Event
BAHASA JAWA TELAH PUDAR ATAU TETAP BERKIBAR DI WILAYAH YOGYAKARTA
Oleh: Dwi Agus Suprayudi
DIY adalah sebuah daerah otonomi setingkat propinsi, satu dari 26 daerah tingkat
I yang ada di Indonesia. Propinsi ini beribukota di Yogyakarta, sebuah kota yang kaya
predikat, baik berasal dari sejarah maupun potensi yang ada, seperti sebagai kota
perjuangan, kota kebudayaan, kota pelajar, dan kota pariwisata. Menurut Babad Gianti,
Yogyakarta atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa) adalah nama yang diberikan Paku
Buwono II (raja Mataram tahun 1719-1727) sebagai pengganti nama pesanggrahan
Gartitawati. Yogyakarta berarti Yogya yang kerta, Yogya yang makmur, sedangkan
Ngayogyakarta Hadiningrat berarti Yogya yang makmur dan yang paling utama. Sumber
lain mengatakan, nama Yogyakarta diambil dari nama (ibu) kota Sanskrit Ayodhya
dalam epos Ramayana. Dalam penggunaannya sehari-hari, Yogyakarta lazim diucapkan
Jogja(karta) atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa).
Sebutan kota perjuangan untuk kota ini berkenaan dengan peran Yogyakarta
dalam konstelasi perjuangan bangsa Indonesia pada jaman kolonial Belanda, jaman
penjajahan Jepang, maupun pada jaman perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Yogyakarta pernah menjadi pusat kerajaan, baik Kerajaan Mataram (Islam), Kesultanan
Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman.
Sebutan kota kebudayaan untuk kota ini berkaitan erat dengan peninggalan-
peninggalan budaya bernilai tinggi semasa kerajaan-kerajaan tersebut yang sampai kini
masih tetap lestari. Sebutan ini juga berkaitan dengan banyaknya pusat-pusat seni dan
budaya. Sebutan kata Mataram yang banyak digunakan sekarang ini, tidak lain adalah
sebuah kebanggaan atas kejayaan Kerajaan Mataram.
Dalam karya tulis saya ini, saya akan membahas mengenai eksistensi bahasa Jawa
di daerah Yogyakarta. Kita telah mengetahui bahwa suatu bahasa merupakan salah satu
bagian dari suatu kebudayaan. Tanpa adanya suatu bahasa, kebudayaan manusia tidak
akan lebih maju dari kebudayaan primata (monyet).
Bahasa memiliki arti yang universal dalam arti bahwa setiap kelompok-kelompok
pasti memiliki suatu bahasanya sendiri-sendiri dan memiliki ciri khas yang berbeda-beda
Begitu juga dengan Yogyakarta tentunya, daerah tersebut memiliki bahasa yang
berbeda dari daerah-daerah lainya. Bahasa jawa lah yang menjadi bahasa dari kota
Yogyakarta. Namun apakah bahasa yang telah lama berkembang pada kota tersebut
masih tetap terjaga atau mulai pudar seiring dengan perkembangan jaman?
Banyak bukti dari berbagai hasil penelitian yang memperlihatkan terdapat
sejumlah bahasa telah punah di muka bumi. Bahkan diprediksi, satu abad mendatang dari
6.000 bahasa yang terdapat di dunia, 50 persennya akan punah. Di Indonesia, tempat di
mana terdapat 731 bahasa, proses kepunahan pun terus berlangsung sampai hari ini di
antaranya adalah sejumlah bahasa daerah.
Apakah bahasa Jawa termasuk pada 731 bahasa yang akan mengalami
kepunahan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita perlu melihat fakta-fakta
yang terjadi pada masyarakat Yogya itu sendiri, apakah mereka masih menjaga dan
menurunkan bahasa Jawa kepada anak cucu mereka?
Kita mengetahui bahwa Yogyakarta merupakan kota yang istimewa, dimana
terdapat tempat-tempat yang indah, masyarakat yang ramah dan juga kebudayaan yang
begitu melimpah. Pesona itu pula yang banyak menarik masyarakat untuk hijrah ke
yogyakarta, selain karena pesona yang ditampilkan, yogya juga terkenal dengan kota
pelajar. Maka tak heran banyak dari masyarakat yang berada diluar yogyakarta ingin
mengenyam pendidikan disana.
Dari fakta diatas kita dapat mengetahui bahwa banyak dari warga luar
Yogyakarta yang menetap disana, entah untuk sekedar wisata atau untuk menambah ilmu
pengetahuan mereka. Kita mengetahui setiap suku bangsa memiliki budaya yang berbeda
dan memiliki ciri khas masing-masing.
Dan dikhawatirkan suatu budaya Yogyakarta akan semakin terancam
keberadaanya karena begitu banyak masyarakat luar Yogya yang tinggal di Yogyakarta.
