Sumber: id.lovepik.com



Dua Sisi Problematika Pendidikan di Indonesia
Oleh: Rhou Dhaena

Jika dibandingkan dengan sistem pendidikan negeri lain menurut saya Indonesia masih memiliki banyak kekurangan walaupun ada pula kelebihannya sistem pendidikan  Indonesia masih harus direvisi agar meningkatnya sumber daya manusia yang bermanfaat dan berkualitas agar dapat bersaing dengan SDM negeri lain. Kekurangan ini tidak hanya terletak pada sistem pendidikan namun juga pada peserta didik, sehingga untuk meningkatkan sistem pendidikan kita harus memperbaikinya dari akar masalahnya.

Permasalahan pendidikan di Indonesia yang pertama akan dibahas adalah kurikulum pendidikan. Di Indonesia kurikulum yang digunakan di sekolah tidak sama rata, masih banyak sekolah yang menggunakan kurikulum 2006 sehingga saat mereka naik ke jenjang kelas atau ke sekolah dengan kurikulum 2013 maka akan terjadi kebingungan sementara hingga mereka bisa beradaptasi pada kurikulum yang digunakan. Bahkan ada juga sekolah yang berganti-ganti kurikulum karena sarana prasarana sekolah yang kurang karena pada kurikulum 2013 peserta didik akan membutuhkan pengetahuan akan teknologi dan akses ke teknologi tersebut yang berupa komputer atau laptop.

Selain itu akan terjadi permasalahan saat pindah ke sekolah dengan kurikulum yang berbeda yaitu berbedanya materi yang dipelajari contohnya seorang siswa SMP yang menggunakan kurikulum 2006 pindah ke SMA dengan kurikulum 2013 maka siswa tersebut akan bingung karena beberapa materi tidak pernah dijelaskan saat SMP dan akan tertinggal pelajarannya jika ia tidak bisa mengejarnya.

Salah satu kelebihan pada pendidikan Indonesia adalah kedisiplinan yang dihasilkan saat sekolah namun tidak semua sekolah diindonesia menerapkan peraturan dengan tegas sehingga siswa tidak disiplin, karena dengan adanya peraturan di sekolah bisa membangun karakter pada siswa seperti tidak telat, tepat waktu mengejakan tugas,. Jika peraturan ini tidak dilakukan dengan tegas maka akan sulit untuk membangun karakter siswa.

Permasalahan yang ada pada peserta didik adalah kurangnya minat untuk belajar walaupun tidak sepenuhnya permasalahan ini ada pada peserta didik namun juga guru pengajar. Sehingga untuk meraih pendidikan yang baik dan berkualitas diperlukan kerja sama antar peserta didik dan pengajar. Pengajar harus bisa melakukan pengajaran dengan kreatif dan tidak hanya terpaku pada fakta yang ada di buku tapi juga membuat siswa ikut berpikir pada hal yang berkaitan dengan pelajaran sehingga siswa tidak menjadi siswa yang pasif namun aktif.
  
Jadi pendidikan  di Indonesia memiliki banyak kekurangan dan untuk meningkatkannya dibutuhkan penyerataan sarana dan prasarana, materi pembelajaran yang tidak terpaku pada fakta, peningkatan pendidikan moral dan kreatifitas agar Indonesia memiliki SDM yang berkualitas dan membangun generasi yang berkarakter.

Daftar Pustaka
Munirah. 2015. Sistem Pendidikan di Indonesia. Auladuna Vol. 2. No. 2. hlm. 233-245


Pergantian dari Kurikulum 2006 menjadi Kurikulum 2013
Oleh: Henny Kurnia Asharie

Di sini saya akan membahas sebuah problematika yang sangat sering dibicarakan dalam dunia kependidikan di Indonesia, yaitu adanya pergantian kebijakan kurikulum yang di mana akan memperngaruhi ke efektivitas-an belajar siswa di sekolah. Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Di mana dalam pendidikan tersebut pasti terdapat kurikulum yang mengatur dan menjadi alat utama agar suatu pendidikan dapat berjalan dengan selaras. Bila kurikulum yang diterapkan tersebut dapat berjalan dengan lancar maka mutu pendidikan yang ada dalam suatu Negara tersebut juga akan terjamin, karena kurikulum ini memegang peranan penting bagi keberhasilan suatu pendidikan.

