Antara PSBB, Hak Warga Negara dan Kelompok Rentan
Antara PSBB, Hak Warga Negara dan Kelompok Rentan
Oleh: Teddy Triyadi
Pandemi telah memperlihatkan kepada kita
berbagai macam struktur dan praktik yang tersembunyi dari bekerjanya sistem
yang selama ini hanya terlihat dipermukaan saja. Pandemi juga memperlihatkan
kepada kita karakteristik rezim yang sesungguhnya dalam mengatasi keadaan
krisis seperti saat ini. Saat kemunculan pandemi di dunia, pemerintah terlihat
santai dalam mengambil kebijakan untuk melindungi warganya, justru pemerintah
dinilai gagal dalam merespon awal kemunculan wabah pandemi ini.
Awal Merespon Covid
Dalam konteks ini, pemerintah pada tahap awal penyebaran Covid 19 menunjukan ketidakseriusan, sehingga tidak ada sistem antisipasi ketika wabah mulai menyebar. Hal ini juga diperparah dengan pernyataan anti science yang ditunjukan pengambil kebijakan. Absennya sistem antisipasi dan respon awal memadai menunjukan krisis dari tata kelola kebijakan Negara, yang ditunjukkan dengan kordinasi hubungan antara pemerintah pusat dan daerah rendah, fragmentasi kebijakan, kesimpangsiuran informasi dan indikasi keraguan public atas kapasitas Negara mengelola krisis.
Kebijakan yang diambil Negara dalam mengatasi pandemi ini salah satunya adalah kebijakan PSBB. Kebijakan ini merupakan bagian penting dalam penanganan dan mengantisipasi kenaikan korban Covid 19 yang terus bertambah.Kebijakan PSBB ini tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 dan teknis pelaksanaannya dapat diketahui melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease.
Setelah peraturan tersebut mulai diberlakukan memang terjadi berbagai macam masalah dan dampak multi sector dan dinilai tidak efektif, dari kesehatan, pendidikan, sosial, ekonomi hingga aktivitas beribadah di masyarakat. Dampak pada sektor-sektor tersebut kian hari mulai dirasakan masyarakat. Hal yang utama adalah menyangkut persoalan kesejahteraan sosial masyarakat.
Kesejahteraan sosial masyarakat di sini berkaitan dengan kesehatan, kondisi ekonomi domestik rumah tangga, rasa aman-nyaman, serta kualitas hidup yang baik. Sehingga masyarakat yang sedang dihadapkan pada pandemi Covid-19 saat ini sangat rentan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya serta juga dalam menjalankan fungsi sosialnya.
PSBB memperbolehkan sektor kesehatan, distribusi pangan, penyediaan energi, perbankan, peternakan dan pertanian, serta media cetak dan elektronik yang berjalan dengan kapasitas minimal. Namun memang setelah pemberlakuan PSBB yang dilakukan pada bulan-bulan lalu juga nyatanya tidak berjalan dengan efektif dan menimbulkan masalah diberbagai sektor.
Kebijakan PSBB Saat Ini
Kebijakan PSBB dinilai menciptakan kerentanan sosial pada masyarakat, khususnya masyarakat yang memiliki status pekerjaan informal yang sumber pemasukan ekonominya didapat sehari – hari dan tidak memiliki gaji pokok yang relative tetap.
Melihat Kondisi saat ini saja memang telah banyak terjadi PHK masal yang membuat seluruh warga yang terdampak semakin sulit dalam kondisi kehidupan ekonomi. Menurut data pekerja terdampak imbas Covid-19 yang dihimpun Kemenaker, dengan bantuan dari Disnaker Pemda di seluruh Indonesia, hingga 31 Juli 2020 menunjukkan secara total baik pekerja formal maupun informal yang terdampak Covid-19 mencapai lebih dari 3,5 juta orang. Dengan data itu kita sudah dapat melihat bahwa sebenarnya kelompok-kelompok rentan sangat terdampak dari adanya peraturan ataupun kebijakan dari PSBB ini.
Kelompok masyarakat yang sangat kentara terdampak dalam kebijakan PSBB ini adalah memang kelompok-kelompok rentan. Kelompok rentan ini di definisikan secara beragam, yaitu kelompok miskin, kelompok yang kehilangan mata pencaharian akibat Covid 19, pekerja informal, kelompok dengan fasilitas kesehatan terbatas dan sebagainya. Karena bisa jadi kelompok tersebut mengalami double burden atau beban ganda, misalnya orang miskin yang dalam keadaan biasa sudah kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sehari- hari dan kondisi bertambah sulit saat Covid 19 melanda.
