Papua, Chokepoint Ekonomi Indonesia Masa Depan
Oleh: M.Handar
Jurusan ISP/PPKN NoN Regular 2009
Kemampuan suatu negara dalam menyusun sistem keamanan bergantung pada faktor-faktor geopolitiknya. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki karakteristik geopolitik yang khas: bentang luas dan letak geografis yang strategis dari sabang sampai merauke. Kondisi tersebut menyebabkan Indonesia membutuhkan kendali yang kuat untuk menjaga keamanan, keutuhan, dan kedaulatan wilayah NKRI, termasuk melindungi wilayah-wilayah kunci seperti Papua sebagai provinsi yang paling timur.
Pulau Papua memiliki nilai strategis yang sangat tinggi bagi geopolitik Indonesia akibat faktor geografis dan faktor ketersediaan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Perkembangan kekuatan ekonomi baru dunia seharusnya menjadikan Papua sebagai strategic international chokepoint bagi Indonesia. Hal tersebut disebabkan posisi strategis Papua yang berbatasan dengan negara-negara yang menjadi sebelah utara, yang merembet ke Hongkong, Taiwan, Jepang, dan hingga kepulauan Pasifik dan Benua Amerika di sebelah timur dan diselatan berhadapan dengan Timor Leste dan Australia.
Chokepoint adalah istilah militer yang menjelaskan suatu kondisi geografis yang harus dilalui dengan cara mengurangi kekuatan. Dengan musuh yang mengurangi kekuatan, chokepoint dapat dipertahankan dengan kekuatan yang relaitf kecil karena musuh tidak dapat membawa jumlah yang sangat besar ke tempat itu.
Perkembangan dunia semakin menyebabkan tingginya persaingan antarnegara dan institusi dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi bagi kemakmuran, konsekuensi logis dari hal tersebut adalah sebuah negara yang kaya raya dengan sumber daya yang menjadi rebutan dan wahana persaingan. Begitu pula Indonesia terutama Papua. Ekses dari persaingan adalah meningkatnya ketidakstabilan keamanan. Untuk itu, control pemerintah sangat penting dalam menciptakan situasi aman dan kondusif bagi terpeliharanya kemakmuran dan keamanan rakyatnya.
Hal lain penyebab instabilitas di Pulau Papua adalah ketertinggalan pembangunan jika dibandingkan dengan daerah lain. Ketidakpuasan warga sering dijawab dengan kebijakan yang kurang memperhatikan kearifan lokal sehingga sering melahirkan konflik yang berkepanjangan. Otonomi daerah dalam rangka percepatan pelayanan pemerintah guna pencapaian kesejahteraan masyarakat yang belum bisa berjalan dengan baik karena tidak dibarengi dengan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dan pembenahan system birokrasi yang efisien. Kekecewaan masyarakat menimbulkan sifat yang apatis dan disintegratif sebagian besar warga papua. Bila kita melihat sejarah, konflik yang terjadi di Papua awalnya konflik komunal yang terjadi secara tradisi, yang timbul dari persaingan antar suku dalam memperebutkan kekuasaan. Konflik tradisi berkembang menjadi kompleks sejalan dengan proses depolotisasi elite masyarakat Papua dalam memperebutkan posisi social politik.
Keterbelakangan pendidikan, kemiskinan, dan kesenjangan antara masyarakat local dan pendatang menjadi pemicu konflik baru di Papua. Isu-isu tersebut menjadi komoditas yang sangat mudah dikelola oleh berbagai pihak, tertuma yang berkaitan dalam penguasaan sumber daya alam. Kompleksitas konflik semakin akut karena penanganan yang lamban dan tidak mengena pada akar masalah.
Untuk menyelessaikan masalah papua, percepatan pembangunan adalah jawaban yang tepat. Pertanyaannya adalah bagaimana proses percepatan tersebut berjalan sehingga mampu menimbulkan rasa keadilan bagi semua pihak. Kesulitan terbesar adalah masalah SDM dan financial. Untuk menjalankan percepatan tersebut, setidaknya ada tiga actor kunci.
Pertama, pemerintah pusat dan daerah melalui pengalokasian APBN yang proposional untuk percepatan pembangunan infrakstruktur dasar seperti sarana transportasi, pendidikan, kesehatan, perumahan, irigasi, saran listrik, dan telekomunikasi untuk membuka isolasi wilayah. Pemerintah pusat dan daerah juga berperan penting dalam mengarahkan industri strategis nasional Papua yang memiliki efek domino terhadap perkembngan industri yang lain.
