Big Bad Wolf, Bukankah Lebih Baik Menahan Diri?
Oleh : Ataya Irfan (Pendidikan
Geografi 2016)
Beberapa orang
tergila-gila dengan barang berlabel import dan membelinya tanpa berpikir dua
kali. Ada yang saking sukanya dengan action
figure hingga menjadikannya sebuah investasi sekaligus memuaskan hobi.
Tidak jarang ada yang menghabiskan tabungannya hanya untuk membeli gawai
terbaru atau sekadar bolak-balik Jakarta-Singapura
seolah itu jadi cerita fantastis pernah menginjakkan kaki di sebuah negeri yang
sebenarnya kekurangan lahan memadai.
Satu tahun telah
berlalu ketika bazar buku murah asal Malaysia Big Bad Wolf diadakan di
Indonesia. Tahun 2016 adalah kunjungan pertama kalinya yang disingkat BBW di
Jakarta. Respon yang diterima sangat besar. Sampai-sampai antrean tiket masuk
membludak hingga pengunjung rela antre berjam-jam. Tidak hanya di bagian pintu
masuk, pengunjung harus rela menunggu antrean yang mengular panjang di bagian
kasir. Petugas tidak kuasa menahan antusiasme pengunjung yang berubah liar
hingga membuat sususan buku mejadi kacau balau.
Setinggi itukah
kerinduan masyarakat Indonesia pada acara berlabel “diskon buku murah”?
Masihkah pantaskah Indonesia dianggap sebagai salah satu negara dengan minat
baca yang rendah?
Pada 21 April besok Big
Bad Wolf akan hadir kembali menyapa pembaca Indonesia. Tentu dengan berbekal
pengalaman buruk baik di penyelenggaraan mestinya pihak penyelenggara bisa
belajar dari semua itu. Promosi dan sosialisasi sudah dilakukan sejak Februari
lalu. Melalui situs website dan jejaring social Facebook, BBW menjanjikan acara
yang lebih megah dan lebih menggelegar dari tahun sebelumnya.
Jika di tahun
sebelumnya BBW membuka lokasi hanya di dua hall di ISE Serpong, kabarnya tahun
ini beberapa hall di buka untuk mengantisipasi jumlah pengunjung yang
membludak. Tentu jumlahnya lebih dari dua, padahal
satu hall di ISE sudah sangat besar sekali. Bisa menampung jutaan eksemplar
buku.
Menariknya
penyelenggara menggalakkan promosi besar-besaran berupa pemberian tiket pre-sale
gratis bagi pengunjung yang mendaftar melalui website resmi Big Bad Wolf. Cukup
mendaftarkan akun email dan data diri, di tanggal 19 bisa menghadiri pembukaan
acara sebelum BBW di buka resmi untuk umum. Sungguh banyak sekali pembelajaran
strategi marketing and management
dari penyelenggaraan Big Bad Wolf ini.
Tapi perlu dikritis
bahwa kehadiran bazar buku impor murah ini juga mengundang respon dari netizen
di luar yang pecinta buku. Untuk sebuah acara luar menyasar pada pembaca buku
sempat bermunculan meme mengenai sisi
lain acara ini. Big Bad Wolf bukan hanya tontonan jutaan buku impor
berseliweran 24 jam non-stop, tapi juga
cerminan sifat rakus dalam diri manusia. Bagaimana tidak mereka yang pulang
dari acara itu membawa belasan truk container berisi kardus-kardus buku yang
telah ditata sedemikian rupa. Pengunjung minimal menenteng kantong-kantong
plastik berisi belanjaan buku seolah itu adalah bazar midnight sale semalam suntuk.
Meme yang bermunculan
menyindir para pelaku terutama pembeli yang tampaknya hanya membuang-buang uang
mereka untuk barang seperti buku. Buku sebanyak itu dibeli untuk apa tidak
jelas. Jika untuk dibaca itu sudah tentu tidak jadi masalah. Tapi kenyataannya
jika buku itu hanya dilihat sesekali, di buka dari plastik yang ada hanya
pemborosan uang dan ruang di rumah. Tumpukan buku menurut isi dari meme-meme ini hanya mempersempit rumah,
tidak berguna, tidak lebih dari sampah.