Di Indonesia sudah beberapa kali mengalami pergantian kurikulum, di antaranya kurikulum 1947, 1964, 1968, 1973, 1975, 1984, 1994, 1997, 2004, 2006, dan yang terakhir 2013. Di mana dalam setiap kurikulum ini pasti mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing saat diterapkan. Seperti yang kita tahu kurikulum 2006 (KTSP) lahir dari semangat otonomi daerah yang merupakan pengembangan dan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).[1] Sedangkan Kurikulum 2013 lahir untuk mempersiapkan generasi yang siap dalam menghadapi masa depan, titik beratnya adalah mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran.[2]

Dalam pelaksanaannya Kurikulum 2006 ini masih mempunyai beberapa kekurangan yaitu salah satu contohnya masih menerapkan model pembelajaran yang bersifat hafalan kepada siswa, sehingga menghambat kreatifitas siswa dalam memecahkan sebuah persoalan yang diajukan oleh gurunya. Lalu lahirlah kurikulum 2013 sebagai jawaban untuk mengatasi persoalan tersebut, di mana kemampuan berfikir kritis siswa sangat ditekankan pada saat menjawab sebuah persoalan yang diajukan oleh guru. Guru hanya menjadi fasilitator dalam penyampaian materi di kelas, dan tugas siswa ialah mengeksplor lebih jauh materi yang sudah diberikan.

Menurut pendapat saya, dalam pelaksanaan k13 ini juga masih ada beberapa hal yang perlu dievaluasi lagi. Karena masih terdapat sekolah yang belum mampu menerapkan k13 ini secara seutuhnya. Seperti misalnya terdapat sekolah yang sudah menerapkan k13 dalam kebijakannya kurikulumnya, namun dalam pelaksanaan aslinya di dalam kelas masih ada beberapa guru yang menerapkan model pembelajaran yang bersifat hafalan kepada muridnya. Sehingga permasalahan seperti ini lah yang menurut saya masih harus dievaluasi lagi lebih lanjut. Sehingga bila pelaksanaan kurikulum 2013 dapat dijalankan semaksimal mungkin, kemungkinan pendidikan di Indonesia akan mengalami sebuah kemajuan, yang nantinya akan banyak mencetak para generasi bangsa yang lebih berkualitas. Dan pada akhirnya juga membawa dampak yang positif bagi kemajuan negara Indonesia itu sendiri.

Daftar Pustaka:
Muhammedi, M. (2016). Perubahan Kurikulum di Indonesia: Studi Kritis Tentang Upaya Menemukan Kurikulum Pendudikan Islam yang Ideal. RAUDHAH, 4(1).
Thibatul, M., & Huda, N. PENGARUH PERUBAHAN KURIKULUM 2013 KE KURIKULUM 2006 (KTSP) TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN.          


[1] Thibatul M, Nur Huda. PENGARUH PERUBAHAN KURIKULUM 2013 KE KURIKULUM 2006 (KTSP) TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN.
[2] Muhammedi. (2016). Perubahan Kurikulum di Indonesia: Studi Kritis Tentang Upaya Menemukan Kurikulum Pendudikan Islam yang Ideal. RAUDHAH, 4(1).



Kualitas Pendidikan: Jadi Berkualitas Melalui Pendidikan Karakter
Oleh: Khusnul Khofifah

Pendidikan merupakan wadah bagi para siswa ataupun mahasiswa untuk mencari jati diri mereka yang sesungguhnya membuka jalan dan peluang untuk mewujudkan apa yang diimpikannya dengan pengajaran, pelatihan, praktek dan penelitian serta metode-metode lain yang dapat meningkatkan nalar individu untuk berpikir kritis dan logis dalam mengungkapkan dan menyelesaikan suatu masalah atau gejala yang terjadi dalam dirinya maupun lingkungan diskitarnya. Dalam menempuh pendidikan tentunya harus berjenjang dengan min pendidikan harus ditempuh selama 12 tahun, tapi faktanya banyak masyarakat yang tidak mampu dalam menempuh rana pendidikan 12 tahun tersebut karena factor ekonomi, jarak tempuh dan besaran spp yang tinggi. Kualitas pendidikan yang baik tidak dapat diperoleh melalui sistemnya saja tentunya harus didukung oleh guru yang berkualitas, professional dan jujur, selain kinerja pegawai kualitas pendidikan juga tergantung daripada fasilitas dan jarak tempuh yang dapat dicapai oleh masyarakat sekitarnya, tidak hanya itu pendidikan juga akan berkualitas apabila siswa ataupun mahasiswanya mempunyai karakter positif yang ada dalam dirinya.