Kedua, lembaga pendidikan, khususnya perguruan tinggi yang bertugas meningkatkan kualitas manusia dan memasok angkatan bekerja. Lembaga pendidikan di papua juga menjadi laboratium inovasi yang aplikatif dan sesuai denag kebutuhan kekinian masyarakat.
Ketiga, Peran swasta dalam mengembangkan ekonomi terutama di sector riil. Pengembangan ekonomi di sector swasta tersebut yang harus didukung oleh perbankan sehingga pergeraka ekonomi tidak lagi bergantung pada anggaran pemerintah. Apabila tiga actor utama itu mampu bersinergi, setidaknya akan ada sebuah energi positif untuk percepatan pembangunan di papua.
Keunggulan komparatif yang kita miliki seharusnya menjadi nilai ekonomis tersendiri apabila kita mampu membuat nilai tambah. Kunci utama adalah membangun SDM dengan memberdayakan masyarakat local senagai ujung tombak pembangunan di wilayah papua. Untuk terciptanya iklim yang kondusif, perbaikan dan pembangunan infrastruktur harus segera dilakukan.
Pembangunan system transportasi darat yang murah dan efisien dan terintegrasi dengan pembangunan pelabuhan samudera pasifik akan menjadi factor pemberdaya bagi aktivitas bagi perekonomian yang lebih luas. Begitu juga perlu dirintis perumusan alternative pembangunan moda transportasi darat dengan kereta dengan sumber energi yang mampu menghubungkan kota-kota dan sumber produksi.
Dalam investasi inilah, kekuatan pembiayaan dan reputasi perbankan nasioanl dapat menjadi fasilitator dan katalisator. Kondisi yang kita harapkan tersebut dapat cepat terlaksana apabila diimbangi dengan peningkatan kualitas layanan dan kebijakan pemerintah daerah. Reformasi birokrasi dan peningkatan pelayanan public, termasuk perizinan dan kejelasan peraturan sangat dibutuhkan.
Kombinasi factor-faktor strategi itulah yang akan menempatkan papua menjadi chokepoint ekonomi Indonesia masa depan, titik strategis bagi kemakmuran bangsa.
Jurusan ISP/PPKN NoN Regular 2009
Kemampuan suatu negara dalam menyusun sistem keamanan bergantung pada faktor-faktor geopolitiknya. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki karakteristik geopolitik yang khas: bentang luas dan letak geografis yang strategis dari sabang sampai merauke. Kondisi tersebut menyebabkan Indonesia membutuhkan kendali yang kuat untuk menjaga keamanan, keutuhan, dan kedaulatan wilayah NKRI, termasuk melindungi wilayah-wilayah kunci seperti Papua sebagai provinsi yang paling timur.
Pulau Papua memiliki nilai strategis yang sangat tinggi bagi geopolitik Indonesia akibat faktor geografis dan faktor ketersediaan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Perkembangan kekuatan ekonomi baru dunia seharusnya menjadikan Papua sebagai strategic international chokepoint bagi Indonesia. Hal tersebut disebabkan posisi strategis Papua yang berbatasan dengan negara-negara yang menjadi sebelah utara, yang merembet ke Hongkong, Taiwan, Jepang, dan hingga kepulauan Pasifik dan Benua Amerika di sebelah timur dan diselatan berhadapan dengan Timor Leste dan Australia.
Chokepoint adalah istilah militer yang menjelaskan suatu kondisi geografis yang harus dilalui dengan cara mengurangi kekuatan. Dengan musuh yang mengurangi kekuatan, chokepoint dapat dipertahankan dengan kekuatan yang relaitf kecil karena musuh tidak dapat membawa jumlah yang sangat besar ke tempat itu.
Perkembangan dunia semakin menyebabkan tingginya persaingan antarnegara dan institusi dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi bagi kemakmuran, konsekuensi logis dari hal tersebut adalah sebuah negara yang kaya raya dengan sumber daya yang menjadi rebutan dan wahana persaingan. Begitu pula Indonesia terutama Papua. Ekses dari persaingan adalah meningkatnya ketidakstabilan keamanan. Untuk itu, control pemerintah sangat penting dalam menciptakan situasi aman dan kondusif bagi terpeliharanya kemakmuran dan keamanan rakyatnya.
