Oleh: Rinaldi Isnawan P

Sepak bola ialah salah satu cabang olahraga yang telah ada dan berkembang sejak lama di dunia. Di Indonesia permainan sepak bola ini diperkenalkan oleh kaum kolonial yang saat itu berada di Indonesia. Cabang olahraga yang dimainkan oleh 22 pemain di suatu pertandingan dalam waktu 2x45 menit ini merupakan salah satu cabang olahraga paling digemari oleh masyarakat di Indonesia. Seperti halnya cabang olahraga lain, sepak bola tidak terlepas dari adanya pendukung suatu kesebelasan yang lazim disebut supporter. Supporter di ibaratkan seperti pemain kedua belas dalam sebuah pertandingan sepak bola. Tanpa kehadiran supporter, pertandingan sepak bola ibarat sayur tanpa garam, karena tanpa kehadiran supporter dalam pertandingan sepak bola, suasana pertandingan tersebut menjadi hambar. Dunia supporter, baik ruang lingkupnya berskala internasional atau nasional lebih diidentikan dengan kekerasan dan di dominasi oleh kaum laki-laki. Maka tak jarang tawuran antar supporter kesebelasan sepak bola pun sering terjadi sehingga membuat kaum hawa berpikir ulang untuk menyaksikan sebuah pertandingan sepak bola secara langsung di dalam stadion.

