Bedah Mendalam Pasal-Pasal Karet dalam RKUHP
Oleh: Rizky Fadhillah
Sumber Logo: semuabisakena.id |
1. Pasal 218 ayat 1
Pasal 218 ayat 1
berbunyi: “Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan
martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV”.
Opini:
Pasal ini menurut
saya kurang cocok jika diterapkan di negara Indonesia yang merupakan negara demokrasi.
Negara demokrasi artinya rakyat dapat mengutarakan pendapat ataupun kritiknya
kepada para pejabat, baik itu pejabat hukum maupun presiden dan wakil presiden.
Kritik yang diberikan tentu digunakan untuk kemajuan pembangunan negara juga.
Pembangunan suatu negara tidak bisa dilepaskan dari yang namanya kritik. Kritik
itu bisa dibagi menjadi dua jenis yaitu kritik yang membangun dan kritik yang
menjatuhkan. Kritik yang membangun adalah kritik yang ditujukan kepada presiden
dan wakil presiden untuk memperbaiki segala kinerja maupun segala hal yang
salah dalam sistem pemerintahan. Hal ini tentunya dapat berdampak baik bagi
kemajuan negara Indonesia. Namun, ada kalanya suatu kritik yang membangun memberikan
kesan “menyerang” terhadap kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden
dan Wakil Presiden. Padahal, kritik tersebut ingin meluruskan segala hal yang
salah atau tindakan yang kurang tepat dilakukan oleh Presiden atau Wakil
Presiden. Sementara itu, ada juga kritik yang menjatuhkan yaitu kritik yang
benar-benar ingin menjatuhkan Presiden dan Wakil Presiden karena sentimen berbalut subjetivitas. Pengkritik menginginkan agar
Presiden dan Wakil Presiden tersebut diturunkan dari jabatannya secara tidak
berdasar selain kebencian subjektif.
Kritik yang membangun
seharusnya disertai dengan landasan yang kuat yaitu dengan menelusuri data dan
fakta yang ada. Tidak sekedar terprovokasi oleh berita-berita hoax. Kritik yang
membangun juga seharusnya dilakukan dengan cara yang baik, komunikasi yang
baik, bahasa yang baik, dan positif agar tidak terkesan menyerang kehormatan
atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden. Sementara, kritik
yang menjatuhkan inilah yang harus dihindari karena bisa menyebabkan perpecahan
bangsa. Walaupun, negara Indonesia merupakan negara yang berbentuk negara demokrasi,
rakyat harus menghindari kritik yang sifatnya menjatuhkan Presiden dan Wakil
Presiden. Apalagi kritik tersebut tidak disertai dengan landasan yang kuat.
Oleh karena itu,
menurut saya, pasal ini masih ambigu dan membutuhkan penjelasan yang lebih detail
lagi. Ada kritik yang membangun tetapi terkesan menjatuhkan. Padahal, kritik
tersebut bukan ingin menjatuhkan tetapi ingin memperbaiki kebijakan ataupun
segala hal yang dilakukan Presiden dan Wakil Presiden. Tentunya dilandasi
dengan fakta dan data yang jelas. Adapula kritik yang menjatuhkan tanpa
dilandasi oleh fakta dan data yang jelas. Oleh karena itu, pasal ini harus memberikan perincian lebih detail dimana adanya indikator yang membedakan
antara kritik yang membangun, kritik yang membangun terkesan menjatuhkan
(padahal tidak untuk menjatuhkan) yang dilandasi fakta, dan data yang jelas,
serta kritik yang menjatuhkan.
2.
Pasal 470 dan 471 RKUHP
Ada pasal RKUHP
tentang aborsi yang kontroversial yaitu pasal 470, 471, dan 472 yaitu sebagai
berikut.
a) Pasal 470:
Pasal ini berbunyi:
1) Setiap perempuan yang
menggugurkan atau mematikan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan
atau mematikan kandungan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun.
2) Setiap orang yang
menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
3) Jika perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya perempuan tersebut
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
b) Pasal 471:
Pasal ini berbunyi:
1) Setiap orang yang
menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
2) Jika perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya perempuan tersebut
dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun.
c) Pasal 472:
Pasal ini berbunyi:
1) Dokter, bidan,
paramedis, atau apoteker yang membantu melakukan Tindak Pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 470 dan Pasal 471, pidana dapat ditambah 1/3 (satu per
tiga).
2) Dokter, bidan,
paramedis, atau apoteker yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 86 huruf a dan huruf f.
3) Dokter yang melakukan
pengguguran kandungan karena indikasi kedaruratan medis atau terhadap Korban
perkosaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak
dipidana.