Dengan banyaknya beragam suku di Yogyakarta tak dapat dipungkiri bahwa
bahasa Jawa yang selama ini menjadi sebuah primadona, sedikit demi sedikit
akan tersisih oleh bahasa lain yang dibawa oleh masyarakat yang berasal dari luar
Yogyakarta. Pudarnya bahasa Jawa di Yogyakarta mulai terlihat dari cara berbicara
maupun logat yang terlontar oleh masyarakat ketika melakukan komunikasi terhadap
sesamanya. Bahasa Indonesia mulai dominan digunakan dibandingkan dengan bahasa
Jawa, logat yang ”medok” dalam berbahasa masih tetap ada namun mereka lebih
mengaplikasikannya terhadap bahasa Indonesia.
Mengapa bahasa Indonesia lebih dominan di kota yogyakarta? Kita mengetahui
bahwa dunia ini semakin berkembang, dan dari perkembangan tersebut tak jarang suatu
kebudayaan menjadi suatu korban dan menjadi hilang, sama halnya dengan bahasa
jawa yang terdapat di Yogyakarta. Banyak sekolah-sekolah di Yogya yang dahulu
menggunakan kata pengantar dalam belajar menggunakan bahasa Jawa, namun semakin
berkembangnya jaman semakin larut bahasa Jawa terlupakan. Bahasa Indonesia mulai
merajai bahasa di Yogyakarta dikarenakan suatu adaptasi yang dilakukan oleh kota
tersebut, mengapa banyak dari sekolah enggan menggunakan bahasa Jawa untuk menjadi
pengantar dalam mata pelajaran, karena untuk saat ini terdapat banyak anak yang tak
mengerti bahasa Jawa dan mau tidak mau kota Yogyakarta memberikan pengantar bahasa
Indonesia dalam setiap mata pelajaran.
”Kita secara bersama-sama wajib melestarikan bahasa Jawa,”kata Sultan dalam
sambutannya yang berbahasa Jawa. Bahasa Jawa tidak bisa dilepaskan sebagai salah
satu sarana untuk mewujudkan tata krama, tata susila, serta budi pekerti yang luhur.
Tanpa bahasa tidak akan ada kebudayaan karena memang bahasa adalah bibit/dasar untuk
mewujudkan kebudayaan.
Kebijakan itu lahir berdasarkan pemikiran bahwa bahasa Jawa menyimpan nilai
budaya adiluhung yang memuat norma-norma kehidupan dan sopan santun yang mampu
membentuk karakter suatu bangsa ini. "Jadi, penyelamatan bahasa Jawa itu bukan hanya
kata-katanya, melainkan di balik itu semua juga mempunyai nilai ajaran sangat baik
dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara
Dapat kita simpulkan bahwa bahasa Jawa bukanlah suatu bahasa biasa bagi
masyarakat Yogyakarta, dikatakan bahwa bahasa Jawa merupakan suatu cerminan
dari tata krama, tata susila maupun budi pekerti luhur. Dengan kata lain bahasa Jawa
merupakan suatu aset penting yang dimiliki oleh rakyat Yogyakarta, dengan melestarikan
bahasa Jawa maka rakyat yogyakarta juga mewujudkan suatu tata krama maupun budi
luhur yang telah ditanam sejak lama.
Bahasa Jawa merupakan bukan bahasa biasa bagi masyarakat Yogyakarta, namun
orang yang diluar Yogyakarta yang tinggal disana dapat dikatakan telah sama jumlahnya
dengan orang asli Yogyakarta, dalam hal ini dapat terjadi suatu konflik kebudayaan.
Yang kita tahu bahwa setiap kebudayaan yang dimiliki oleh seseorang tidak mudah untuk
dihilangkan, dapat hilang namun secara perlahan-lahan. Jika jumlah pendatang hampir
sama dengan jumlah orang Yogyakarta asli maka, bahasa Jawa yang biasa menjadi
primadona tidak dapat berlaku lagi.
Tabel 1. Data Statistik Penduduk D.I.Y Yogyakarta Desember 2010
Sumber: Badan Pusat Statistik Yogyakarta
Bahasa Jawa memang masih tetap berkibar dalam kota Yogya, namun intensitasnya
sudah berkurang dari sebelumnya, masyarakat yang tua yang masih tetap memegang
bahasa jawa, berbeda dengan para pemuda di yogyakarta yang semakin lama semakin
meninggalkan bahasa yang telah menjadi suatu primadona ditanah kelahiran mereka.
