Demokrasi yang Semakin Terpenjara
Oleh: Gusti Firmansah
Sumber Logo: semuabisakena.id |
RKUHP menuai bayak kontra
dari masyarakat. Revisi KUHP sudah dibahas sejak lama yakni 2015 dimana kala itu pemerintah
telah mengajukan draft RKUHP ke DPR. Kemudian, masuk ke dalam usul inisiatif oleh
pemerintah bersama DPR untuk masuk prolegnas prioritas tahun 2021. Pasal terkait isu
penyerangan terhadap martabat presiden, penodaan agama, berkespresi, dan kritik
sosial terhadap pemerintah dan penguasa mendapat kritik dan masukan dari banyak
pihak.
Terdapat 4 misi penting
dalam menghantarkan hukum pidana nasional ke semesta pembangunan nasional yakni
dekolonialisasi, demokratisasi, konsolidasi, adaptasi, dan harmonisasi.
Sehingga dapat dilihat jika hal tersebut ideal namun di satu sisi sangat berat bagi
perkembangan hukum pidana. Dalam misi dekolonialisasi dan demokratisasi
terdapat misi kontitusionalisasi hukum pidana yang harus selaras dengan UUD
1945 yang sudah di amandemen yang berarti corak dari RKUHP harus selaras dengan
UUD 1945. Secara situasional masih berbeda, misal masih ditinggalkannya kepentingan
kebebasan sipil dewasa ini. Maka apabila RKUHP tidak bisa menyelaraskannya maka
bisa bisa masuk ke dalam anti demokrasi.
Permasalahan nantinya ialah
bagaimana lembaga penegak hukum dapat membedakan mana yang kritik mana yang
penghinaan. Perbedaan tafsir teks hukum antara suatu kritik berdasarkan
kepentingan umum atau suatu penghinaan. Kritik yang dapat ditafsirkan sebagai
subjektif. Dewasa ini sangat sensitif sekali untuk mengriktisi kebijakan
ataupun sesuatu pernyataan pemerintah. Bagaimana kritik yang dibangun bukan
menjadi serangan tetapi konstruktif.
Dibutuhkan daya jangkau
pemahaman. Kritik dapat menjadi sangat satir, maka diperlukan daya jangkau
bernalar yang cukup dalam dalam memisahkan yang mana kritik, cacian, atau
penghinaan. Lalu akses publik pun sangat sulit untuk mendapatkan draft terbaru
RKUHP, maka bagaimana publik dapat menilai bahwa rancangan tersebut sudah
sesuai dengan konstitusi atau sebaliknya. Seharusnya jika mau partisipasi
publik yang bermakna harus dibuka secara transparan. Jadi ini menjadi praktik
anti demokrasi yang sudah menyelimuti seluruh sudut-sudut parlemen dan aparat
negara.
Demokrasi Indonesia yang
semakin mundur dapat dilihat dengan jelas oleh kita. Data dari freedom house
dalam kurun waktu 5 tahun terakhir berada di posisi yang rendah yaitu dari skor
65 pada 2013 menjadi 59 pada 2022. Variabel yang paling menurun adalah civil
liberties (kebebasan sipil. Terlebih sekarang ini dengan muculnya RKUHP
kebebasan sipil berpotensi semakin diberangus. RKUHP dinilai akan digunakan
untuk memuluskan tujuan busuk penguasa yang seolah mengarah pada kecendrungan
tirani.
Setidaknya ada beberapa
pasal yang akan membuat demokrasi semakin dipenjara. Pertama, pasal 218-220
RKUHP mengenai tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat
presiden dan wakil presiden ini sama dengan konsep kejahatan yang ada dalam
Pasal 134 dan Pasal 137 ayat (1) KUHP soal penghinaan presiden yang merupakan
warisan kolonial Belanda, di mana pada awalnya digunakan untuk memproteksi
martabat dari raja atau ratu di Belanda. Sehingga dapat dikatakan jika pasal
tersebut sudah tidak relevan lagi untuk termaktub dalam RKUHP zaman sekarang. Dekolonisasi
yang diglorifikasi oleh pemerintah dengan pengesahan RKUHP ini terasa seperti
guyonan belaka apabila pasal-pasal yang masih mengandung kolonialisasi tetap
eksis.
