Oleh: Sri Untari (Sejarah, 2014)



Beberapa tahun belakangan ini, media seringkali menyuguhi ‘tokoh’ penggelapan uang negara, menggendutan rekening, suap menyuap atau apalah sebutan dalam bahasa jurnalistik lainnya. Ambilah contoh kasus korupsi yang sangat populer Gayus Tambunan atau Angelina Sondakh atau berbagai kasus korupsi yang dirasa tak ada habisnya melanda tanah ini. bagaikan sebuah penjajahan moral atas ideologi matrealistis yang tengah melanda bangsa ini. Belum lagi kasus tawuran pelajar yang semakin marak. Jika kita analisi bukankah mereka yang korupsi adalah orang yang berlatarkan pendidikan tinggi dan siwa yang tawuran merupakan orang-orang yang sedang dalam binaan sekolah. Namun, mengapa orang berpendidikan tersebut justru terlibat dalam perbuatan memalukan seperti itu? Jawaban tegas dan jelas yang pasti dikatakan semua orang adalah: mereka tak berkarakter.

Pendidikan karakter mulai dianggap penting dan mendapat perhatian publik sejak tahun 2000an. Bahkan 3 tahun belakangan ketika Peringatan Hari Pendidikan Nasional, selalu di gembor-gemborkan pentingnya pendidikan karakter. Ditambah lagi dengan di berlakukannya kurikulum 2013 di sebagian sekolah di Indonesia, merupakan suatu gebrakan untuk lebih mementingkan pendidikan karakter.

Apa Kabar Karakter Indonesia Hari Ini?
Indonesia merupakan negara yang kaya raya, tidak hanya sumber daya alam namun juga sebenarnya Indonesia kaya akan sumber daya manusia. Serasa malu bangsa ini ketika masih banyak rakyat Indonesia kelaparan sedangkan Indonesia memiliki sawah berhektar-hektar. Malu bangsa ini ketika masih banyak orang tinggal di bawah kolong jembatan sedang banyak pula yang dengan bangga membangun istana tanpa dihuni. Sebenarnya salah siapa dengan karakter bangsa yang semakin carut-marut ini?

Dulu Indonesia dikenal dengan negara yang ramah, negara yang memiliki simpati yang sangat tinggi. Namun, kini jika kita menengok wajah karakter orang Indonesia yang mulai tak peduli, mulai memikirkan diri sendiri dan golongan, berlomba-lomba dalam kepandaian namun meninggalkan budi pekerti yang sejak dulu menjadi pedoman kita. Kini orang-orang berlomba-lomba dalam hal kognitif, alhasil segala macam cara dilakukan.  Banyak kita melihat siswa yang terlalu dituntut orang tua dan gurunya untuk bisa dan benar. Tak jarang kita melihat siswa yang mengahalalkan segala cara untuk memenuhi keharusan itu, mereka menyontek ketika Ujian, mereka membeli kunci jawaban ketika UN atau perbuatan curang lainnya. Mereka menanam bibit-bibit korupsi penghancur bangsa di kemudian hari nanti.

Jika kita menegok ke belakang betapa sejak tahun 1940an seseorang bernama Ki Hajar Dewantara telah mencetuskan konsep-konsep pendidikan yang luar biasa. Tri sentra pendidikan rupanya mulai dilupakan bangsa ini.ing ngasro sung tuladha, ing madya mangun karsa dan tut wuri handayani rupanya kini hanya wacana. Kini namanya hanya dikenal sebagai Bapak Pendidikan namun konsep-konsep pendidikannya semakin hilang tergerus zaman.

Konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara jika kita pahami dengan cermat merupakan konsep yang sekarang digunakan oleh negara Finlandia, negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Finlandia tidaklah mementingkan rangking-rangking, tidaklah menyalahkan siswa jika salah, dan tidaklah membedakan mana yang pintar dan mana yang kurang pintar (Top of the Class - Fergus Bordewich). Tetapi mengapa Indonesia justru melupakan konsep tersebut.

Indonesia terlalu ngoyo dalam pendidikan, terlalu menuntut kognitif-kognitif dan kognitif. Kurang lebih selama 20 tahun sebelum tahun 2000an Indonesia telah salah arah dalam menetukan arah pendidikan. Mereka yang korupsi dan mereka yang tawuran adalah korban dari ke ngoyo-an Indonesia. Konsep tri sentra pendidikan yang meliputi keluarga, sekolah dan masyarakatpun dirasa tidak lagi bekerja sama dalam membangun pendidikan Indonesia. Mereka cenderung kurang perduli jika tidak ada hubungan suatu golongan atau keluarga.

Dalam pendidikan keluargapun, masih banyak orang tua yang salah arah. Mereka akan memaksa anak mereka untuk pintar dalam kognitif meski masih dalam usia dini. Pendidikan sekolahpun, masih ada guru yang menuntut siswa untuk pintar. Alhasil Indonesia kelebihan orang-orang pintar dalam kognitif namun lemah dalam karakter.

Mungkin butuh waktu hingga 20an kedepan untuk melihat pendidikan karakter yang saat ini sedang digalakan. Pendidikan karakter yang terdapat dalam kurikulum 2013. Untuk sementara ini Indonesia sedang menuai hasil dari kesalahan arah pendidikan, dengan hanya menonjolkan sisi kognitif.

Kesimpulan

Perilaku orang berpendidikan yang semakin tak berkarakter di Indonesia saat ini disebabkan oleh kesalahan arah pendidikan Indonesia selama berpuluh-puluh tahun yang lalu. Mereka adalah hasil panen masa lalu yang kini dituai. Kini saat nya kita membenahi kesalahan tersebut, agar Indonesia tidak lagi terlalu terburu-buru memburu kognitif. Dan tidak pula, melupakan konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara. Meski mungkin Indonesia membutuhkan waktu berpuluh-puluh tahun untuk membenahi ktisis karakter ini, setidaknya kita terus berusaha mengembalikan eksistensi pendidikan karakter bangsa dalam hidup setiap insan Indonesia. 

0 Komentar