Opini
Demam K-pop sebagai kapitalisme dan Fetitisme Karl Marx
Sumber: jazminemedia.com
Oleh: Octariana Putri
Industri musik
korea selatan sangat digandrungi oleh kalangan remaja indonesia. Musik tersebut
dibawakan oleh boy band atau girl band yang memiliki paras yang tampan dan
cantik serta memiliki ritme musik yang bagus dan energik sehingga sesuai dengan
remaja. Hal ini membuat munculnya para fans indonesia yang sangat menyukai boy
band atau girl band tersebut. Boy band yang terkenal saat ini antara lain BTS (
Bangtan Boys ), EXO, Wanna one, BTOB dan lainnya. Girl Band yang terkenal saat
ini adalah Black Pink, Girls Generation, Sistar, Red Velvet dan lainnya. Para
fans tentunya akan mengeluarkan uang untuk membeli tiket konser, album, merchendise, produk yang diiklankan idola dan
lain sebagainya. Barang-barang tersebut tentunya tidak didapat dengan harga
yang murah.
Album musik boy
band atau girl band dijual dengan kisaran harga Rp. 200 - 270 ribu ( satu
album) jika ingin mempunyai full album kisaran harga mencapai Rp. 600 ribu.
Merchendise yang berupa gantungan kunci, boneka, kalender, tas, dan lainnya
dijual dengan kisaran harga yang beragam. Merchandise yang paling utama adalah
lighstick yang dijual sesuai dengam boy/girl band yang diminati. Lighstick
biasanya digunakan para fans ketika konser sedang berlangsung. Harga lighstick
sekitar Rp.500-600 ribu. Harga tiket konser dijual sekitar 1 - 2,7 juta sesuai
dengan seatplan. Bahkan jika konser diadakan diluar negeri para fans akan pergi
ketempat para idol mereka melangsungkan konser, sehingga dibutuhkan uang lebih untuk
menonton konser.
Kasus tersebut
dikaitan dengan kapitalisme. Bahwa kapitalisme bertujuan untuk memperoleh
keuntungan sebanyak-banyaknya. Musik kpop dijadikan sebagai komoditas untuk
mencari keuntungan dengan berbagai barang yang bisa dijual seperti tiket
konser, merchandise, album dan lainnya maka para kaum kapital memanfaatkan
produk tersebut untuk dijual. Kapitalisasi kaum kapital dengan sarana kpop
cukup berhasil dalam mendominasi pasar ekonomi hal ini dikarenakan maraknya
fans yang membeli merchandise dari luar negeri untuk membeli produk yang
berkaitan dengan idola. Bahkan sampai pergi keluar negeri untuk menonton konser
sang idola.
Kemudian dengan Fetistisme karl Marx yaitu perubahan
nilai guna menjadi nilai tukar (komoditas) atau pemujaan terhadap uang. Fetitisme
komoditas atas pertukaran dalam pengertian bahwa uang merupakan contoh betapa
berbagai relasi sosial diantara orang-orang bisa mengambil perwujudan luar
biasa dari suatu hubungan yang didefinisikan untuk mereka yang hidup dalam
masyarakat kapitalis. Hal tersebut menyebabkan para fans akan merasa bangga dan
memuja tiket konser yang mahal daripada menikmati konser itu sendiri. Hal
itupun berlaku pada merchandise, album, dan lainnya. Mereka akan sangat bangga
memiliki barang tersebut yang harganya mahal dan relasi sosial antara para fans
dikatakan jika membeli barang-barang tersebut adalah mendukung para idol mereka
yang tentunya ini adalah relasi permukaan dimana sebenarnya adalah relasi
terselubung karena ada sistem kapitalisme didalamnya. Para fans membeli barang-barang tersebut bukan
sebagai suatu kebutuhan tapi suatu bentuk kepuasan. Dengan simbol merk yang
ditawarkan. Barang-barang tersebut sangat laku dipasaran meskipun harga yang
ditawarkan "mahal"
0 Komentar