Jenis tulisan : Esai
Oleh : Febi Dwi Anggraeni



Seorang awam yang untuk pertama kali mempelajari sosiologi, sesungguhnya secara tidak sadar telah mengetahui sedikit tentang sosiologi. Selama hidupnya, dia telah menjadi anggota masyarakat dan sudah mempunyai pengalaman-pengalaman dalam hubungan sosial atau hubungan antarmanusia. Namun kadang hal itu tidak pernah disadari (Soerjono Soekanto, 1982).

Dalam kelompok manusia berdasarkan pengetahuannya, berarti hal ini manusia berada pada kondisi tahu di tidak tahunya. Dimana manusia itu berada pada kondisi yang ia tahu, namun ia tidak mengetahui manfaat dia di posisi itu. Misalnya, kita tahu bahwa kita masuk jurusan sosiologi, namun kita tidak tahu untuk apa sebenarnya mempelajari sosiologi dan apa manfaatnya bagi masyarakat.

Pernahkah kita berfikir bahwa menjadi sosiolog itu menyenangkan, atau malah sebaliknya? Bagaimana sikap kita sebagai seorang sosiolog ketika dihadapkan pada suatu masalah sosial atau fakta sosial yang membuat kita bingung untuk menjawabnya? Tentu kita harus memandang fakta tersebut dari berbagai sudut pandang, bukan? Ekonomi, sosial, politik, budaya, bahkan agama? Sungguh sulit.

Sebagai contoh, ketika melihat seorang PSK, bagaimana pandangan kita terhadap PSK tersebut? Pasti kita langsung men-judge hal tersebut sebagai tindakan yang salah bukan? Bahkan hina? Dilarang agama? Dan berbagai pandangan negatif lainnya yang keluar dari benak kita. Menurut PSK sendiri, dia pasti akan berkata, “Siapa kamu? Apa urusannya? Ini pekerjaanku?”.

Tentu saja itu hal yang biasa bagi seorang sosiolog untuk mengkaji gejala tersebut. Sulitnya menjadi seorang sosiolog, yaitu ketika dihadapkan dengan persoalan yang dianggap negatif di masyarakat. Bagi seorang sosiolog, hal tersebut belum tentu negatif. Bahkan bagi seorang sosiolog, hal tersebut bisa jadi adalah positif.

Seorang sosiolog tidak akan langsung menyimpulkan bahwa PSK adalah salah. Sosiolog akan berusaha mengkajinya dengan mencari penyebabnya mengapa bisa terjadi hal penyimpangan seperti PSK tersebut. Sosiolog akan mencari tahu dengan teori yang sudah ada sehingga sosiolog itu bisa memberikan solusinya.

Sosiologi jelas merupakan ilmu sosial yang objeknya adalah masyarakat. Kita tahu bahwa salah satu ciri sosiologi bersifat non-etis, yakni yang dipersoalkan bukanlah baik-buruknya suatu fakta tertentu, tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis.

Dalam hal ini, bagaimana apabila seorang sosiolog berstatus orangtua atau? Jelaslah sulit. Seorang sosiolog pasti akan mempunyai paradigma ganda. Dia akan mempunyai peran ganda, dalam arti sebagai orang tua dan sebagai sosiolog. Tidak mungkin kita sebagai orang tua mengajarkan kepada anak kita bahwa PSK itu tidak salah. Namun dalam hal ini kita harus bisa menempatkan diri. Dimana saatnya kita berperan sebagai orangtua, dan dimana saatnya kita berperan sebagai seorang sosiolog.

Sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat dalam keseluruhannya dan hubungan-hubungan antara orang-orang dalam masyarakat tersebut, sosiologi memegang peranan penting dalam membantu memecahkan masalah-masalah sosial. Dalam hal ini sosiologi memang tidak terlalu menekankan pada pemecahan atau jalan keluar masalah-masalah tersebut, namun berupaya menemukan sebab-sebab terjadinya masalah itu. Usaha-usaha untuk mengatasi masalah sosial hanya mungkin berhasil apabila didasarkan pada kenyataan serta latar belakangnya. Di sinilah peranan sosiologi. Namun, peranan itu tidak akan terwujud tanpa didasari teori dan pemahaman akan ilmu sosiologi itu sendiri.

0 Komentar