Meskipun berbagai macam kebijakan telah dikeluarkan pemerintah, seperti bantuan langsung tunai, ataupun kebijakan lain yang merespon kondisi ekonomi wabah Covid 19 ini nampaknya hanya bersifat reaktif semata. Artinya bahwa pemerintah masih mementingkan dan lebih condong kepada stabilitas ekonomi dari pada ketimbang aspek kemanusiaan.
Pendekatan pemerintah yang belum menggunakan nilai-nilai kemanusiaan membuat kebijakan yang ada tidak senstitif terhadap problem kerentanan sebagai dampak pandemi Covid 19. Program bantuan sosial yang diberikan hanya sebatas menjaga daya beli masyarakat agar pertumbuhan ekonomi tidak merosot selama pandemi, tetapi luput secara eksplisit bagaimana proses distribusinya kepada kelompok-kelompok marjinal yang terdampak.
Konsekuensinya dalah pelanggengan marjinalisasi tetap terjadi, terutama bagi mereka yang tidak memenuhi kriteria sebagai penerima bantuan karena dari awal belum diakui secara legal seperti yang terjadi pada kelompok waria di bulan april lalu. Terlebih lagi Basis data bantuan sosial dinilai tidak sesuai dan bahwa masing masing pihak memiliki survei sendiri, antara BPS, Kemensos dan Kementrian Desa memiliki survei sendiri.
Oleh karena itu terjadilah ketidaksinkronan
karena pemerintah tidak memiliki basis data yang kuat dan padu antara pemerintah
pusat hingga ke pemerintah daerah. Belum lagi dengan banyaknya masyarakat yang
belum dijamin dengan hak kesehatan, mulai dari APD, Obat-obatan serta tes covid
19 pada kelompok-kelompok rentan masih terbatas. Dari berbagai macamnya permasalahan
tersebut, hal itu menyangkut dengan dimensi kewarganergaraan yaitu hak hak
warga Negara yang abai selama pandemi.
Pandangan Kewarganegaraan Sosial T Marshall
Oleh sebab itu pandangan kewarganegaraan dalam melihat permasalahan ini sangat dibutuhkan untuk melihat sejauh mana hak-hak warga Negara yang luput dari kebijakan selama ini dari pemerintah. Dalam hal ini pandangan Marshall dapat digunakan dalam melihat masalah sosial warga Negara yang ditimbulkan pada kebijakan pemerintah saat ini.
Menurut T Marshall warga negara adalah setiap orang “yang memiliki keanggotaan penuh dan setara dalam suatu komunitas politik.” Artinya bahwa setiap anggota dari suatu komunitas politik yang berkedudukan setara mesti menikmati tiga hak yang diproteksi dan dijamin oleh negara, yaitu hak sipil, politik dan hak sosial. Oleh karena itu, “the granting of social rights” dipandang sebagai kewajiban yang sama sekali tidak boleh dilanggar oleh negara.
Itulah mengapa dalam Marshall, citizen sama dengan gentleman, sebab warga negara adalah orang-orang yang dimungkinkan untuk saling berbagi dan dengan jaminan negara juga menjadi dimungkinkan menikmati forma kehidupan beradab atau civilized life sebagaimana dihipotesiskan oleh Alfred Marshall. Bahwa semua warga bisa menikmati civilized life ini tidak semata-mata karena implikasi dari keaktifannya di pasar tenaga kerja, melainkan lebih sebagai sebagai akibat langsung dari keanggotaan politiknya sebagai warga negara.
Dengan demikian dalam pandangan ini kita dapat melihat persoalan mengenai hak-hak warga Negara yang terdampak selama pandemi harus setara dalam kondisi apapun. Ketika kebijakan PSBB diberlakukan seperti kelas pekerja informal mungkin tidak mendapat penghasilan selama pandemi, begitu pula dengan kelompok-kelompok rentan lain.
