Cerpen
SHE IS MY HERO
Dengan semangat yang membara bagai seorang prajurit yang menyelamatkan Negara, aku langkahkan kaki ke medan perangku. Melawan semua penjajahan dari kebodohan.
Tak berapa lama aku telah memasuki sebuah ruangan kelas di SD 54 Patimura. Sebuah sekolah yang kujadikan tempat bertempur melawan kebodohan untuk membawa murid-muridku ke arah kecerdasan agar mereka dihargai di masyarakat.
Baru setahun aku mengajar di sekolah ini. Aku diberikan tugas mengajar di kelas 4.
Bel berbunyi menandakan pelajaran akan segera dimulai. Kuucapkan salam, dan memulai berdoa untuk hari yang indah ini.
”10 November 2009” kutulis tulisan itu dengan sangat besar dan jelas di papan tulis.
”Tahukah kalian hari ini peringatan apa?” tanyaku memulai pembicaraan.
”Hari pahlawan buuuuuuuu” jawab mereka serempak.
”Bagus. Hari ini ibu memberikan tugas pada kalian untuk menulis sebuah karangan tentang siapa pahlawan yang kalian idolakan. Bisa?”
”Bisa bu.” mereka pun memulai menulis dengan tangan-tangan mungilnya.
1 jam kemudian tugas-tugas itu pun telah menumpuk di mejaku. Kuperiksa satu persatu hingga akhirnya aku berhenti di sebuah kertas yang membuat mataku berkaca-kaca. Seorang murid menulis berbeda dengan temannya yang lain. Ia menulis ibu sebagai pahlawannya. Dalam tulisan itu ia mengatakan bahwa baginya ibu adalah pahlawan. Padahal teman-teman yang lain menuliskan patimura, diponegoro dan nama-nama pahlawan lainnya. Aku pun memanggil nama anak itu dan kupanggil ke hadapanku.
Tak berapa lama aku telah memasuki sebuah ruangan kelas di SD 54 Patimura. Sebuah sekolah yang kujadikan tempat bertempur melawan kebodohan untuk membawa murid-muridku ke arah kecerdasan agar mereka dihargai di masyarakat.
Baru setahun aku mengajar di sekolah ini. Aku diberikan tugas mengajar di kelas 4.
Bel berbunyi menandakan pelajaran akan segera dimulai. Kuucapkan salam, dan memulai berdoa untuk hari yang indah ini.
”10 November 2009” kutulis tulisan itu dengan sangat besar dan jelas di papan tulis.
”Tahukah kalian hari ini peringatan apa?” tanyaku memulai pembicaraan.
”Hari pahlawan buuuuuuuu” jawab mereka serempak.
”Bagus. Hari ini ibu memberikan tugas pada kalian untuk menulis sebuah karangan tentang siapa pahlawan yang kalian idolakan. Bisa?”
”Bisa bu.” mereka pun memulai menulis dengan tangan-tangan mungilnya.
1 jam kemudian tugas-tugas itu pun telah menumpuk di mejaku. Kuperiksa satu persatu hingga akhirnya aku berhenti di sebuah kertas yang membuat mataku berkaca-kaca. Seorang murid menulis berbeda dengan temannya yang lain. Ia menulis ibu sebagai pahlawannya. Dalam tulisan itu ia mengatakan bahwa baginya ibu adalah pahlawan. Padahal teman-teman yang lain menuliskan patimura, diponegoro dan nama-nama pahlawan lainnya. Aku pun memanggil nama anak itu dan kupanggil ke hadapanku.
Seorang anak laki-laki kurus menghadapku.
”Boleh ibu mengetahui mengapa kamu menulis nama ibumu sebagai pahlawan?”
”Iya bu. Menurut saya ibu adalah pahlawan yang paling berarti dalam hidup saya. Karena kata ayah ibu meninggal ketika melahirkanku. Ia menyelamatkanku. Ia merelakan nyawanya untukku. Bagi aku ia lebih berarti dibandingkan para pahlawan lainnya. Tanpa ibu, aku tidak akan bisa hidup.” jelasnya panjang lebar.
Tiba-tiba sebuah tetesan membasahi tanganku. Aku meneteskan air mata mendengar ceritanya. Anak sekecil ini ternyata sanggup mengenal sosok ibu yang telah tiada di sampingnya itu dengan penuh kekaguman.
Aku pun menyuruhnya duduk kembali walau wajahnya menyiratkan keheranan.
Pelajaran pertama pun berakhir. Aku segera kembali ke kantorku yang masih kosong. Aku termenung memikirkan kata-kata anak tadi. Ibu memang selalu menjadi pahlawan di dalam hati setiap anak-anaknya. Aku pun membuka handphone ku. Kubuka foto di galeriku. Foto seorang wanita yang sekarang berada jauh di dekatku.
”Aku kangen ibu” ucapku lirih dengan beberapa butiran tetes air mataku. Tiba-tiba hatiku begitu merindukan ibu. Merindukan sesosok wanita yang membuatku nyaman di pelukannya. Membuatku tenang dengan belaian lembutnya. Walau sekarang aku dan ibu jauh, tapi bagiku, ibu selalu di hatiku. Aku beruntung ibu masih hidup dan masih sering menasehatiku, walau ibu jauh di kampung halaman sana.
Di hari pahlawan ini, aku mendapatkan pelajaran besar dari anak yang usianya sangat jauh di bawahku. Aku menyadari ternyata pelajaran bisa diapatkan, walau hanya dari ucapan polos seorang murid.
posted by Rinda
0 Komentar