Hal lain penyebab instabilitas di Pulau Papua adalah ketertinggalan pembangunan jika dibandingkan dengan daerah lain. Ketidakpuasan warga sering dijawab dengan kebijakan yang kurang memperhatikan kearifan lokal sehingga sering melahirkan konflik yang berkepanjangan. Otonomi daerah dalam rangka percepatan pelayanan pemerintah guna pencapaian kesejahteraan masyarakat yang belum bisa berjalan dengan baik karena tidak dibarengi dengan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dan pembenahan system birokrasi yang efisien. Kekecewaan masyarakat menimbulkan sifat yang apatis dan disintegratif sebagian besar warga papua. Bila kita melihat sejarah, konflik yang terjadi di Papua awalnya konflik komunal yang terjadi secara tradisi, yang timbul dari persaingan antar suku dalam memperebutkan kekuasaan. Konflik tradisi berkembang menjadi kompleks sejalan dengan proses depolotisasi elite masyarakat Papua dalam memperebutkan posisi social politik.
Keterbelakangan pendidikan, kemiskinan, dan kesenjangan antara masyarakat local dan pendatang menjadi pemicu konflik baru di Papua. Isu-isu tersebut menjadi komoditas yang sangat mudah dikelola oleh berbagai pihak, tertuma yang berkaitan dalam penguasaan sumber daya alam. Kompleksitas konflik semakin akut karena penanganan yang lamban dan tidak mengena pada akar masalah.
Untuk menyelessaikan masalah papua, percepatan pembangunan adalah jawaban yang tepat. Pertanyaannya adalah bagaimana proses percepatan tersebut berjalan sehingga mampu menimbulkan rasa keadilan bagi semua pihak. Kesulitan terbesar adalah masalah SDM dan financial. Untuk menjalankan percepatan tersebut, setidaknya ada tiga actor kunci.
Pertama, pemerintah pusat dan daerah melalui pengalokasian APBN yang proposional untuk percepatan pembangunan infrakstruktur dasar seperti sarana transportasi, pendidikan, kesehatan, perumahan, irigasi, saran listrik, dan telekomunikasi untuk membuka isolasi wilayah. Pemerintah pusat dan daerah juga berperan penting dalam mengarahkan industri strategis nasional Papua yang memiliki efek domino terhadap perkembngan industri yang lain.
Kedua, lembaga pendidikan, khususnya perguruan tinggi yang bertugas meningkatkan kualitas manusia dan memasok angkatan bekerja. Lembaga pendidikan di papua juga menjadi laboratium inovasi yang aplikatif dan sesuai denag kebutuhan kekinian masyarakat.
Ketiga, Peran swasta dalam mengembangkan ekonomi terutama di sector riil. Pengembangan ekonomi di sector swasta tersebut yang harus didukung oleh perbankan sehingga pergeraka ekonomi tidak lagi bergantung pada anggaran pemerintah. Apabila tiga actor utama itu mampu bersinergi, setidaknya akan ada sebuah energi positif untuk percepatan pembangunan di papua.
Keunggulan komparatif yang kita miliki seharusnya menjadi nilai ekonomis tersendiri apabila kita mampu membuat nilai tambah. Kunci utama adalah membangun SDM dengan memberdayakan masyarakat local senagai ujung tombak pembangunan di wilayah papua. Untuk terciptanya iklim yang kondusif, perbaikan dan pembangunan infrastruktur harus segera dilakukan.
Pembangunan system transportasi darat yang murah dan efisien dan terintegrasi dengan pembangunan pelabuhan samudera pasifik akan menjadi factor pemberdaya bagi aktivitas bagi perekonomian yang lebih luas. Begitu juga perlu dirintis perumusan alternative pembangunan moda transportasi darat dengan kereta dengan sumber energi yang mampu menghubungkan kota-kota dan sumber produksi.
Dalam investasi inilah, kekuatan pembiayaan dan reputasi perbankan nasioanl dapat menjadi fasilitator dan katalisator. Kondisi yang kita harapkan tersebut dapat cepat terlaksana apabila diimbangi dengan peningkatan kualitas layanan dan kebijakan pemerintah daerah. Reformasi birokrasi dan peningkatan pelayanan public, termasuk perizinan dan kejelasan peraturan sangat dibutuhkan.
Kombinasi factor-faktor strategi itulah yang akan menempatkan papua menjadi chokepoint ekonomi Indonesia masa depan, titik strategis bagi kemakmuran bangsa.
0 Komentar