Lalu yang kedua, tindak
pidana penghinaan terhadap pemerintah yang diatur dalam Pasal 240-241 RKUHP
yang siapapun dianggap menghina pemerintah dipenjara selama 4 tahun. Pasal ini
disebut juga dengan nama pasal haatzaai artikelen yang berasal dari British
Indian Penal Code. Saat itu pasal tersebut tepat diberlakukan terhadap
bangsa Indonesia sebagai bangsa yang terjajah oleh Belanda. Namun seharusnya
saat ini indonesia yang sudah menjadi negara demokratis yang merdeka sudah
sepatutnya tida memerlukannya lagi. Jika ini diterapkan dalam negara demokratis
maka dapat dikatakan menjadi anti kritik karena ciri dari negara demokrasi
ialah masyarakat berhak berpendapat untuk mengkritik segala kinerja dari
pemerintah.
Selanjutnya yang ketiga,
Pasal 353-354 RKUHP yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap kekuasaan
umum dan lembaga negara. Pasal ini berpotensi menjadi pasal karet dengan
potensi pengekangan hak dan kebebasan warga negara yang sangat besar dan juga
dapat menjadi jelmaan dari pasal subversif. Hukum pidana tentang penghinaan
tidak boleh digunakan untuk melindungi suatu hal yang sifatnya subjektif,
abstrak dan merupakan suatu konsep seperti lembaga negara, simbol nasional,
identitas nasional, kebudayaan, pemikiran, agama, ideologi dan doktrin politik.
Keempat, terkait tindak
pidana penyelenggaraan pawai, unjuk rasa atau demonstrasi tanpa izin. Pasal 273
RKUHP merupakan produk hukum kolonial Belanda yang termaktub dalam Pasal 510
KUHP. Hal seperti ini sangat kental dipakai pada masa pemerintah kolonial
Belanda untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum saat itu, maka hal inilah
yang menjadi suatu cerminan watak pemerintah saat ini kepada kolonial. Pasal
ini sangat bahaya dikarenakan membatasi kegiatan masyarakat terutama mahasiswa
yang akan berdemonstrasi apabila harus memberitahukan (bukan izin) dari aparat
keamanan, bisa saja mereka sudah menyiapkan hal-hal yang dapat menjadikan orang
yang berdemonstrasi kambing hitam atas kekacauan yang terjadi.
Dengan banyaknya potensi yang mengancam keberlangsungan demokrasi Indonesia, maka pemerintah perlu memiliki sikap kooperatif untuk membuka serta meninjau ulang bersama draft pembahasan RKUHP secara transparan. Segala pembahasan perlu untuk dapat diakses oleh publik serta melibatkan berbagai ahli di masyarakat. Hal tersebut sangat penting dilakukan guna menjamin RKUHP yang dibentuk menjadi produk kebijakan yang demokratis. Dekolonialisasi yang dicita-citakan pun sudah seharusnya tidak menjadi diksi politis semata.
REFERENSI
Suparman, Fana. (2022). Sejumlah Pasal dalm RKUHP Dinilai Kekang Demokrasi, Apa Saja?. Artikel Berita Satu. Diakses Melalui https://www.beritasatu.com/archive/785765/sejumlah-pasal-dalam-rkuhp-dinilai-kekang-demokrasi-apa-saja pada 19 Juli 2022
Nurshafa, Fikriyah.(2022). Dianggap Kontroversial, Ini Isi Pasal 240 dan 241 RKUHP. Artikel Popmama. Diakses Melalui https://www.popmama.com/life/health/fikriyah-nurshafa/isi-pasal-240-dan-241-rkuhp-dianggap-kontroversial/1 pada 19 Juli 2022
CSIS Indonesia. (2022). Dampak Rencana Pengesahan RKUHP terhadap Kebebasan Sipil. Video Webinar CSIS Indonesia. Diakses Melalui https://www.youtube.com/watch?v=ZW4FEdN1czo&t=1667s pada 19 Juli 2022
0 Komentar