            Di Indonesia, hampir di seluruh daerah dari Sabang-Merauke pasti memiliki basis kelompok supporter suatu kesebelasan tertentu. Bahkan supporter-supporter tersebut berasal dari berbagai golongan baik itu tua, muda, orang kaya, miskin, lelaki, bahkan perempuan. Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia sejak awal tahun 2000an adalah mulai banyaknya supporter yang berjenis kelamin perempuan yang hadir sebagai pemanis bangku stadion saat tim sepak bola bertanding. Mereka tak hanya duduk diam saja, bahkan mereka juga ikut berteriak menyanyikan yel-yel untuk mendukung tim kesebelasan yang mereka dukung. Bukti perempuan yang menjadi pendukung sebuah tim kesebelasan sepak bola secara langsung di stadion adalah apa yang dilakukan oleh Halimah atau yang akrab disapa mpok Nunung. Beliau merupakan dirijen supporter Persija Jakarta yaitu The Jakmania. Bisa dibayangkan, bagaimana seorang perempuan yang dicitrakan sebagai citra pinggan atau hanya diidentikan sebagai seorang yang bekerja di dapur mampu memimpin ribuan laki-laki dalam satu stadion untuk mendukung kesebelasan yang mereka dukung saat sedang bertanding.
            Di Indonesia, yang mempelopori menjamurnya kelompok supporter perempuan dalam pertandingan sepak bola adalah kelompok supporter perempuan pendukung Persib Bandung atau yang biasa disebut Lady Vikers yang didirikan pada awal tahun 2000, bahkan pengesahan Lady Vikers sebagai kkeelompok supporter diresmikan langsung oleh sekjen PSSI pada saat itu. Setelah berdirinya Lady Vikers di Bandung, berdiri pula kelompok supporter perempuan pendukung PSS Sleman atau yang biasa disebut Slemanona pada tahun 2003. Dengan adanya supporter-supporter perempuan di sebuah stadion agaknya sedikit memberikan kesan bahwa sepak bola Indonesia yang identik dengan kekerasan sudah berubah menjadi lebih aman dengan banyaknya kaum hawa yang sudah berani menyaksikan pertandingan sepak bola secara langsung di dalam stadion. Namun awalnya, keberadaan supporter-supporter wanita di dalam stadion ini tidak serta merta dapat diterima dengan baik, wanita lebih diidentikan dengan pekerjaan rumahan seperti mengurus anak, sementara sepak bola merupakan hiburan bagi kaum laki-laki yang memang permainan sepak bola lebih menunjukkan olahraga yang maskulin. Maka tak jarang pelecehan-pelecehan atau hal yang kurang baik didapati oleh supporter-supporter yang berjenis kelamin perempuan ini, seperti mengutip kalimat dalam buku sepak bola tanpa batas karangan Anung Handoko yaitu:
sudah sering kita lihat di stadion-stadion, khususnya Tridadi dan Mandala Krida tiga musim yang lalu bagaimana penonton perempuan mendapat perlakuan yang tidak pantas. Entah itu siulan, teriakan, maupun ejekan dan bahkan pelemparan, yang semuanya merupakan wujud pelecehan. Sepertinya bagi para pelaku, perempuan menonton sepak bola di stadion adalah hal aneh yang perlu disoraki dan dicemooh”.
            Kutipan diatas agaknya sudah dapat membuktikan bahwa eksistensi perempuan dalam menonton langsung di dalam stadion pun awalnya sangatlah berat karena seringkali terjadi pelecehan-pelecehan oleh penonton sepak bola yang lain yang mayoritas didominasi oleh kaum laki-laki. Hal ini mungkin dapat dikatakan aneh, karena di Indonesia meskipun pada dasarnya perempuan dicitrakan sebagai seseorang yang identik dengan dapur, sumur, kasur namun pada dasarnya mereka pun memiliki hak yang sama untuk mendapatkan hiburan yang dalam hal ini adalah pertandingan sepak bola.
            Pada dasarnya hadirnya perempuan dalam menyaksikan pertandingan sepak bola dapat dijumpai dengan beberapa kemungkinan, misalnya saja mereka menyaksikan pertandingan sepak bola hanya untuk melihat aksi satu pemain saja yang mereka anggap tampan, yang kedua adalah mereka menyaksikan pertandingan sepak bola murni karena mereka cinta atas kesebelasan sepak bola yang mereka dukung. Kemungkinan yang pertama dapat kita temui pada gelaran Piala AFF pada tahun 2010 lalu, dimana antusiasme luar biasa ditunjukkan oleh supporter yang berjenis kelamin perempuan dalam mendukung timnas garuda pada saat itu. Mungkin faktor yang mendasari mereka rela berdesak-desakkan dengan supporter lain yang berjenis kelamin laki-laki adalah faktor nasionalisme, namun ternyata terdapat faktor lain yang mendasari antusiasme mereka, faktor tersebut adalah dengan kehadiran pemain naturalisasi di timnas garuda yaitu Irfan Bachdim, yang pada saat itu seperti membius supporter perempuan yang ada di Indonesia untuk mau menyaksikan pertandingan secara langsung di dalam stadion. Kemungkinan yang kedua adalah mereka menyaksikan pertandingan karena murni mencintai tim yang mereka dukung, ini dibuktikan salah satunya adalah seperti yang telah penulis ungkapkan diatas mengenai mpok Nunung yang menjadi dirijen The Jakmania, beliau hadir di dalam stadion tanpa rasa takut bahkan mengkomandoi atraksi ribuan supporter Persija yang lain, beliau melakukan hal tersebut karena didasari oleh kecintaannya sebagai warga Jakarta dalam mendukung klub lokal yang ada di Jakarta yaitu Persija.
            Keberadaan perempuan di dalam stadion sebenarnya bukan sesuatu yang tabu bagi masyarakat Indonesia, dunia supporter yang identik dengan kaum laki-laki nyatanya sudah dibantahkan dengan menjamurnya kelompok-kelompok supporter wanita yang ada di Indonesia. Penulis mencoba sedikit memberikan masukan bahwasanya apabila terdapat supporter yang berjenis kelamin perempuan di dalam stadion agaknya sedikit lebih dihormati dan dilindungi oleh supporter lain yang berjenis kelamin laki-laki, bukannya malah dilecehkan, karena pada dasarnya selama dia membeli tiket, mereka seharusnya memiliki kesempatan dan kenyamanan yang sama dalam menyaksikan sebuah pertandingan sepak bola.

1 Komentar