Mempertanyakan Eksistensi RKUHP: #SemuaBisaKena
Sumber Logo:semuabisakena.id |
Kisrah-kisruh RKHUP muncul kembali ke permukaan, hal yang dipersoalkan oleh publik masih sama, yakni masih eksisnya pasal-pasal kontroversial dalam draft RKUHP yang enggan transparan. Banyaknya penolakan yang hadir oleh masyarakat terhadap pasal-pasal RKUHP yang mengekang suara rakyat dan multitafsir. Draft RKHUP yang sebelumnya tidak memiliki transparansi terhadap rakyat pun dipertanyakan.
Mengapa harus disembunyikan? Apakah supaya rakyat tidak bebas berpendapat atau
menolak pasal-pasal yang sekiranya dapat merugikan rakyat sendiri? Atau apakah
pemerintah memang sengaja ingin membuat peraturan yang menguntungkan bagi
mereka sendiri? Pihak-pihak berkuasa yang berada di balik rancangan RKUHP ini mungkin
mengetahui hal-hal itu, bahwa akan banyak kontra yang dilontarkan, dan akan ada
kericuhan yang ditimbulkan atas reaksi terhadap rancangan RKUHP.
Mengenai RKUHP dan pasal-pasalnya yang kontroversial. Adapun beberapa pasal yang mengundang kritik dari masyarakat tersebut yakni di antaranya; pasal 218 – 220 mengenai penyerangan terhadap harkat dan martabat Presiden serta Wakil Presiden, pasal 273 mengenai demonstrasi, unjuk rasa dan pawai di jalan tanpa pemberitahuan akan dipidana, pasal 240,247 dan 354 tentang pemerintahan pemerintahan yang sah, dan lain-lain. Pasal-pasal yang sudah disebutkan mengandung pengekangan aspirasi rakyat, setiap bentuk suara yang “dinilai” merusak nama baik pemerintah tidak diperbolehkan eksis.
Padahal, setiap
kritikan pasti mengandung desakan yang perlu dibenahi oleh pemerintah itu
sendiri, itu artinya pemerintah masih belum tepat dalam mengeluarkan kebijakan.
Ataupun, kritik juga dapat bertujuan untuk merespon kesalahan maupun kekurangan pemerintah.
Lantas, jika pemerintah tersinggung apakah hal tersebut termasuk hinaan atau
menjatuhkan martabat? Meskipun di sisi lain secara dominan rakyat menyetujui
bahwa itu adalah aspirasi? Namun, bisa apa apabila pemerintah menganggapnya sebagai "serangan"?. Inilah mengapa publik menyebut beberapa
pasal tersebut sebagai pasal karet.
Selain itu, terdapat
juga pasal-pasal yang semestinya tidak perlu diatur oleh pemerintah ataupun
ditindak pidana karena sifatnya terlalu mengurusi privasi (ranah pribadi), mengkriminalisasi sepihak, ataupun
sanksi yang dapat diperbincangkan secara kekeluargaan. Contoh dari pasal-pasal
tersebut yakni ; pasal 414 tentang alat kontrasepsi, pasal 417 tentang
perzinahan, pasal 278 dan 279 tentang pembiaraan unggas, pasal 597 tentang hukum
hidup
(living law). Aturan-aturan tersebut seharusnya tidak perlu
diurusi oleh pemerintah, karena tidak bersifat universal, tidak rasional
dan tentatif sesuai kehendak masing-masing pihak.
Adanya aturan-aturan yang termuat dalam RKUHP dapat membawa dampak buruk bagi rakyat, tak lain dan tak bukan benar adanya bahwa #semuabisakena. Banyak rakyat yang menjadi takut berpendapat, menyampaikan aspirasi dan mengkritik kinerja pemerintah karena hadirnya pasal-pasal RKHUP yang diselimuti oleh ancaman hukum pidana. Padahal, Indonesia adalah negara demokrasi, namun kesesuaian dengan realitanya akan berbanding terbalik jika RKHUP tetap disahkan. Untuk membangun negara juga perlu adanya koreksi berupa kritik dari berbagai kalangan, karena satu isi kepala dan perspektif golongan tertentu saja tidak dapat melengkapi keutuhan suatu negara.
0 Komentar