Karakter adalah sifat, sikap, watak dan akhlak yang dimiliki oleh individu yang membedakannya dengan individu yang lain. Karakter dapat terbentuk dengan sendirinya dan dapat dibentuk oleh orang lain melalui penanaman sikap dan pembiasaan yang konsisten. Karakter positif umumnya sukar didapat karena tergantung kita hidup dilingkungan yang mana dan bagaimana, sedangkan karakter negative akan mudah terbentuk karena penanamannya secara tidak disadari mulai terbentuk akibat lingkungan dan rendahnya pegetahuan akan pendidikan, jika kita sadar bahwa karakter itu baik maka kemungkinan kita tidak akan terjebak dalam penanaman budaya yang buruk, tapi apabila sudah terbiasa dan tidak kita sadari maka akan sulit untuk mengembalikannya ke sikap orang normal pada umumnya dan tentunya perlu penanaman karakter yang komprehensif.

Maraknya siswa yang tidak disiplin dan tidak bertanggung jawab dalam berbagai hal seperti tidak mengerjakan dan menyelesaikan tugas sekolah, tidak aktif dalam berorganisasi, bolos sekolah, pergi akhir pulang awal dalam aktivitas pembelajaran disekolah, keluar kelas saat mata pelajaran dimulai sampai selesai, kekantin sekolah saat jam pelajaran, tidak melengkapi atribut saat upacara bendera, tidak rapi dan sopann dalam berpakaian, menyontek pada saat ujian, tidak memakai alas kaki saat berada di lingkungan sekolah, datang terlambat, dan masih banyak hal lain yang dapat terjadi dilingkungan sekolah ketika tidak ada karakter di dalam diri seorang siswa ataupun mahasiswa. Gejala tersebut tentunya menjadi topik utama masalah karakter siswa ataupun mahasiswa dalam mengembangkan nilai norma dan akhlak dalam kehidupan sehari-hari karena menyangkut kehidupan masyarakat dan bermasyarakat, apabila tidak segera dikendalikan dan dituntaskan dengan baik, konsisten, dan tersistem maka akan terjadi penurunan terhadap kualitas pendidikan dalam mengembangkan potensi individu maka dari itu perlulahsistem yang dinamakan dengan pendidikan karakter bagi siswa ataupun mahasiswa guna mencetak dan mengembangkan sumber daya manusia yang berakhlak mulia, relevan dan berguna untuk bangsa dan Negara.

Salah satu cara menanamkan karakter positif dalan setiap individu ialah dengan pendidikan karakter, pendidikan karakter adalah pengetahuan yang didapat melalui pembiasaan yang komprehensif dan konsisten dengan pelatihan dan pembelajaran yang dilakukan diluar kelas dengan metode yang sama seperti mendapatkan materi pembelajaran dan ilmu yang bermanfaat bedanya pendidikan karakter ini lebih menekankan pada penanaman dan pengembangan karakter siswa ataupun mahasiswa tetapi tetap mendapat materi pembelajaran pada umumnya.

Pendidikan karakter juga telah banyak diselenggarakan oleh berbagai institusi sekolah dasar, menengah, atas maupun perguruan tinggi, dan telah terbukti dengan adanya pendidikan karakter tersebut siswa ataupun mahasiswa menjadi lebih disiplin dan bertanggung jawab serta amanah dalam menunaikan aktifitasnya sehari-hari, tidak hanya itu saja pendidikan karakter juga akan langsung meningkatkan kualitas pendidikan yang lebih baik karena rumah yang kita tempati haruslah kita bangun sendiri dan di tata dengan baik apabila yang menempatinya tidak bisa menjaga dan membangun rumahnya sendiri maka akan hancur bahkan sampai usang karena tidak ada karakter dan kemajuan dalam berpikir.




