Kemanakah Peminat Seniman Betawi Itu Berlabuh?
Oleh: Alamsyah Nur Pratama, IAI 2015

Mungkin, bagi pemuda dan pemudi tahun 1990 an tak asing di telinga kita mendengar seniman Betawi seperti, Benyamin Sueb, Pak Tile yang berperan sebagai Babeh dan Engkong dalam film “Si Doel Anak Sekolahan” ataupun Mpok Nori yang sering muncul di acara televisi dan beberapa tahun yang lalu di panggil oleh Allah SWT. Mungkin dengan Nirin Kumpul yaitu Ayah bang Ocid pemeran dalam acara “Emak Pergi Haji” atau terlebih dengan H. Bokir yang pernah berduet dengan artis cantik dalam film horor bersama Suzana yaitu “Sundel Bolong”. Dari pemaparan di atas mereka merupakan sedikit dari banyaknya seniman Betawi. Tujuan mereka semua ialah untuk memajukan budaya Betawi agar di kenal semua orang bahkan dunia. Bahkan, megutip dari perkataan Mpok Nori ialah ingin memajukan budaya tuan tanah yaitu Betawi di rumah sendiri.
Realitas nya, budaya Betawi semakin luntur di tunjukan pada alunan gambang kromong sudah tidak terdengar lagi dan entah kemana tanjidor? Sangat merindukan lawak-lawakan beliau yang sudah tidak bisa terlihat di layar kaca. Tetapi, apa yang di pertontokan televisi sekarang? yang di tayangkan hanyalah adegan percintaan, gossip yang tidak berbudaya dan mendidik bagi para penonton. Terlebih lagi anak muda sekarang malu dan “jijik” dengan budaya sendiri dan berimplikasi pada kertertarikan pada budaya asing yang menjadi trend masa kini.
Budaya Betawi bukan hal yang menarik lagi untuk generasi millennial karena generasi ini menempatakan global culture dan life style atau pop culture sebagai suatu bentuk penyeragaman, dominasi bahkan hegemoni negara-negara maju (Barat) terhadap negara-negara terbelakang atau yang sedang berkembang.[1] Dalam kasus ini budaya barat yang masuk ke negara berkembang seperti Indonesia menjadi sebuah bentuk penyeragagaman seperti, orang yang tidak menyukai musik-musik dari negara maju (Barat) adalah orang-orang kuno sehingga bentuk penyeragaman ini sering terjadi untuk dapat mendominasi bahwasanya musik-musik dari negara maju (Barat) adalah musik yang mendominasi di bandingkan musik-musik dalam alunan gambang keromong atau tanjidor. Tujuan utamaya ialah untuk menghegemoni budaya agar musik-musik dari negara maju (Barat) adalah superioritas bagi generasi millennial.
Lantas pertanyaan sederhana nya ialah bagaimana cara agar eksistensi budaya Betawi ini tetap ada dalam dinamika kehidupan sosial yang semakin kompleks? Di antara tokoh-tokoh Betawi di atas mereka mempunyai sanggar Betawi di mana sanggar itu di fungsikan sebagai tempat pendidikan budaya untuk masyarakat yang tertarik pada kesenian budaya Betawi seperti, Gambang Keromong, Pencak Silat, Tari, Lenong Betawi dll. Khusunya anak-anak tingkat sekolah dasar dan sekolah menegah atas pertama sudah diberikan pembelajaran PLKJ dan PLBJ pertanyaanya apakah masih ada? Seharusnya ini menjadi pukulan untuk pemerintah daerah khsuusnya DKI Jakarta untuk memperluas pendidikan budaya dalam rangka membangun sikap kebudayaan bagi masyarakat Jakarta untuk mampu mempertahankan budaya asli Jakarta dalam hal berkontribusi material dan tenaga pendidik kebudayaan untuk memperluas sanggar Betawi di sudut-sudut kota Jakarta. Selain itu perlunya kontribusi pemilik media untuk bisa menayangkan kembali adegan-adegan tokoh Betawi di layar televisi Indonesia sehingga menumbuhkan dan mengembangkan rasa ingin tahu mereka terhadap budaya Betawi.



[1] Heru Dwi Wahana, Pengaruh Nilai-Nilai Budaya Generasi Millennial Dan Budaya Sekolah Terhadap Ketahanan Individu, 2015, jurnal ketahanan nasional : Vol 21, hal. 14

0 Komentar