Opini:
Ada beberapa hal yang membuat pasal ini kontroversial salah satunya adalah pasal 470 ayat 1. Pasal 470 ayat 1 berbunyi, “Setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun”. Sekilas memang tidak ada yang salah dengan pasal tersebut. Namun, jika kita melihat berdasarkan data lapangan juga ada banyak perempuan yang merupakan korban pemerkosaan yang butuh menggugurkan kandungannya. Akibat dari adanya pasal tersebut akan banyak perempuan yang terancam kurungan penjara 4 (empat) tahun.
Apabila kita melihat pasal 472 ayat (3), disana tertulis “Dokter yang melakukan
pengguguran kandungan karena indikasi kedaruratan medis atau terhadap Korban
perkosaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak dipidana.”.
Hal ini berarti pengecualian hanya berlaku untuk dokter yang menggugurkan
kandungan seorang perempuan korban perkosaan tidak berlaku untuk perempuan
korban perkosaan yang melakukan aborsi itu sendiri. Oleh karena itu, sangat
penting sekali jika pasal 470 ayat (1) dibuat pengecualiannya untuk korban
perkosaan.
3.
Pasal 240, 241, 353, dan 354 RKUHP
Ada beberapa pasal
RKUHP tentang penghinaan terhadap pemerintah maupun pejabat, yaitu pasal 240,
353, dan 354 RKUHP. Penjabaran ketiga pasal tersebut yaitu sebagai berikut.
a) Pasal 240 RKUHP
Pasal ini berbunyi, “Setiap orang yang menghina
pemerintah yang sah dan berakibat terjadinya kerusuhan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori
IV.”
b) Pasal 241 RKUHP
Pasal ini berbunyi, “Setiap orang yang
menyebarkan materi berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah melalui
sarana teknologi informasi diancam pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
atau pidana denda paling banyak Kategori V”.
c) Pasal 353 RKUHP
Pasal ini berbunyi:
1) Setiap orang yang di
muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau
pidana denda paling banyak kategori II.
2) Dalam hal perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda
paling banyak kategori III.
d) Pasal 354 RKUHP
Pasal ini berbunyi, “Setiap orang yang
menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau
memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi
informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara,
dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh
umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda
paling banyak kategori III”.
Opini:
Berdasarkan isi pasal 240 RKUHP yang
telah dijabarkan diatas, pasal tersebut seakan-akan menggambarkan Pemerintah
yang antikritik dengan melarang kebebasan berpendapat. Hal ini menunjukkan kembalinya kondisi demokrasi yang rawan seperti masa orde baru. Hal ini tentunya bertentangan dengan pasal 28 dan
pasal 28 E ayat (3) UUD RI 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas
kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Akibat dari pasal
ini, banyak orang yang akan dipenjara selama 3 tahun karena mereka tidak puas
terhadap kinerja pemerintah. Kemudian, pada pasal 241 juga mengandung substansi
yang sama dimana jika ada orang yang melakukan penghinaan terhadap pemerintah
dan disebarkan melalui media sosial akan dipenjara paling lama 4 tahun dan
denda paling banyak kategori V. Hal ini juga melanggar pasal 28 dan pasal 28 E
ayat (3) UUD RI 1945. Apabila pasal-pasal tersebut diterapkan, maka akan
seperti mematikan kebebasan berpendapat yang sama artinya mematikan demokrasi
itu sendiri.
Pasal 353 dan pasal 354 RKUHP juga memiliki
substansi yang hampir sama dengan kedua pasal sebelumnya hanya saja bedanya
kedua pasal ini lebih membahas mengenai penghinaan terhadap kekuasaan umum atau
lembaga negara. Hal ini juga dapat mematikan atau menghilangkan hak berpendapat
dan hak berekspresi dari rakyat Indonesia. Padahal, hak berpendapat berupa
kritik bertujuan untuk memajukan negara Indonesia. Apabila kedua pasal ini
diterapkan juga akan berpotensi menyebabkan rendahnya kinerja dari kekuasaan
umum atau lembaga negara dan menyuburkan potensi korupsi diantara para pejabat
lembaga negara. Pasal ini juga seolah menempatkan kekuasaan umum dan lembaga
negara sebagai sesuatu yang sakral, sesuatu yang harus selalu dihormati. Hal
ini menggeser fungsi negara sebagai pelayan publik.
Oleh karena itu, pasal-pasal ini
harus direvisi untuk batasan-batasan tertentu secara lebih detail. Hal ini
bertujuan untuk menghindari multitafsir terhadap pasal-pasal karet yang dapat
menghancurkan esensi dan praktik demokrasi di Indonesia. Penghinaan dan kritik
harus bisa dibedakan agar tidak terjadi multitafsir yang dapat disalahgunakan
demi kepentingan oknum-oknum berkuasa yang seharusnya bekerja untuk rakyat.