Selain itu pula dalam beberapa kasus terjadi stigmatisasi bagi para tenaga medis, dan mengalami pengusiran di tempat tinggalnya. Hal ini merupakan akibat penyebaran informasi yang tidak akurat yang dilakukan pemerintah sehingga mengakibatkan publik mendapatkan informasi yang tidak menyeluruh dan mengambil sikap keliru dan ini merupakan bentuk pelangaran terhadap hak warga negara.
Oleh karena itu dalam menjamin hak-hak warga
Negara pemerintah mesti memperhatikan kelas pekerja yang tidak mendapat
penghasilan dalam pandemi juga harus dijamin untuk mendapatkan hak-hak
sosialnya. Selain itu seluruh kelompok-kelompok rentan mesti mendapatkan hak
yang setara dalam kebijakan sosial.
Kebijakan Pemerintah Harus Inklusif
Artinya bahwa dalam hal ini kebijakan yang dibuat pemerintah harus mempertimbangkan kebutuhan kelompok-kelompok yang termarginalkan, baik secara ekonomi ataupun sosial. Yakni terkat dengan hak-hak kewarganegaraan, baik hak diakui secara sosio kultural hak atas distribusi kesejahteraan secara lebih adil, maupun hak untuk berpartisipasi dan terwakilkan secara politik.
Pandemi menimbulkan kerentanan ganda karena sistem dan kultur yang mengatur kehidupan selama ini masih bertumpu kepada eksklusi atas banyak kelompok masyarakat. Untuk itu isu kesehatan dan diskriminasi yang selama ini dialami oleh kelompok termarjinalkan harus diatasi, dengan pemenuhan hak-hak warga Negara yang lebih inklusif. Oleh karenanya dalam merumuskan sebuah kebijakan pemerintah juga mesti melihat bagaimana kebijakan itu sudah menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Terlebih lagi tentang pentingnya perlindungan sosial bagi pekerja informal secara khusus dan kelompok rentan secara umum.
Perlindungan sosial tersebut tidak hanya diperlukan saat situasi krisis tetapi juga pada situasi normal. Itu karena pada kehidupan normal kondisi kehidupan pekerja informal tidak stabil dan rentan terjerat dalam kemiskinan. Tanpa adanya perlindungan sosial, perkerja informal, kelompok rentan akan tetap hidup dalam ketidakpastian, dan pada saat krisis, tidak hanya harapannnya yang akan hilang tetapi juga mungkin hidupnya. Oleh sebab itu persoalan seperti ini harus segera diperhatikan lebih lanjut, agar kehidupan sosial masyarakat dapat berjalan dengan semestinya.
Daftar Pustaka
Kustiningsih, W. (2020). Penguatan Modal Sosial Dalam Mitigasi COVID 19. In W. M. 'udi, Tata kelola penanganan COVID 19 di Indonesia (p. 372). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Putra, A. (2020, April). Tirto.id. Retrieved from https://tirto.id/derita-transgender-di-tengah-covid-19-tak-ada-ktp-tak-ada-bantuan-eN8k
Riyadi, E. (2020, Mei). The Conversation. Retrieved from https://theconversation.com/yang-luput-dari-psbb-kewajiban-pemerintah-untuk-penuhi-hak-kesehatan-warga-136747
Robet, R. &. (2014). Pengantar Sosiologi Kewarganegaraan: Dari Marx sampai Agamben. Marjin Kiri.
Ade Miranti Karunia (2020, Agustus). Kompas.com. Retrieved from https://money.kompas.com/read/2020/08/04/163900726/imbas-corona-lebih-dari-3-5-juta-pekerja-kena-phk-dan-dirumahkan?page=all
1 Komentar
ASSALAMUALAIKUM SAYA INGIN BERBAGI CARA SUKSES SAYA NGURUS IJAZAH saya atas nama RIDWAN asal dari jawa timur sedikit saya ingin berbagi cerita masalah pengurusan ijazah saya yang kemarin hilang mulai dari ijazah SD sampai SMA, tapi alhamdulillah untung saja ada salah satu keluarga saya yang bekerja di salah satu dinas kabupaten di wilayah jawa timur dia memberikan petunjuk cara mengurus ijazah saya yang hilang, dia memberikan no hp BPK DR SUTANTO S.H, M.A beliau selaku kepala biro umum di kantor kemendikbud pusat jakarta nomor hp beliau 0823-5240-6469, alhamdulillah beliau betul betul bisa ngurusin masalah ijazah saya, alhamdulillah setelah saya tlp beliau di nomor hp 082352406469, saya di beri petunjuk untuk mempersiap'kan berkas yang di butuh'kan sama beliau dan hari itu juga saya langsun email berkas'nya dan saya juga langsun selesai'kan ADM'nya 50% dan sisa'nya langsun saya selesai'kan juga setelah ijazah saya sudah ke terima, alhamdulillah proses'nya sangat cepat hanya dalam 1 minggu berkas ijazah saya sudah ke terima.....alhamdulillah terima kasih kpd bpk DR SUTANTO S.H,M.A berkat bantuan bpk lamaran kerja saya sudah di terima, bagi saudara/i yang lagi bermasalah malah ijazah silah'kan hub beliau semoga beliau bisa bantu, dan ternyata juga beliau bisa bantu dengan menu di bawah ini wassalam.....