Guru Tombak Perjuangan Kualitas Pendidikan
Oleh: Nikmah Wardani

Kualitas pendidikan sudah sangat sering menjadi perbincangan bagi masyarakat Indonesia di era milenial ini, Bukan saja menjadi perbincangan, bahkan kualitas pendidikan telah menjadi tuntutan rakyat dari penjuru Indonesia dari Barat dampai ke Timur. Mengapa demikian? Karena pendidikan merupakan tolak ukur berkualitasnya suatu negara atau tidak. Jika kualitas Pendidikan baik, maka kualitas Namun, apakah sebenarnya yang menjadi tolak ukur dari kualitas pendidikan itu sendiri? Apakah guru merupakan tombak bagi kualitas pendidikan?

Pendidikan memiliki tolak ukur dalam mencapai Pendidikan yang berkualitas, yaitu ukuran kualitas bahan baku dan ukuran hasil (output). Pertama, mengukur kualitas bahan baku atau faktor masukan menjadi jaminan adanya hasil yang sebanding, unsur masukan tadi paling tidak sudah dapat dijadikan indikator tentang upaya yang telah dilaksanakan, baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat sendiri. Selain mengukur masukan dari luar, faktor masukan dari menusia itu sendiri perlu diperhitungkan. Artinya apakah menusia sebagai subyek yang diproses juga berkualitas tinggi. Alasannya adalah semakin baik bahan baku yang dimasukkan untuk diproses semakin baik pula hasilnya manakala diproses secara  professional. Kedua, Mengukur Hasil (output) dengan bahan baku yang berkualitas  dengan pengelolaan yang baik pula diharapkan dapat tercapai hasil maksimal pula.   Pengukuran output melalui ujian akhir nasional, adalah salah satunya cara dalam mengendalikan dan penjaminan mutu kualitas (quality control and assurance) pendidikan. 

Guru merupakan tombak bagi terciptanya kualitas pendidikan yang baik  karena walaupun unsur guru hanya sebagian dari komponen sistem pendidikan, tetapi merupakan tulang punggung jalannya roda pendidikan. Reformasi ini diarahkan untuk membentuk guru yang berkualitas. Dari kelas inilah konsep pendidikan dalam masyarakat madani akan terbentuk (Masrukin, 2009). Jika semua guru berkualitas, pendidikan akan berkualitas pula dengan dukungan berbagai unsur sistem pendidikan. Sebaliknya walaupun berbagai unsur sistem pendidikan mendukung, tetapi gurunya kurang berkualitas, tujuan pendidikan tidak akan tercapai. Oleh karena itu tanggung jawab seorang sangat besar di dalam menentukan mutu pendidikan. Menurut Sudarno dkk. (1998) guru yang berkualitas memiliki karakteristik antara lain, mengembangkan sumber belajar, menciptakan kelas kondusif, menciptakan kelas interktif, melaksanakan teknik kuis, pengembangan media belajar, pemanfaatan sumber daya, memanfaatkan kondisi lingkungan sekolah sebagai sumber belajar, dll.

Peningkatan kualitas pendidikan dianggap sangat krusial sejak dahulu sampai saat ini. Kualitas pendidikan dapat dilihat dari mutu tenaga pendidik. Apabila gurunya kurang berkualitas maka tujuan pendidikan tidak akan tercapai.

Daftar Pustaka :
Warih Jatirahayu. 2013. Guru Berkualitas Kunci Mutu Pendidikan. Jurnal Ilmiah Guru. No.02. hlm. 47.




Krisis Pendidikan Karakter di Indonesia
Oleh: Khoirunnisa Prima Hapsari

Akhir-akhir ini banyak berita tentang penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pelajar. Dengan akses internet yang mudah, saat ini kita dapat melihat permasalahan yang terjadi pada pelajar di Indonesia. Melalui internet, beberapa tahun bahkan beberapa bulan belakangan ini, kita banyak melihat banyak kasus seperti bullying oleh pelajar SD, SMP, bahkan SMA, kasus pemerkosaan oleh pelajar, hamil di luar nikah, narkoba, tawuran, tidak sopan, tidak bisa saling menghargai dan lain-lainnya. Tidak hanya pelajar, perilaku-perilaku menyimpang juga dilakukan oleh para elite politik yang kabarnya santer terdengar telah terjerat kasus korupsi, perzinahan, saling tuduh dan menebar berita bohong antar elite, dan lain sebagainya.