Hanselin,James.M, 2007, Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi, Jakarta: Erlangga
http://bataviase.co.id/
http://www.indonesiamatters.com/1577/berbahasa-jawa/
http://archive.kaskus.us/thread/548120
http://yogyakarta.bps.go.id
DIY adalah sebuah daerah otonomi setingkat propinsi, satu dari 26 daerah tingkat
I yang ada di Indonesia. Propinsi ini beribukota di Yogyakarta, sebuah kota yang kaya
predikat, baik berasal dari sejarah maupun potensi yang ada, seperti sebagai kota
perjuangan, kota kebudayaan, kota pelajar, dan kota pariwisata. Menurut Babad Gianti,
Yogyakarta atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa) adalah nama yang diberikan Paku
Buwono II (raja Mataram tahun 1719-1727) sebagai pengganti nama pesanggrahan
Gartitawati. Yogyakarta berarti Yogya yang kerta, Yogya yang makmur, sedangkan
Ngayogyakarta Hadiningrat berarti Yogya yang makmur dan yang paling utama. Sumber
lain mengatakan, nama Yogyakarta diambil dari nama (ibu) kota Sanskrit Ayodhya
dalam epos Ramayana. Dalam penggunaannya sehari-hari, Yogyakarta lazim diucapkan
Jogja(karta) atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa).
Sebutan kota perjuangan untuk kota ini berkenaan dengan peran Yogyakarta
dalam konstelasi perjuangan bangsa Indonesia pada jaman kolonial Belanda, jaman
penjajahan Jepang, maupun pada jaman perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Yogyakarta pernah menjadi pusat kerajaan, baik Kerajaan Mataram (Islam), Kesultanan
Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman.
Sebutan kota kebudayaan untuk kota ini berkaitan erat dengan peninggalan-
peninggalan budaya bernilai tinggi semasa kerajaan-kerajaan tersebut yang sampai kini
masih tetap lestari. Sebutan ini juga berkaitan dengan banyaknya pusat-pusat seni dan
budaya. Sebutan kata Mataram yang banyak digunakan sekarang ini, tidak lain adalah
sebuah kebanggaan atas kejayaan Kerajaan Mataram.
Dalam karya tulis saya ini, saya akan membahas mengenai eksistensi bahasa Jawa
di daerah Yogyakarta. Kita telah mengetahui bahwa suatu bahasa merupakan salah satu
bagian dari suatu kebudayaan. Tanpa adanya suatu bahasa, kebudayaan manusia tidak
akan lebih maju dari kebudayaan primata (monyet).
Bahasa memiliki arti yang universal dalam arti bahwa setiap kelompok-kelompok
pasti memiliki suatu bahasanya sendiri-sendiri dan memiliki ciri khas yang berbeda-beda
Begitu juga dengan Yogyakarta tentunya, daerah tersebut memiliki bahasa yang
berbeda dari daerah-daerah lainya. Bahasa jawa lah yang menjadi bahasa dari kota
Yogyakarta. Namun apakah bahasa yang telah lama berkembang pada kota tersebut
masih tetap terjaga atau mulai pudar seiring dengan perkembangan jaman?
Banyak bukti dari berbagai hasil penelitian yang memperlihatkan terdapat
sejumlah bahasa telah punah di muka bumi. Bahkan diprediksi, satu abad mendatang dari
6.000 bahasa yang terdapat di dunia, 50 persennya akan punah. Di Indonesia, tempat di
mana terdapat 731 bahasa, proses kepunahan pun terus berlangsung sampai hari ini di
antaranya adalah sejumlah bahasa daerah.
Apakah bahasa Jawa termasuk pada 731 bahasa yang akan mengalami
kepunahan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita perlu melihat fakta-fakta
yang terjadi pada masyarakat Yogya itu sendiri, apakah mereka masih menjaga dan
menurunkan bahasa Jawa kepada anak cucu mereka?
Kita mengetahui bahwa Yogyakarta merupakan kota yang istimewa, dimana
terdapat tempat-tempat yang indah, masyarakat yang ramah dan juga kebudayaan yang
begitu melimpah. Pesona itu pula yang banyak menarik masyarakat untuk hijrah ke
yogyakarta, selain karena pesona yang ditampilkan, yogya juga terkenal dengan kota
pelajar. Maka tak heran banyak dari masyarakat yang berada diluar yogyakarta ingin
mengenyam pendidikan disana.
Dari fakta diatas kita dapat mengetahui bahwa banyak dari warga luar
Yogyakarta yang menetap disana, entah untuk sekedar wisata atau untuk menambah ilmu
pengetahuan mereka. Kita mengetahui setiap suku bangsa memiliki budaya yang berbeda
dan memiliki ciri khas masing-masing.
Dan dikhawatirkan suatu budaya Yogyakarta akan semakin terancam
keberadaanya karena begitu banyak masyarakat luar Yogya yang tinggal di Yogyakarta.
