Guru: Mendidik Itu Melawan! – Eko Prasetyo

Sinta Fatimah
Sejarah 2014

Review
Anak saya datang pada ibu guru dengan tekad untuk belajar. Mohon ibu guru jangan mengecewakannya. Jadikan masa-masa sekolah ini sebagai sesuatu yang menyenangkan, menarik dan menggairahkan baginya. Ajaklah dia sesekali keluar untuk melihat kalau pendidikan itu bukan hanya dari bangku ke bangku tapi juga lewat kenyataan keseharian. Saya ingin saat dia meninggalkan kelas ibu, dirinya memiliki keyakinan yang lebih atas kemampuannya sendiri.

Guru adalah penyalur dari semua kebutuhan ekspresi, kreativitas dan daya imaginasi seorang murid. Dengan ini guru diharapkan dapat menghidupkan kembali kesadaran kritis. Ruangan kelas bukan semata-mata tempat dimana benih pengetahuan itu ditebar tapi juga bagaimana pengetahuan yang dipunyai murid dikeluarkan dan guru menjadi fasilitator bagi bibit-bibit kecerdasan siswa. Istilah sederhana dari Ki Hajar Dewantara, semua orang punya potensi jadi guru dan bentangan alam adalah kelas pembelajaran yang sempurna.
Menghidupkan tradisi intelektual dalam diri pengajar tentunya melalui aktivitas diskusi, mendorong tradisi bertanya dan membangun komunikasi egaliter. Kerusakan yang lebih jauh dari tenggelamnya budaya intelektual adalah miskinya kreativitas. Pengetahuan tidak lagi semata-mata hanya berkutat pada kemampuan siswa menyelesaikan semua soal tapi juga bagaimana siswa menjadi seorang pembelajar. Mereka yang selalu siap untuk hidup dalam budaya belajar ketika berhadapan dengan keadaan dan situasi yang baru.
Sayangnya guru-guru sekarang harus memiliki tekad sekuat karang dalam mewujudkan hal diatas. Guru yang dulunya menjadi profesi yang diinginkan oleh anak-anak kini guru harus dilema dengan mewujudkan tujuan mulianya atau membelokan tugasnya dengan mengikuti pemerintahan atau bisa jadi mewujudkan tujuan mulianya namun tersingkirkan... Sebut saja Nurlalila. Karena menolak bangunan sekolah diubah jadi tempat usaha, Nurlaila kemudian diturunkan pangkatnya dari IV A menjadi III D. Tak cukup dengan itu, sejak Desember 2004 Nurlaila dipecat oleh Gubernur Sutiyoso. Mempertahankan bangunan sekolah ternyata bisa disebut sebagai sebuah pelanggaran.
Suatu waktu Eko Prasetyo mewawancarai seorang tenaga pendidik. Ia seorang yang menghabiskan sisa hidupnya untuk mengajar dan selama ini, ia merasa birokrasi pendidikan kurang dengan segala kebijakan-kebijakannya tidak mendukung apa yang ia lakukan. Yang pertama menonjol adalah kreativitas guru yang dipasung dan dikontrol hanya oleh kurikulum yang sifatnya sangat terpusat. Walau ada kebijakan otonomi tapi tak mudah untuk mengajar sesuai dengan potensi kreativitas siswa. Yang kedua sudah barang tentu adalah lenyapnya hak-hak dasar politik yang sesungguhnya dipunyai oleh guru. Profesi guru menjadi kerja administrasi saat hak-hak politiknya, seperti berserikat dan berkumpu diabaikan. Yang ketiga tentu terjadi perubahan makna megajar. Antara mendidik dan menumpahi informasi tidak bisa dibedakan.
Selanjutnya anggaran pendidikan. Untuk tahun 2006, anggaran yang disetujui pemerintah dari perintah undang-undang yang besarnya 20% hanya 8,4 % yang disetujui. Alasannya anggota parlemen memiliki prioritas pembangunan lain selain pendidikan. Bisa jadi prioritas yang dimaksudkan kenaikan tunjangan, studi banding luar negeri dan gaji anggota parlemen. Perlu juga diusut mengenai dana yang diberikan oleh pemerintahan Belanda, Jepang atau Bank Dunia yang diberikan. Apa dana tersebut sampai dan merata di seluruh pendidikan atau ada indikasi lain. Selain itu, kurikulum yang berganti setiap beberapa tahun juga perlu untuk dikaji oleh semua guru di Indonesia. Tak hanya guru yang ada di perkotaan tapi guru-guru yang ada dipelosok perlu untuk didengar suaranya. Atau adanya penjualan buku setiap tahun. Buku yang isinya tidak jauh berbeda dari buku tahun sebelumnya harus di beli. Atau dengan buku Lembar Kerja Siswa (LKS) yang digunakan sebagai evaluasi siswa yang mau tak mau harus dibeli oleh siswa. Sungguh pembelian buku itu akan bermanfaat jika guru (dan pihak dibelakangnya) mensugesti untuk buku itu dibaca, tidak hanya dibeli!
Buku ini membuka berbagai pandangan dari sejumlah guru di beberapa tempat. Ditulis dengan data-data yang kongkret dan juga hasil dari diskusi dari sejumlah guru untuk menelusuri fakta dan mempertajam analisis. Selamat membaca.

12 November 2017


0 Komentar