Sebelum membahas lebih jauh, penulis akan sedikit memberi penjelasan mengenai pendidikan karakter. Pendidikan menurut Undang-Undang Dasar Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1 mengatakan bahwa pendidikan  adalah  usaha  sadar  dan  terencana  untuk  mewujudkan  suasana  belajar dan  proses  pembelajaran  agar  peserta  didik  secara  aktif  mengembangkan  potensi  dirinya untuk  memiliki  kekuatan  spiritual  keagamaan,  pengendalian  diri,  kepribadian,  kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sebenarnya, pendidikan karakter khas Indonesia sudah tertanam dalam Pancasila. Lima sila dasar negara ini memiliki makna yang dalam untuk menciptakan karakter bangsa.

Dari mana akar masalahnya? Dalam menghadapi tantangan ini, peran keluarga, peran sekolah, peran guru, peran pemerintah, media massa dan lingkungan sangat penting perannya dalam pembentukkan karakter. Sosialisasi utama seorang anak adalah keluarganya. Dengan keluarga yang menerapkan atau menanamkan karakter yang baik, maka akan membentuk karakter anak yang baik. Pengawasan orang tua kepada anak di era modern seperti sekarang ini juga sangat penting dan harus intens karena hadirnya gadget. Dengan gadget ini, banyak yang dapat diakses seorang anak yang jika tidak ada filter dalam pengawasan dan pembekalan nilai-nilai akhlak yang baik, gadget ini akan membentuk karakter negatif kepada seorang individu. Ketika memasuki sekolah, lingkungan pun juga ikut berperan dalam pembentukan karakter ini, terutama guru. Guru juga merupakan orang tua yang ada di sekolah dan sangat berpengaruh perannya dalam pembentukan karakter individu. Namun, seringkali, guru secara perlahan mematikan karakter baik yang ada dalam diri individu. Seringkali guru mematikan kepercayaan diri seorang anak, lebih melihat hasil akhir atau nilai dalam ujian atau PR sebagai indikator dari kecerdasan tanpa menghargai proses yang dilakukan individu dan juga kurangnya menanamkan nilai-nilai karakter yang ada dalam pancasila. Pancasila hanya diajarkan sebagai hafalan dan tidak dimaknai dan diimplementasikan dengan baik. Akibatnya dari hal kecil ini, menimbulkan bibit-bibit koruptor, mudah berbohong, dan sebagainya. Tayangan-tayangan di televisi pun juga berpengaruh terhadap pembentukan karakter. Disini juga pemerintah harus berperan dalam mengadakan acara atau tontonan televisi yang baik dan mendidik untuk anak. Pemerintah juga harus menjadi contoh dan tokoh yang berkarakter baik dan bermoral untuk rakyatnya. Semua aspek saling berkaitan dan berperan penting, seperti yang dikatakan oleh Talcott Parsons tentang teori Fungsionalisme, bahwa semua memiliki peran dan saling mempengaruhi.

Sayangnya, arus globalisasi yang deras ini, belum mampu dibentengi dengan pendidikan karakter yang baik, cenderung diabaikan atau bahkan perlahan mati. Oleh sebab itu, perlu adanya kesadaran dari semua pihak bahwa pendidikan karakter sangat penting untuk masa depan bangsa yang baik. Pendidikan yang diinginkan oleh Ki Hadjar Dewantara dimana pendidikan harus ditanami dengan nilai-nilai kemanusiaan yang baik. Juga pendidikan yang dikatakan oleh Tan Malaka bahwa pendidikan itu untuk  mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan. Pendidikan memang penting untuk terciptanya kecerdasan. Namun kecerdasan tanpa karakter atau akhlak yang baik, maka kecerdasan itu akan sia-sia.




Problematika Kurikulum di Indonesia
Oleh: Mayasari

Kurikulum adalah segala sesuatu yang dijalankan, dilaksanakan, direncanakan, diajukan dan diawasi pelaksanaannya yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan, perkembangan siswa agar mampu ikut serta terlibat  dalam masyarakat dan berguna bagi masyarakat, juga akan berguna bagi masa depan kita.

