari keseluruhan masyarakat namun sebuah keinginan suatu kelompok tertentu, sehingga undang-undang yang dibuat bermanfaat bagi suatu kelompok tertentu, namun bisa merugikan bagi kelompok lain. Kelompok disini tidak lain pimpinan bangsa yang telah berjanji di panggung depan.

Oleh karena itu, secara garis besar penyebab resistensi masyarakat saat ini sebenarnya berawal dari dramaturgi pemerintah yang berusaha menampilkan drama terbaik mereka di hadapan seluruh rakyat indonesia sebagai upaya mendapat kursi kekuasaan dan memiliki tujuan maupun motif tertentu. Akibatnya dramaturgi pada pemimpinan bangsa, menciptakan perbedaan antara front stage dan back stage yang menuai resistensi atas UU Ciptaker yang di sah kan.

 

 

Daftar Pustaka

M. Arif Farida. 2014. Dramaturgi Pemilihan Presiden Indonesia 2014. Jurnal Interaksi. 3(2) : 184

Suneki Sri, dan Haryono. 2012. Paradigma Teori Dramaturgi Terhadap Kehidupan Sosial. Jurnal Ilmiah CIVIS. 2(2)

Rusmulyadi, dkk. 2018. Dekonstruksi Citra Politik Jokowi Dalam Media Sosial. Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat. 3(1):120


1 Komentar

  1. AJOQQ menyediakan permainan poker,domino, bandarq, bandarpoker, aduq, sakong, bandar66, perang bacarat dan capsa :)
    ayo segera bergabung bersama kami dan menangkan uang setiap harinya :)
    AJOQQ juga menyediakan bonus rollingan sebanyak 0.3% dan bonus referal sebanyak 20% :)
    WA;+855969190856

    BalasHapus