Apa artinya membeli buku bagi
orang-orang itu? Berikut kilas pandangan saya mengenai hal ini.
1.
Kebebasan
Individu
Mengingat di era modern
saat ini paham liberalis sudah merebak luas tidak heran para booklovers ini menerapkan prinsip
‘suka-suka gue’ ketika BBW dating ke Indonesia. Untuk orang awam rasanya hal
ini sebagai sesuatu yang baru. Tapi beberapa penikmat buku, yang mengikuti
perkembangan arus buku luar telah mengetahui bahwasanya BBW sudah ada sejak
beberapa tahun lalu. Indonesia saja yang ketinggalan dalam hal semarak
kecintaan terhadap literasi. Minim juga tertinggal. Mereka yang punya uang
silakan saja melenggang dengan abngga untuk membeli apapun dan sebanyak apapun
yang mereka mau.
Bukankah perbuatan
menuruti nafsu ini bisa dianggap rakus?
Bisa iya bisa tidak jika Anda berpaham liberalis. Tapi melarang, menghina dan
menganggap rendah mereka yang belanja buku gila-gilaan jumlahnya agaknya
terlalu berlebihan. Lagi pula merendahkan, menghina mereka yang berbelanja buku
di BBW sama halnya dengan melarang seseorang untuk tidak membeli minuman dingin
di hari yang panas. Bisakah dipahami analogi ini? Silakan merenungi.
2.
Siapa
yang kuat menahan diskon?
Anggaplah dirimu kaya
sehingga tidak perlu lagi menunggu momen-momen potongan harga untuk mendapatkan
apa yang dimau. Tapi BBW bukan hanya bazar tapi surga dunia bagi mereka yang
berkantong pas-pasan. Mereka yang sekadar berkreasi mengisi libur, jarang
berlibur atau senaja datang ke acara ini untuk memuaskan rindu pada buku punya
tujuan yang kurang lebih sama. Buku-buku murah dan orisinil diluar sana harga
sedang naik gila-gilaan. Buku import tidak ada yang dibawah USD10 saat ini.
Hanya di BBW buku impor bisa dihargai IDR40.000. Buku fiksi, anak-anak,
ensiklopedia,hobi dan non fiksi tersedia disana dengan harga yang relatif
dikisaran segitu-gitu saja. Siapa yang bisa menahan nafsu dunia macam BBW?
3.
Bisnis
Entah bagaimana Big Bad
Wolf bisa mengumpulkan jutaan eksempar buku dari seluruh penjuru dunia lalu
dijual kembali dengan harga yang terbilang sudah sangat murah itu. Harga yang
miring ini dijadikan peluang berbisnis.
Buku yang telah didapat dari sana dijual kembali melalui loper-loper buku bekas
atau wirausaha yang menjajakan barangnya di took-toko online. Big Bad Wolf
adalah lingkaran uang, bisnis bermain disana dan terbukti orang-orang hidup
dari bisnis ini.
4.
Tujuan
Arah Hidup Anda
Ada banyak alasan mengapa seseorang
berbelanja buku.
a.
Untuk
koleksi pribadi
b.
Untuk
perpustakaan dan donasi
c.
Untuk
dijual kembali
d.
Untuk
dibaca
Saat ini budaya membaca
sudah semakin menurun. Tidak salah jika orang-orang saat ini sebagaian besar
telah dibutakan oleh hal-hal serba instan macam website, sosial media dan games berkepanjangan.
Orang membeli buku saat ini tidak lagi untuk dibaca tapi dikagumi dan sebuah
kebanggaan karena mampu meraih sesuatu yang tidak dapat diraih orang lain. Buku-buku
yang dibeli kenyataannya hanya untuk di koleksi dan dikagumi. Memang
kenyataannya ketika seseorang telah mencintai sesuatu rasionalitasnya akan buta
lemah tak bisa membedakan mana yang jadi kebutuhan dan mana yang keinginan.
Big Bad Wolf datang lagi dengan sejuta
mimpi dan tebar ekspektasi. Berbagai hal rencanya akan dibenahi dan jauh lebih
baik di tahun ini. Kiranya bagaimana respon netizen nanti?
0 Komentar