Pasal 273 RKUHP
Pasal ini berbunyi,
“Setiap orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang
mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum
yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau
huru-hara dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun atau pidana denda paling banyak kategori II”.
Opini:
Sekilas tidak ada
yang salah dengan Pasal 273 RKUHP ini. Namun, jika kita bandingkan dengan UU
No.9 Tahun 1998, pasal ini dinilai sangat bertentangan. Pada UU No.9 Tahun 1998
dijelaskan bahwa apabila ada demonstrasi yang dilakukan tanpa adanya izin
kepada yang berwenang hanya diberikan tindakan administrasi yaitu pembubaran. Demonstrasi
yang dilakukan oleh rakyat biasanya merupakan suatu bentuk kekecewaan terhadap
kinerja pemerintah. Apakah adil jika rakyat yang kecewa terhadap kinerja
pemerintah tersebut dimasukkan ke dalam jeruji besi selama satu tahun atau didenda
dengan kategori II? Tentu tidak adil. Dari pasal ini juga terlihat seakan-akan
pemerintah antikritik. Bagaimana negara Indonesia bisa maju jika masyarakat
tidak bisa berpartisipasi dalam penyusunan undang-undang dan mengkritisi segala
hal yang dilakukan oleh Pemerintah?. Oleh karena itu, pasal ini harus direvisi
agar negara Indonesia tidak kembali ke masa orde baru dimana demokrasi yang
meliputi kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan berekspresi tidak ada
harganya. Jangan sampai negara demokrasi kita ini ditelan bulat-bulat oleh
pasal-pasal karet nan kontroversial RKUHP.
REFERENSI
Taher, A.P. (2022). Pasal
240 RKUHP Ancam Kebebasan Ekspresi & Kriminalisasi Aktivis?. Diakses pada 21 Juli
2022, dari https://www.gramedia.com/best-seller/cara-menulis-daftar pustaka/#Cara_menulis_dan_contoh_penulisan_daftar_pustaka_dari_website_dengan_nama_penulis
Harahap. S.W. (2019). Pasal
Aborsi RKUHP Pidana Bagi Pemaksa Aborsi. Diakses pada 21 Juli 2022, dari https://www.tagar.id/pasal-aborsi-rkuhp-pidana-bagi-pemaksa-aborsi.
Fauzi, G. (2019). Pasal
Aborsi di RKUHP Berpotensi Ancam Korban Perkosaan. Diakses pada 21 Juli
2022, dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190917200658-12-431355/pasal-aborsi-di-rkuhp-berpotensi-ancam-korban-perkosaan.
Wikanto, A. (2022). Inilah
Pasal Draft RKUHP yang Dianggap Berbahaya, Termasuk Hina Pemerintah. Diakses
pada 21 Juli 2022, dari https://nasional.kontan.co.id/news/inilah-pasal-draft-rkhup-yang-dianggap-berbahaya-termasuk-hina-pemerintah.
Farisa, F. C. (2022). Pasal-pasal
Kontroversial RKUHP yang Ancam Perbuatan Penghinaan terhadap Penguasa. Diakses
pada 21 Juli 2022, dari https://nasional.kompas.com/read/2022/06/22/14343521/pasal-pasal-kontroversial-rkuhp-yang-ancam-perbuatan-penghinaan-terhadap?page=all.
Badan Eksekutif
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang. (2022). RKUHP, dengan Sederet Pasal yang Kontroversi. Diakses
pada 21 Juli 2022, dari https://bemu.umm.ac.id/id/berita/rkuhp-dengan-sederet-pasal-yang-kontroversi.html.
Putricantika, V.
(2022). Pasal-pasal Kontroversial RKUHP yang Ditolak Mahasiswa Bandung. Diakses
pada 21 Juli 2022, dari https://bandungbergerak.id/article/detail/2777/poin-poin-kontroversi-rkuhp.
Arinta, A. (2022). RKUHP
akan Disahkan Bulan Depan, tapi Pembahasan Masih Belum Transparan!. Diakses
pada 21 Juli 2022, dari https://www.amnesty.id/rkuhp/.
Newswire. (2021). Pasal
Aborsi di RUU KUHP: Korban Perkosaan Tidak Boleh Gugurkan Kandungan?. Diakses
pada 21 Juli 2022, dari https://kabar24.bisnis.com/read/20210621/16/1408121/pasal-aborsi-di-ruu-kuhp-korban-perkosaan-tidak-boleh-gugurkan-kandungan.
0 Komentar