Kurikulum pendidikan di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan mulai sejak tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, sampai dengan 2013. Adanya perubahan kurikulum pada dasarnya merupakan upaya untuk memperbaiki kurikulum terdahulu. Dalam kurikumlum yang baru tentunya terdapat hal-hal yang baru pula, sedangkan pada kurikulum yang lama tentunya ada alasan atau permasalahan yang menjadi latar belakang munculnya inovasi dalam pendidikan yang di dalamnya ada kurikulum sebagai sistem penggeraknya.

Hal ini menunjukkan bahwa seseorang itu hanya memandang Perubahan kurikulum di negara ini membuat peserta didik seakan-akan adalah korban uji coba dalam setiap program belajar yang baru yang ditetapkan.

Ganti menteri, ganti sistem belajar. Itu yang selalu masyarakat katakan karena keresahan dengan kebijakan terbaru yang terkesan dipaksakan. Namun, di balik itu ada alasan yang mesti kita pahami bahwa pergantian kurikulum didasarkan pada perkembangan masyarakat dan IPTEK. Untuk itu, mau tidak mau, perubahan pasti akan dilakukan dan bukan hanya sekadar oleh kehendak dari pemerintah semata.

Permasalahan-permasalahan yang terjadi saat kurikulum berganti bagi guru dan peserta didik:

a. Dampak Bagi Guru
Guru  kurang berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum yang disebabkan oleh beberapa hal yaitu kurang waktu, ketidaksesuaian pendapat, baik di depan sesama guru maupun kepala sekolah dan administrator  karena kemampuan dan pengetahuan guru itu sendiri dan Guru ke depannya dituntut tidak hanya cerdas tapi juga adaptip terhadap perubahan. Utamanya menyangkut implementasi yang dinilai masih banyak kekurangan, sulitnya mengubah mindset guru, perubahan proses pembelajaran dari teacher centered ke student centered, rendahnya moral spiritual, budaya membaca dan meneliti masih rendah.Kemudian, kurangnya penguasaan teknologi informasi, lemahnya penguasaan bidang administrasi, dan kecenderungan guru yang lebih banyak menekankan aspek kognitif. Padahal, semestinya guru juga harus memberikan porsi yang sama pada aspek afektif dan psikomotorik,banyak guru yang belum mau menjadi manusia pembelajar dan guru juga di tuntut untuk terus menambah wawasannya.

 b. Dampak Bagi Peserta Didik
 Peserta didik sebagai angkatan pertama  yang merasakan penerapan Kurikulum 2013 merasa bahwa kurikulum tersebut belum matang untuk diterapkan. Masih banyak hal yang seharusnya dipersiapkan dengan lebih matang dan terkoordinasi. Masih terdapat pelajar yang belum memahami sistem kurikulum terbaru ini dengan benar karena kurikulum 2013 kebanyakan menggunakan media digital dalam sistem pengajaranya sedangkan sebagian atau sedikitnya peserta didik masih belum memiliki keahlian dalam menggunakan media tersebut dan Guru menyalahgunakan kedudukannya atau fungsinya sebagai fasilitator dalam belajar.

Guru banyak yang salah kaprah, karena beranggapan dengan kurikulum 2013 guru tidak perlu menjelaskan materi kepada siswa di kelas, padahal banyak mata pelajaran yang harus tetap ada penjelasan dari guru. Ada guru yang masuk ke dalam kelas dengan memberi beberapa tugas kemudian menyuruh siswa untuk membentuk beberapa kelompok dan berdiskusi, nanti laporan diskusinya dikumpulkan. Lalu guru pergi meniggalkan kelas tanpa memantau ataupun memberi materi sedikitpun.

Jika kita  melihat dari dua dampak di atas  perubahan kurikulum yang dirasa menjadi suatu siklus yang ekstrim malah menunjukkan banyak masalah karena perubahan kurikulum itu sendiri yang terlalu sering. Setiap pergantian rezim kepemimpinan atau perubahan menteri pendidikan sendiri hampir bisa dipastikan akan terjadi perubahan kurikulum yang akhirnya membuat para aktor di bidang pendidikan tersesat di dalam kurikulum yang tidak jelas. Seharusnya perubahan kurikulum tidak boleh dilakukan secara radikal, ibaratnya pejabat berikutnya tinggal melanjutkan apa yang telah ditinggalkan oleh pendahulunya.

0 Komentar