BalasHapus1. Beliau bisa membantu anda yang kesulitan :
– Ingin kuliah tapi gak ada waktu karena terbentur jam kerja
– Ijazah hilang, rusak, dicuri, kebakaran dan kecelakaan faktor lain, dll.
– Drop out takut dimarahin ortu
– IPK jelek, ingin dibagusin
– Biaya kuliah tinggi tapi ingin cepat kerja
– Ijazah ditahan perusahaan tetapi ingin pindah ke perusahaan lain
– Dll.
2. PRODUK KAMI
Semua ijazah DIPLOMA (D1,D2,D3) S/D
SARJANA (S1, S2)..
Hampir semua perguruan tinggi kami punya
data basenya.
UNIVERSITAS TARUMA NEGARA UNIVERSITAS MERCUBUANA
UNIVERSITAS GAJAH MADA UNIVERSITAS ATMA JAYA
UNIVERSITAS PANCASILA UNIVERSITAS MOETOPO
UNIVERSITAS TERBUKA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
UNIVERSITAS TRISAKTI UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
UNIVERSITAS BUDI LIHUR ASMI
UNIVERSITAS ILMUKOMPUTER UNIVERSITAS DIPONOGORO
AKADEMI BAHASA ASING BINA SARANA INFORMATIKA
UPN VETERAN AKADEMI PARIWISATA INDONESIA
INSTITUT TEKHNOLOGI SERPONG STIE YPKP
STIE SUKABUMI YAI
ISTN STIE PERBANAS
LIA / TOEFEL STIMIK SWADHARMA
STIMIK UKRIDA
UNIVERSITAS NASIONAL UNIVERSITAS JAKARTA
UNIVERSITAS BUNG KARNO UNIVERSITAS PADJAJARAN
UNIVERSITAS BOROBUDUR UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS MUHAMMADYAH UNIVERSITAS BATAM
UNIVERSITAS SAHID DLL
3. DATA YANG DI BUTUHKAN
Persyaratan untuk ijazah :
1. Nama
2. Tempat & tgl lahir
3. foto ukuran 4 x 6 (bebas, rapi, dan usahakan berjas),semua data discan dan di email ke alamat email bpk sutantokemendikbud@gmail.com
4. IPK yang di inginkan
5. universitas yang di inginkan
6. Jurusan yang di inginkan
7. Tahun kelulusan yang di inginkan
8. Nama dan alamat lengkap, serta no. telphone untuk pengiriman dokumen
9. Di kirim ke alamat email: sutantokemendikbud@gmail.com berkas akan di tindak lanjuti setelah pembayaran 50% masuk
10. Pembayaran lewat Transfer ke Rekening bagian blangko ijazah.
11. PENGIRIMAN Dokumen Via JNE
4. Biaya – Biaya
• SD = Rp. 1.500.000
• SMP = Rp. 2.000.000
• SMA = Rp. 3.000.000
• D3 = 6.000.000
• S1 = 7.500.000(TERGANTUN UNIVERSITAS)
• S2 = 12.000.000(TERGANTUN UNIVERSITAS)
• S3 / Doktoral Rp. 24.000.000
(kampus terkenal – wajib ikut kuliah beberapa bulan)
• D3 Kebidanan / keperawatan Rp. 8.500.000
(minimal sudah pernah kuliah di jurusan tersebut hingga semester 4)
• Pindah jurusan/profesi dari Bidan/Perawat ke Dokter. Rp. 32.000.000