Dengan banyaknya beragam suku di Yogyakarta tak dapat dipungkiri bahwa
bahasa Jawa yang selama ini menjadi sebuah primadona, sedikit demi sedikit
akan tersisih oleh bahasa lain yang dibawa oleh masyarakat yang berasal dari luar
Yogyakarta. Pudarnya bahasa Jawa di Yogyakarta mulai terlihat dari cara berbicara
maupun logat yang terlontar oleh masyarakat ketika melakukan komunikasi terhadap
sesamanya. Bahasa Indonesia mulai dominan digunakan dibandingkan dengan bahasa
Jawa, logat yang ”medok” dalam berbahasa masih tetap ada namun mereka lebih
mengaplikasikannya terhadap bahasa Indonesia.
Mengapa bahasa Indonesia lebih dominan di kota yogyakarta? Kita mengetahui
bahwa dunia ini semakin berkembang, dan dari perkembangan tersebut tak jarang suatu
kebudayaan menjadi suatu korban dan menjadi hilang, sama halnya dengan bahasa
jawa yang terdapat di Yogyakarta. Banyak sekolah-sekolah di Yogya yang dahulu
menggunakan kata pengantar dalam belajar menggunakan bahasa Jawa, namun semakin
berkembangnya jaman semakin larut bahasa Jawa terlupakan. Bahasa Indonesia mulai
merajai bahasa di Yogyakarta dikarenakan suatu adaptasi yang dilakukan oleh kota
tersebut, mengapa banyak dari sekolah enggan menggunakan bahasa Jawa untuk menjadi
pengantar dalam mata pelajaran, karena untuk saat ini terdapat banyak anak yang tak
mengerti bahasa Jawa dan mau tidak mau kota Yogyakarta memberikan pengantar bahasa
Indonesia dalam setiap mata pelajaran.
”Kita secara bersama-sama wajib melestarikan bahasa Jawa,”kata Sultan dalam
sambutannya yang berbahasa Jawa. Bahasa Jawa tidak bisa dilepaskan sebagai salah
satu sarana untuk mewujudkan tata krama, tata susila, serta budi pekerti yang luhur.
Tanpa bahasa tidak akan ada kebudayaan karena memang bahasa adalah bibit/dasar untuk
mewujudkan kebudayaan.
Kebijakan itu lahir berdasarkan pemikiran bahwa bahasa Jawa menyimpan nilai
budaya adiluhung yang memuat norma-norma kehidupan dan sopan santun yang mampu
membentuk karakter suatu bangsa ini. "Jadi, penyelamatan bahasa Jawa itu bukan hanya
kata-katanya, melainkan di balik itu semua juga mempunyai nilai ajaran sangat baik
dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara
Dapat kita simpulkan bahwa bahasa Jawa bukanlah suatu bahasa biasa bagi
masyarakat Yogyakarta, dikatakan bahwa bahasa Jawa merupakan suatu cerminan
dari tata krama, tata susila maupun budi pekerti luhur. Dengan kata lain bahasa Jawa
merupakan suatu aset penting yang dimiliki oleh rakyat Yogyakarta, dengan melestarikan
bahasa Jawa maka rakyat yogyakarta juga mewujudkan suatu tata krama maupun budi
luhur yang telah ditanam sejak lama.
Bahasa Jawa merupakan bukan bahasa biasa bagi masyarakat Yogyakarta, namun
orang yang diluar Yogyakarta yang tinggal disana dapat dikatakan telah sama jumlahnya
dengan orang asli Yogyakarta, dalam hal ini dapat terjadi suatu konflik kebudayaan.
Yang kita tahu bahwa setiap kebudayaan yang dimiliki oleh seseorang tidak mudah untuk
dihilangkan, dapat hilang namun secara perlahan-lahan. Jika jumlah pendatang hampir
sama dengan jumlah orang Yogyakarta asli maka, bahasa Jawa yang biasa menjadi
primadona tidak dapat berlaku lagi.
Tabel 1. Data Statistik Penduduk D.I.Y Yogyakarta Desember 2010
Sumber: Badan Pusat Statistik Yogyakarta
Bahasa Jawa memang masih tetap berkibar dalam kota Yogya, namun intensitasnya
sudah berkurang dari sebelumnya, masyarakat yang tua yang masih tetap memegang
bahasa jawa, berbeda dengan para pemuda di yogyakarta yang semakin lama semakin
meninggalkan bahasa yang telah menjadi suatu primadona ditanah kelahiran mereka.
Hanselin,James.M, 2007, Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi, Jakarta: Erlangga
http://bataviase.co.id/
http://www.indonesiamatters.com/1577/berbahasa-jawa/
http://archive.kaskus.us/thread/548120
http://yogyakarta.bps.go.id
0 Komentar